Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Selanjut, bagian terakhir dari tulisan ini, rahasia yang harus diketahui oleh seorang suami untuk membahagiakan istrinya, adalah sebagai berikut.
Kesebelas, bersenda guraulah dengannya
Cerahkan wajah Anda wahai para suami di hadapan istri tercinta. Jangan pasang wajah-wajah masam di depan istri, seolah-olah istri adalah musuh bagi Anda. Suami yang tidak punya rasa humor dan terlalu kaku sulit rasanya untuk bisa membahagian istrinya. Karena ia tidak tahu cara bagaimana membahagiakan istrinya.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah contoh terbaik untuk diteladani para suami. Beliau meskipun sibuk mengurusi kepentingan umat, kala di dalam rumah bersama istri beliau tampil sebagai sosok yang romantis dan sangat lemah lembut terhadap istrinya.
Bahkan beliau menyempatkan waktu bercanda bersama istri, tentu dengan candaan yang tetap penuh adab, kesopanan dan keluhuran akhlak. Sebuah hadits hasan yang diriwayatkan oleh Thabrani menyebutkan bahwa Rasulullah adalah orang yang paling banyak bergurau bersama istri-istrinya.
“Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam adalah orang yang paling banyak bergurau bersama istri-istri beliau.” Artinya, kala di rumah, Nabi tidak sibuk dengan urusan apa pun selain membahagiakan istrinya. Bercanda atau bergurau adalah satu cara ampuh yang digunakan Nabi untuk membahagiakan dan menenangkan hati istrinya.
Suatu saat Aisyah berkata, “Suatu hari Saudah mengunjungi kami, dan Rasulullah duduk di antara diriku dan Saudah. Sedangkan satu kaki beliau berada di pangkuanku dan satunya berada di pangkuan Saudah.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Maka kubawakan untuknya makanan (yang terbuat dari bahan tepung dan air susu) lalu kukatakan, “(Demi Allah), makanlah atau aku akan megotori wajahmu.” Dia lalu menolak dengan berkata, “Aku tak akan mencicipinya.”
Lalu, kuambil makanan dari mangkuk yang besar dan kulumurkan ke wajahnya. Nabi Shallallahu alaihi wasallam tertawa. Lalu beliau mengangkat kaki beliau dari pangkuan Saudah, agar ia bisa membalasku. Beliau berkata kepada Saudah, “Kotorilah mukanya!” Lalu dia mengambil makanan dari mangkuk besar dan melumurkannya ke mukaku, dan Rasulullah tertawa.” (HR: An-Nasa’i).
Dari dua hadits tersebut dapat diambil pemahaman bahwa kala di Rumah Rasulullah selalu meluangkan waktu untuk bercanda atau bersenda gurau dengan istri-istrinya. Rasulullah memang tidak pernah menomorduakan istrinya kala di rumah.
Keduabelas, bisa menjaga rahasia istri
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Jelas, antara suami istri itu ada rahasia-rahasia yang hanya mereka berdua mengetahuinya. Tentu saja, antara suami istri itu sudah tidak ada lagi rahasia-rahasiaan. Seorang istri harus menyimpan rahasia suaminya. Pun sebaliknya seorang suami juga harus mampu menyimpan baik rahasia istrinya. Istri akan merasa bahagia jika suami bisa menyimpan rahasia yang dia percayakan kepada suaminya dengan baik. Membongkar aib atau rahasia istri akan menjadi penyebab suami istri sering bertengkar.
Termasuk yang perlu diteladani dalam penjagaan rahasia adalah penjagaan para sahabat terhadap rahasia Nabi Shallallahu ‘alahi wasallam. Dari Tsabit, dari Anas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
أتَى عَلَيَّ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – وَأنَا ألْعَبُ مَعَ الغِلْمَانِ ، فَسَلمَ عَلَيْنَا ، فَبَعَثَني إِلَى حاجَةٍ ، فَأبْطَأتُ عَلَى أُمِّي . فَلَمَّا جِئْتُ ، قالت : مَا حَبَسَكَ ؟ فقلتُ : بَعَثَني رسولُ الله – صلى الله عليه وسلم – لِحَاجَةٍ ، قالت : مَا حَاجَتُهُ ؟ قُلْتُ : إنَّهاَ سرٌّ . قالت : لا تُخْبِرَنَّ بِسرِّ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – أحَداً ، قَالَ أنَسٌ : وَاللهِ لَوْ حَدَّثْتُ بِهِ أحَداً لَحَدَّثْتُكَ بِهِ يَا ثَابِتُ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangiku dan di waktu itu aku sedang bermain-main dengan beberapa orang anak. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan salam kepada kami, kemudian menyuruhku untuk sesuatu keperluannya. Oleh sebab itu aku terlambat mendatangi ibuku.
Selanjutnya setelah aku datang, ibu lalu bertanya, ‘Apakah yang menahanmu?’”
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Aku pun berkata, “Aku diperintah oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk sesuatu keperluannya.”
Ibu bertanya, “Apakah hajatnya itu?” Aku menjawab, “Itu adalah rahasia.”
Ibu berkata, “Kalau begitu jangan sekali-kali engkau memberitahukan rahasia Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut kepada siapapun juga.”
Anas berkata, “Demi Allah, andaikata rahasia itu pernah aku beritahukan kepada seseorang, sesungguhnya aku akan memberitahukan hal itu kepadamu pula, wahai Tsabit.” (HR. Muslim, diriwayatkan pula oleh Al Bukhari dengan ringkas).
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, katanya, “Kami semua, para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berada di sisi beliau pada saat itu. Kemudian menghadaplah puteri beliau, Fathimah radhiyallahu ‘anha dengan berjalan dengan cara jalannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam melihatnya, Beliaupun menyambutnya dengan baik dan bersabda, “Marhaban hai puteriku.”
Fathimah disuruhnya duduk di sebelah kanannya atau -menurut riwayat lain- di sebelah kirinya. Seterusnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam membisikinya, lalu Fathimah menangis dengan tangisnya yang keras sekali. Setelah beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam melihat kegelisahan puterinya lalu dibisikinya sekali lagi. Fathimah pun tertawa.”
Aku berkata kepada Fathimah, “Engkau telah diistimewakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam di antara sekalian istri-istrinya dengan dibisiki, kemudian engkau menangis.” Sesudah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri dari tempatnya, lalu aku bertanya kepada Fathimah, “Apakah yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam padamu itu?”
Fathimah menjawab, مَا كُنْتُ لأُفْشِي عَلَى رسول الله – صلى الله عليه وسلم – سِرَّهُ “Aku tidak akan menyiar-nyiarkan apa yang dirahasiakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Sesudah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, aku pun berkata kepada Fathimah, “Aku sengaja hendak bertanya kepadamu dengan cara yang sebenarnya, supaya engkau memberitahukan kepadaku apa yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.“
Fathimah menjawab, “Sekarang aku akan memberitahumu. Adapun yang dibisikkan oleh beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam pada pertama kalinya, yaitu beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam memberitahukan kepadaku bahwasanya Jibril dahulunya memberikan kepadanya wahyu dari Al Quran itu dalam setahun sekali, sedang sekarang dalam setahun diberikan dua kali.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya aku tidak mengetahui tentang datangnya ajalku itu, melainkan tentu sudah dekat. Maka dari itu bertaqwalah engkau dan bersabarlah, sesungguhnya saja sebaik-baiknya salaf (pendahulu) bagimu adalah aku.” Karena itu lalu aku menangis sebagaimana tangisku yang engkau lihat dulu itu.
Selanjutnya setelah beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam melihat betapa kegelisahan hatiku, lalu aku dibisikinya untuk kedua kalinya, lalu beliau bersabda, “Wahai Fathimah, tidakkah engkau suka jikalau engkau menjadi penghulu dari seluruh wanita dari kalangan kaum mu’minin atau penghulu dari seluruh wanita dari kalangan umat ini?” Oleh karena itu, maka aku pun tertawa sebagaimana yang dulu engkau lihat.” (Muttafaq ‘alaih, dan Ini adalah lafazh Muslim)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Ketigabelas, biasakan mendengarkan
Jadilah suami yang bijak, yang setia dan sabar mendengarkan istri Anda bercerita. Jangan sekali-kali menyuekkan (masa bodo) ketika istri sudah dengan senang hati bercerita tentang hal-hal yang ia alami. Hargailah istrimu, mungkin cerita yang disampaikannya adalah pelepas capek saat seharian telah sibuk mengurus rumah dan anakmu.
Jangan sampai ketidak-mampuanmu menjadi pendengar setianya, malah membuatnya mencari orang lain sebagai tempat berkeluh kesah. Dengarkanlah apa yang ia bicarakan. Bila yang dibicarakan adalah kebaikan maka berilah pujian. dan bila keburukan, berilah ia nasehat.
Hargailah apa yang ia sampaikan, karena mungkin ia tak ingin menyampaikannya, hanya saja ia merasa sudah sepantasnya ia berbagi denganmu. Dengarkanlah dengan penuh kasih sayang, karena kadang ia hanya butuh didengarkan. Jadi, tetaplah dengarkan dengan penuh kasih sayang, apapun yang ia ceritakan kepadamu, dengarkanlah dengan penuh khidmat, karena kadang ia hanya butuh didengarkan.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Wanita (istri) akan sangat lega bila apa yang ada di dalam hati dan pikirannya telah tertumpahkan lewat cerita. Bila istri mempunyai sesuatu hal untuk dibicarakan, usahakan untuk mendengarkan dan menyimak perkataannya. Juga dahulukan cara bermusyawarah sebagai cara menghadapi masalah keluarga. Istri akan merasa bahagia jika suami mau mendengarkan pendapatnya terlebih dulu sebelum membuat keputusan.
Keempatbelas, ijinkan istri untuk tetap bergaul
Jangan kekang istri Anda wahai para suami. Izinkan ia untuk bergaul bersama teman dan tetangga wanitanya. Selama bergaul itu tetap dalam rangka membangun silaturahim. Apalagi jika istri mendatangi majlis-majlis ilmu yang ada disekitar kampung atau desanya. Izinkan istri Anda belajar agama Islam di masjid atau yang lainnya.
Istri yang bahagia adalah istri yang diijinkan tetap mempunyai kehidupan dan pergaulan sosial setelah menikah. Janganlah mengekang istri untuk tinggal di rumah saja. Bagaimanapun ia tetap seorang manusia yang membutuhkan pergaulan sosial. Ijinkan istri untuk sesekali bertemu keluarga dan teman – temannya, tentu saja jika hal itu masih termasuk dalam hal kebaikan. Jika perlu, temani istri saat akan keluar rumah. Hal itu akan menjadi cara suami memperlakukan istri dengan baik.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan
Kelimabelas, tidak mengabaikan istri dalam hal kebutuhan seksual
Cara mencegah selingkuh dan cerai dalam suatu rumah tangga adalah dengan memenuhi kebutuhan seksual dengan baik. Kebutuhan seksual adalah salah satu sumber kebahagiaan seorang istri. Suami yang memperhatikan kebutuhannya dengan baik akan bisa membuatnya bahagia. Jika suami tidak cukup peduli pada aspek seksual dalam perkawinan, bisa jadi istri akan merasa sedih dan menduga suami tidak menyayangi dirinya lagi, bahkan dia bisa curiga bahwa suami selingkuh.
Karena itu, katakana kepada istri agar berterus terang saat ia menginginkan kebutuhan biologisnya terpenuhi. Sebab terkadang suami tidak atau kurang peka dalam hal yang satu itu. Sudah tentu, memenuhi kebutuhan seksual istri (jima’) harus dilakukan dengan memperhatikan adab-adab yang telah dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Berikut ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang suami saat ingin men-jima’ istrinya.
Pertama, ikhlaskan niat untuk cari pahala. Yaitu bercinta tersebut diniatkan untuk menjaga diri dari zina (selingkuh), menghasilkan keturunan, dan mengharap pahala sebagai bentuk sedekah. Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ
“Dalam hubungan intim suami-istri (antara kalian) itu termasuk sedekah.”
Para sahabat menanggapi, “Kenapa sampai hubungan intim saja bisa bernilai pahala?”
Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
أَيَأْتِى أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ
“Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa. Demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala.” (HR. Muslim, no. 2376)
Kedua, melakukan pemanasan dan cumbuan terlebih dahulu. Inilah alasan kenapa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan untuk menikahi wanita perawan karena masih bisa untuk bercumbu rayu dengannya sebelum bercinta. Maka Ketika Jabir radhiyallahu ‘anhu menikah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya padanya,
« هَلْ تَزَوَّجْتَ بِكْرًا أَمْ ثَيِّبًا. فَقُلْتُ تَزَوَّجْتُ ثَيِّبًا . فَقَالَ هَلاَّ تَزَوَّجْتَ بِكْرًا تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ
“Apakah engkau menikahi gadis (perawan) atau janda?” “Aku menikahi janda”, jawab Jabir. “Kenapa engkau tidak menikahi gadis saja karena engkau bisa bercumbu dengannya dan juga sebaliknya ia bisa bercumbu mesra denganmu?” (HR. Bukhari, no. 2967; Muslim, no. 715).
Ketiga, membaca doa sebelum hubungan intim. Doa yang dianjurkan untuk dibaca adalah: Bismillah, allahumma jannibnaasy syaithoona wa jannibisy syaithoona maa rozaqtanaa. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِىَ أَهْلَهُ فَقَالَ بِاسْمِ اللَّهِ ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ ، وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا . فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِى ذَلِكَ لَمْ يَضُرُّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا
“Jika salah seorang dari kalian (yaitu suami) ingin berhubungan intim dengan istrinya, lalu ia membaca do’a: [Bismillah Allahumma jannibnaasy syaithoona wa jannibisy syaithoona maa rozaqtanaa], “Dengan (menyebut) nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezki yang Engkau anugerahkan kepada kami”, kemudian jika Allah menakdirkan (lahirnya) anak dari hubungan intim tersebut, maka setan tidak akan bisa mencelakakan anak tersebut selamanya.” (HR. Bukhari, no. 6388; Muslim, no. 1434).
Keempat, menyetubuhi istri dari arah mana pun asalkan bukan di dubur. Allah Ta’ala berfirman,
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (Qs. Al Baqarah: 223)
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Yang namanya ladang (tempat bercocok tanam) pada wanita adalah di kemaluannya yaitu tempat mani bersemai untuk mendapatkan keturunan. Ini adalah dalil bolehnya menyetubuhi istri di kemaluannya, terserah dari arah depan, belakang atau istri dibalikkan.” (Syarh Shahih Muslim, 10: 6)
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
كَانَتِ الْيَهُودُ تَقُولُ إِذَا جَامَعَهَا مِنْ وَرَائِهَا جَاءَ الْوَلَدُ أَحْوَلَ
“Dahulu orang-orang Yahudi berkata jika menyetubuhi istrinya dari arah belakang, maka mata anak yang nantinya lahir bisa juling.” Lalu turunlah firman Allah Ta’ala,
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (QS. Al-Baqarah: 223) (HR. Bukhari, no. 4528; Muslim, no. 117)
Dalam riwayat lain disebutkan,
مُقْبِلَةً وَمُدْبِرَةً مَا كَانَ فِي الفَرْجِ
“Terserah mau dari arah depan atau belakang selama di kemaluan.” (HR. Ath-Thohawi, 3: 41 dalam Syarh Ma’an Al-Atsar dengan sanad yang shahih)
Hadits di atas menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menyanggah anggapan keliru orang Yahudi yang menyatakan terlarangnya gaya seks dari belakang karena bisa mengakibatkan anak yang lahir nanti juling. Itu anggapan tidak benar karena Islam menghalalkan segala variasi atau cara dalam hubungan seks selama di kemaluan.
Kelima, tidak boleh sama sekali menyetubuhi istri di dubur, apa pun keadaannya. Hadits yang mendasari larangan hubungan intim lewat dubur (seks anal) adalah sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
مَلْعُونٌ مَنْ أَتَى امْرَأَةً فِى دُبُرِهَا
“Benar-benar terlaknat orang yang menyetubuhi istrinya di duburnya.” (HR. Ahmad, 2: 479. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits tersebut hasan)
Dalam hadits lainya disebutkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوِ امْرَأَةً فِى دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم-
“Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad –Shallallahu ‘alaihi wasallam-.” (HR. Tirmidzi, no. 135; Ibnu Majah, no. 639; Abu Daud, no. 3904. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Semoga tulisan ini bisa memberi manfaat untuk para suami dan calon suami. Perlakukanlah dengan baik istri Anda, maka Allah pun akan memperlakukan Anda dengan baik duhai para suami, wallahua’lam. (A/RS3/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)