Bamako, MINA – Setelah pembataian terhadap 160 Muslim Fulani di Mali akhir pekan lalu, Perdana Menteri Soumeylou Boubeye Maiga mengatakan kepada media Axios, pemerintah akan berusaha meyakinkan milisi etnis Dogon untuk melucuti senjatanya atau akan diambil dengan paksa.
Serangan hari Sabtu (23/3) menargetkan Muslim Fulani, etnis penggembala seminomaden.
Setelah pembantaian, Maiga mengumumkan bahwa kelompok milisi Dogon akan dibubarkan. Sebagian anggota kelompok etnis Dogon telah mengangkat senjata melawan Fulani yang mereka tuding telah diradikalisasi oleh kelompok-kelompok jihadis.
Komisi Hak Asasi Manusia PBB mengatakan, “seluruh komunitas Fulani – jumlahnya jutaan orang – digambarkan sebagai ekstremis hanya karena mereka adalah Muslim.”
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20
Komisi HAM PBB meminta pemerintah Mali “memutus lingkaran impunitas ini.”
Sebelumnya Maiga pernah mengatakan, orang-orang Dogon memiliki hak untuk mempertahankan budaya mereka sendiri, desa mereka sendiri. Namun, sebagian kelompok telah menyalahgunakan hak itu dengan mempersenjatai diri mereka sendiri dan melakukan patroli.
Presiden Mali Ibrahim Boubacar Keita menyatakan setelah serangan itu, Mali dalam keadaan perang. Kekerasan di Mali datang dari banyak pihak.
Selain milisi etnis, kelompok Al-Qaeda dan ISIS aktif di Mali.
Baca Juga: Rwanda Kirim 19 Ton Bantuan Kemanusiaan ke Gaza
Misi penjaga perdamaian PBB di sana dianggap yang paling berbahaya di dunia. Perancis memiliki kehadiran militer di negara bekas jajahannya, seperti halnya Amerika Serikat. (T/RI-1/RS3)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Korban Tewas Ledakan Truk Tangki di Nigeria Tambah Jadi 181 Jiwa