Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kajian Surat Al-Kautsar: Nikmat yang Banyak dan Berkurbanlah

Ali Farkhan Tsani - Ahad, 21 Agustus 2016 - 06:40 WIB

Ahad, 21 Agustus 2016 - 06:40 WIB

1673 Views

Oleh Ali Farkhan Tsani, dai Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor dan Redaktur Senior Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ (3

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.” (Q.S. Al-Kautsar: 1-3).

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Sebab Turun

Menurut Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Surat Al-Kautsar turun karena adanya anggapan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam lemah oleh pengikutnya sedikit. Lebih-lebih ditandai dengan meninggalnya putera-putera Nabi, yang laki-laki, yaitu Al-Qasim (meninggal di Makkah) dan Ibrahim (meninggal di Madinah). Hingga orang-orang kafir pun merasa bergembira atas hal itu, senang atas duka cita yang menimpa Muslimin, serta menganggap keturunan Nabi telah terputus.

Secara khusus, ada peristiwa, saat itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam masuk ke Masjidil Haram melalui pintu Shafa, kemudian keluar melalui pintu Marwah. Lalu beliau bertemu dengan Ash Bin Wail As-Sahmiy. Kemudian Al-Ash menemui Quraisy dan mereka bertanya, “Siapa yang kamu temui barusan Wahai Abu Amr?” Lalu Al Ash menjawab, “Dia adalah Al-Abtar (yang terpurus).” Maksudnya adalah yaitu Nabi Muhammad. Maka Allah pun menurunkan Surat Al-Kautsar.

Turunnya surat ini sesaat saat Nabi tertidur dalam keadaan tidur ringan (tidak nyenyak). Seperti dalam shahih Muslim dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa suatu saat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di sisi kami dan saat itu beliau tertidur sesaat. Lantas beliau bangun, mengangkat kepalanya dan tersenyum. Kami pun bertanya, “Mengapa engkau tersenyum, wahai Rasulullah?” (Beliau menjawab), “Baru saja turun kepadaku suatu surat (Al-Kautsar).” Lalu beliau membacanya.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Turunnya Surat Al-Kautsar ini sebagai jawaban dan hiburan dari Allah bahwa sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah orang yang kuat dan keluar sebagai pemenang melawan orang-orang kafir, serta pengikutnya pun akan bertambah banyak dan tersebar ke seluruh penjuru dunia. Juga penegasan bahwa meninggalnya putera-putera Nabi tidaklah melemahkan kepribadiannya dan tidak menjadikan keturunannya terputus. Justru orang-orang kafirlah yang pada hakikatnya terputus alias namanya tidak disebut-sebut lagi serta jauh dari segala kebaikan.

Ahmad Musthafa Al-Maraghi menguatkan, surat ini turun dikarenakan kaum Musyrikin Makkah dan kaum Munafik Madinah senantiasa mencela dan mengejek Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan tuduhan-tuduhan bahwa para pengikut Nabi itu hanya terdiri dari orang-orang biasa dan lemah. Tidak ada seorang pun dari kalangan pemimpin, orang terhormat kaum cendekiawan dan orang-orang yang terpandang di masyarakat.

Kemudian turunlah Surat Al-Kautsar ini, yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Rabb-mu, dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.”

Surat ini untuk menguatkan pendirian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, di samping menegaskan bahwa apa yang dituduhkan oleh oleh orang-orang kafir itu adalah omong kosong belaka dan sama sekali tidak ada bukti-buktinya.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Muhammad Abduh menambahkan sebuah riwayat bahwa beberapa orang kafir Quraisy  yang suka mengejek Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, seperti Al-Ash bin Wa’il, Uqbah bin Abi Mu’aith, Abu Lahab dan beberapa lagi lainnya, setelah mengetahui putera-putera Nabi meninggal dunia, mereka berkata, “Muhammad telah terputus.” Yakni tidak ada lagi yang sebutan tentangnya melalui putera-puteranya setelah ia wafat kelak. Maka, surat ini dinamakan Makkiyah (turun di Makkah).

