Oleh Ali Farkhan Tsani, Redaktur Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)
Ketika bulan puasa Ramadhan hadir di tengah-tengah kita, maka segala kebaikan seakan begitu mudah dilakukan, pahala pun dilipatgandakan. Sebaliknya, kejahatan dan kemaksiatan akan semakin berkurang, karena pada bulan Ramadhan itu pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup, bahkan syaitan pun terbelenggu.
Hal ini seperti disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam sabdanya:
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
Artinya: “Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan syaitan pun dibelenggu.” (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta
Pada lafadz lain disebutkan:
إِذَا كَانَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ
Artinya: “Jika masuk bulan Ramadhan, pintu-pintu rahmat dibukan, pintu-pintu Jahannam ditutup dan setan-setan pun diikat dengan rantai.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Berkenaan dengan hal itu, Al-Qadhi ‘Iyadh dalam Fath Al-Bari Syarh Muslim menyatakan bahwa yang dimaksud adalah makna secara tekstual dan hakiki. Terbukanya pintu surga, tertutupnya pintu neraka dan terikatnya syaitan adalah menjadi tanda masuknya bulan suci Ramadhan, karena begitu mulianya bulan tersebut sehingga syaitan pun terhalang mengganggu orang beriman.
Ini isyarat pula bahwa pahala dan pemaafan dari Allah begitu banyak pada bulan Ramadhan. Tingkah syaitan dalam menggoda manusia pun berkurang karena mereka bagaikan para tahanan ketika itu.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari
Al-Qadhi melanjutkan, “Juga dapat bermakna terbukanya pintu surga karena Allah memudahkan berbagai kethaatan pada hamba-Nya di bulan Ramadhan seperti puasa dan shalat malam (tarawih). Hal ini berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Di bulan Ramadhan, orang akan lebih sibuk melakukan kebaikan daripada melakukan maksiat. Inilah sebab mereka dapat memasuki surga dan pintunya. Sedangkan tertutupnya pintu neraka dan terbelenggunya syaitan, inilah yang mengakibatkan seseorang mudah menjauhi maksiat ketika itu.”
Namun walaupun demikian tetapi mengapa maksiat masih saja ada pada bulan Ramadhan, walaupun katany syaitan itu dibelenggu atau diikat?
Hal ini dijelaskan oleh Abul ‘Abbas Al-Qurthubi, yang menjelaskan bahwa syaitan diikat dari orang yang menjalankan puasa yang memperhatikan syarat dan adab saat berpuasa. Adapun yang tidak menjalankan puasa dengan benar, maka syaitan pun tidaklah terbelenggu darinya. Apalagi yang tidak puasa tanpa hal yang dibenarkan oleh syariat. Atau seandainya pun dikatakan bahwa syaitan tidak mengganggu orang yang berpuasa, tetap saja maksiat bisa terjadi dengan sebab lain yaitu dorongan hawa nafsu yang masih ada di dalam diri manusia yang selalu mengajak pada kejelekan, kejahatan dan kemaksiatan, sebagaimana syaitan menggoda manusia.
Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa pada bulan Ramadhan, jiwa lebih condong pada kebaikan dan amalan shalih, yang dengan kebaikan ini sebagai jalan terbukanya pintu surga. Begitu pula kejelekan pun berkurang ketika itu yang akibatnya pintu neraka itu tertutup. Sedangkan setan itu diikat berarti mereka tidaklah mampu melakukan maksiat sebagaimana ketika tidak berpuasa. Namun maksiat masih bisa terjadi karena syahwat. Ketika syahwat itu ditahan, maka syaitan-syaitan pun terbelenggu.
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
Penjelasan lain disampaikan Imam As-Sindi dalam catatan Kitab Sunan An-Nasa’i, hadits ‘syaitan dibelenggu’ tidak berarti meniadakan segala bentuk maksiat. Karena bisa saja maksiat itu muncul disebabkan pengaruh jiwa yang buruk dan jahat. Dan timbulnya maksiat, tidak selalu berasal dari syaitan.
Begitulah kemuliaan bulan suci Ramadhan. Karena itu marilah kita raih dan rengkuh sebanyak-banyaknya dengan amal-amal shalih baik yang bersifat individu seperti shalat, tadarus Al-Quran, berdoa, berti’tikaf dan lainnya. Juga amal yang berdampak sosial seperti mengajar, menulis, memberi shadaqah, menolong orang lain, membersihkan lingkungan, dan seterusnya. Semoga Allah menerima amal kita semua. Aamiin. (P4/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim