Jakarta, MINA – Belum lama ini, Pemerintah Indonesia melakukan kerja sama dengan Pemerintah Arab Saudi dengan menggandeng dua unicorn, Traveloka dan Tokopedia, untuk merambah bisnis travel umrah digital.
“UMKM biro umrah yang jumlahnya 1.000 lebih di seluruh Indonesia harus dipikirkan. Kominfo harus lebih memberdayakan biro haji/umrah dengan digitalisasi daripada menggandeng dua unicorn,” kata Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta di Jakarta, Ahad (21/7).
Sukamta menjelaskan, yang harus dipastikan terlebih dahulu bentuk kerja sama tersebut. Apakah Traveloka dan Tokopedia akan membentuk biro penyelenggara umrah, atau ada aturan lain yang disepakati.
“Apa motif Kominfo hanya menggandeng Traveloka dan Tokopedia? Padahal ada platform yang lain seperti Bukalapak dan juga mungkin Gojek. Kominfo harus menjelaskan kepada publik mengenai hal ini,” ujarnya.
Baca Juga: Rekor Baru MURI: 44.175 ASN Jabar Pakai Sarung Tenun, Bukti Cinta Budaya Lokal
Menurutnya, jika memang Traveloka dan Tokopedia akan menjadi penyelenggara perjalanan ibadah umrah, maka itu tidak tepat. Tidak gampang untuk menjadi biro penyelenggara ibadah umrah.
“Harus mendapat izin dari Kementerian Agama, harus diakreditasi dan dievaluasi secara berkala oleh Menteri Agama. Hal ini diatur dalam Undang-undang No. 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU),” katanya.
Selain itu, lanjut Sukamta, jika Tokopedia dan Traveloka menjadi biro penyelenggara haji dan umrah, maka ini berpotensi mematikan 1.016 biro penyelenggara umrah yang tersebar di seluruh Indonesia yang bisa menciptakan angka pengangguran baru.
Sementara di sisi lain, hal ini juga sekaligus akan memperbesar aset dua perusahaan yang secara badan terlihat lokal tapi mayoritas kepemilikannya bukan lagi anak-anak bangsa sendiri. Dalam hal ini di mana keberpihakan pemerintah terhadap UKM biro penyelenggara umrah?
Baca Juga: Indonesia Dukung Perintah Penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant
“Tapi jika kerja sama itu berisi bahwa Traveloka dan Tokopedia hanya memfasilitasi pilihan akomodasi calon jama’ah seperti ticketing pesawat dan hotel, bukan mengurusi penyelenggaraan ibadah umrah secara keseluruhan, saya kira ini masih bisa dibicarakan,” katanya.
“Di zaman ini, kalau tidak bisa berinovasi, maka berkolaborasilah. Jika tidak bisa melakukan inovasi yang kompetitif, lebih baik berkolaborasi dari pada tidak bisa bertahan alias collapse (punah),” imbuhnya.
Ia menambahkan, pada dasarnya Komisi I menginginkan agar penyelenggaraan ibadah umrah dikelola secara penuh oleh biro-biro, yang disebut Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU).
“Kita berharap UMKM biro penyelenggara ibadah umrah ini bisa melakukan inovasi yang mampu berkompetisi dengan platform dan marketplace semacam Traveloka, Tokopedia, Bukalapak, dan seterusnya,” ujarnya.
Baca Juga: Gandeng MER-C dan Darussalam, AWG Gelar Pelatihan Pijat Jantung
Namun jika inovasi tadi tidak terpenuhi, maka opsi kolaborasi yang harus kita ambil. Kita harus cari konsep kolaborasi terbaik yang saling menguntungkan antara marketplace platform digital dengan UMKM biro penyelenggara ibadah umrah.
Pemerintah harus mampu meregulasi, memfasilitasi dan mengakselerasi UMKM-UMKM untuk tumbuh berkembang di zaman disrupsi seperti sekarang.
“Di sinilah pemerintah harus menggandeng UMKM biro penyelenggara umrah dalam umrah digital ini, bukan hanya mengandeng Traveloka dan Tokopedia saja,” katanya. (L/R06/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Doa Bersama Menyambut Pilkada: Jateng Siap Sambut Pesta Demokrasi Damai!