Keadaan seperti itu mereka anggap sebagai suatu cacat cela yang mereka gunjingkan dan mereka jadikan alat untuk menghilangkan simpati kepada Nabi dan para pengikutnya. (Demikian menurut sumber Asbabun Nuzul oleh K.H.Shale, dkk).

Pada riwayat lain disebutkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Sa’id bin Jubair bahwa ayat ini (ayat ke-2) turun pada peristiwa Hudaibiyah, ketika Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah dan memerintahkan salat (Idul Adha) dan berkuban.

Dalam ayat, “Maka dirikanlah salat karena Rabb-mu, dan berkurbanlah.” Hingga dikatakan ayat yang kedua ini disebut turun di Madinah.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Nikmat yang Banyak

Pada ayat pertama disebutkan:

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.”

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Di sini ada kata “Al-Kutsar”, yang diartikan sebagai nikmat yang banyak.

Ada pula pengertian secara khusus bahwa Al-Kautsar artinya adalah telaga di surga yang dijanjikan kepada Nabi dan umatnya yang taat. Namun, ini juga tidak bertentangan, sebab telaga di surga pun bagian dari nikmat yang banyak.

Ini seperti penjelasan Ibnu Abbas bahwa Al-Kautsar adalah telaga yang berada di tengah-tengah surga yang dikelilingi oleh mutiara dan permata, serta dilengkapi para  bidadari yang cantik menawan serta pembantu-pembantu yang melayani kebutuhan penghuninya.

Makna lain dari Al-Kautsar diuraikan oleh Ibnul Jauzi yang merinci 6 (enam) pendapat mengenai makna Al-Kautsar, yaitu:

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

1. Telaga sungai di surga.

2. Kebaikan yang banyak yang diberikan pada Nabi.

3. Ilmu dan Al Qur’an.

4. Nubuwwah (kenabian).

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

5. Banyaknya pengikut dan umat Nabi.

6. Telaga di syurga khusus untuk Nabi, yang juga banyak dikunjungi umatnya kelak.

Syaikh Abu Usamah Salim bin Id Al-Hilali menjelaskan lebih banyak lagi pengertian Al-Kautsar, yaitu ada 17 (tujuh belas):

  1. Sungai di surga.
  2. Telaga Nabi di Mahsyar.
  3. Kenabian dan kitab suci.
  4. Al-Quran.
  5. Al-Islam.
  6. Kemudahan memahami Al-Quran dan aturan syariat.
  7. Banyaknya sahabat, ummat dan kelompok pembela Nabi.
  8. Pengutamaan Nabi di atas orang lain.
  9. Meninggikan sebutan Nabi.
  10. Sebuah cahaya iman di hati Nabi.
  11. Syafaat Nabi.
  12. Mukjizat-mukjizat Allah kepada nabi.
  13. Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah, Muhammad adalah utusan Allah.
  14. Pemahaman terhadap agama Islam.
  15. Salat lima waktu.
  16. Perkara yang agung.
  17. Kebaikan yang merata yang Allah berikan kepada Nabi.

Kesemuanya masih dalam rangkaian nikmat yang banyak. Sehingga dengan semua pengertian itu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak perlu bersedih atas meninggalnya putera-puteranya, tidak perlu lemah atas ejekan orang-orang kafir, serta tidak termasuk orang yang terputus. Justru orang-orang kafirlah yang terputus dari kebaikan-kebaikan Allah.

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah

Salat dan Berkurban

Syaikh Musthafa Al-‘Adawy menyebutkan bahwa orang yang berada dalam fitrah yang selamat, tentu ketika diberi nikmat yang banyak, akan dibalas dengan perwujudan syukur. Dalam hal ini dilakukan dengan melaksanakan shalat (Idul Adha) dan berqurban.

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Artinya; “Maka dirikanlah salat karena Rabb-mu, dan berkurbanlah.”

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh

Perkataan “Karena Rabb-mu” menunjukkan bahwa jadikanlah salat, baik shalat pada umumnya, maupun secara khusus salat Idul Adha, hanya karena Allah dan jangan ada niatan untuk yang selain-Nya. Begitu pula jadikanlah sembelihan kurban itu dengan ikhlas karena Allah.

Jangan seperti yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, di mana mereka melakukan sujud kepada selain Allah dan melakukan penyembelihan atas nama selain Allah.

Bahkan seharusnya shalatlah karena Allah dan lakukanlah sembelihan itu adalah atas nama Allah. Sebagaimana Allah sebutkan di dalam ayat:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (162) لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (163)

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam

“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, sembelihanku (ibadahku), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku, dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (Q.S. Al An’am [6]: 162-163).

Imam Qatadah berpendapat bahwa yang dimaksud shalat di sini adalah shalat Idul ‘Adha. Adapun maksud ‘nahar’ adalah penyembelihan pada hari-hari Idul Adha (tanggal 9 Dzulhijjah) dan hari-hari tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah).

Maka, bagi orang yang memiliki kemampuan pad hari-hari tersebut untuk berkurban, maka berkurbanlah, karena berbagai keutamaan di dalamnya. (berqurban/125506">http://mirajnews.com/keutamaan-berqurban/125506).

Pembenci Nabi, Merekalah yang Terputus

Ayat terakhir dari Surat Al-Kautsar menyebutkan:

إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.”

Yang dimaksudkan ayat ini adalah orang-orang yang membenci dan memusuhi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, pada akhirnya merekalah yang terputus dan tidak ada lagi penyebutan (pujian) untuknya setelah matinya.

Orang-orang kafir Quraisy menyatakan Nabi tidak lagi memiliki keturunan laki-laki karena semuanya meninggal dunia, dan dianggap terputus. Maka Allah pun membalasnya dengan meninggikan pujian bagi Nabi. Nabi dipuji bahkan disebut tanpa putus, oleh orang-orang terdahulu dan belakangan di tempat yang tinggai hingga hari pembalasan.

Kita umat Islam yang jumlahnya miliaran, yang sebagian jutaan di tanah suci menunaikan ibadah haji. Semuanya membacakan salat kepada Nabi Muhammad di dalam salat, yakni saat tahiyyat (awal dan akhir) pada salat.

Ibnu Katsir di dalam Tafsir Al-Quranul Karim menjelaskan ayat ini bahwa yang dimaksud “al-abtar” adalah jika seseorang meninggal dunia, maka ia tidak akan lagi disebut-sebut (disanjung-sanjung). Inilah kejahilan orang-orang musyrik. Mereka sangka bahwa jika anak laki-laki seseorang mati, dalam hal ini yang menimpa Nabi, maka ia pun tidak akan disanjung-sanjung. Padahal tidak demikian. Bahkan Nabi yang tetap dipuji dan disebut. Syariat Nabi tetap berlaku selamanya, hingga hari kiamat saat manusia dikumpulkan dan kembali.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menguatkan, surat ini sungguh berisi penjelasan mengenai nikmat yang diberikan oleh Allah kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yaitu beliau dikaruniakan kebaikan yang banyak.

Kemudian di dalamnya berisi perintah untuk mengerjakan salat dan berkurban, juga maksudnya ibadah lainnya, harus dikerjakan atas dasar ikhlas karena Allah.

Kemudian terakhir dijelaskan bahwa siapa yang membenci Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan membenci satu saja dari ajaran Nabi, merekalah yang nantinya terputus yaitu tidak mendapatkan kebaikan dan barakah. Wallahu a’lam. (P4/)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Indonesia
Tausiyah
Tausiyah
Tausiyah
Breaking News