Maharashtra-New Delhi, 4 Ramadhan 1435/2 Juni 2014 (MINA) – Pengadilan Mumbai mengeluarkan peraturan pelarangan terhadap tahanan Muslim mendapatkan makanan dari keluarga mereka untuk makan sahur dan berbuka.
Hal itu sesuai dengan perintah pengadilan yang dikeluarkan pada Juni oleh Hakim LR Pansare yang menolak tuntutan 19 tahanan Muslim mendapatkan haknya selama Ramadhan, padahal pada tahun sebelumnya para tahanan mendapatkan izin untuk memperoleh makanan dan buah-buahan yang dikirim dari keluarga mereka.
“Kami mengharapkan hal yang sama seperti pada tahun sebelumnya, tapi pengadilan menolaknya,” kata Gulzar Azmi, Sekretaris Jenderal Jamiat Umena-e-Hind di Maharashtra kepada Onislam dan dikutip oleh Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Rabu.
Permintaan datang dari pengadilan Organisasi Pengendalian Aksi Kejahatan Maharashtra (MCOCA) yang meminta penjara tetap memberikan makanan kepada para tahanan pada waktu yang ditentukan sebelumnya tanpa merubah meski pada saat Ramadhan. MCOCA adalah hukum yang ditetapkan oleh negara bagian Maharashtra di India untuk memerangi kejahatan dan terorisme terorganisir.
Baca Juga: Enam Orang Tewas Terinjak-injak dalam Insiden di Perayaan Lairai Zatra di India
Para tahanan diduga kelompok teroris Mujahidin India (IM), dituduh mengirim e-mail yang mengancam sebelum ledakan di Delhi dan Gujarat pada 2008. Meskipun mereka diizinkan membuat makanan sendiri pada Ramadan sebelumnya, kali ini hakim baru memutuskan untuk tidak membiarkan mereka makan di luar jam yang ditentukan meski bulan suci (makan sahur atau buka-red).
Empat puluh lima terdakwa dalam dua kasus lain, seperti kasus ledakan bom di Aurangabad mereka mendapatkan izin makan selama Ramadhan oleh hakim mereka masing-masing. Menolak keputusan diskriminatif, Jamiat Ulema-e-Hind memutuskan untuk mengangkat kasus 19 terdakwa ke Pengadilan Tinggi untuk menolak makanan buatan sendiri.
“Kami mengadakan diskusi dan sampai pada kesimpulan bahwa di dalam penjara Jail Manual, tidak ada ketentuan untuk menyantap makanan buatan sendiri, “kata Gulzar Azmi.
Dia mengkhawatirkan bahwa jika pihaknya melakukan pendekatan ke Pengadilan Tinggi akan ada masalah besar yang mengakibatkan semua para tahanan tidak mendapatkan makanan untuk sahur dan berbuka. Karenanya pihaknya meminta Komisi Minoritas (Komisi Minoritas India yang berurusan dengan isu-isu agama, minoritas non-Hindu, termasuk Muslim) untuk mendekati pemerintah sehingga sisa terdakwa juga bisa mendapatkan makanan,” tambahnya.
Baca Juga: Singapura Gelar Pemilu ke-14 Hari Ini
Sementara para kerabat tahanan mereka membantah bahwa mereka tidak senang atas keputusan pengadilan yang melarang pengiriman makanan untuk berbuka dan sahur selama bulan puasa Ramadan.
“Kami tahu bahwa mereka salah karena terlibat dalam kasus ini dan berada di belakang bar untuk kejahatan yang tidak mereka lakukan. Tapi mereka harus tetap mendapatkan izin untuk menunaikan kewajiban agama mereka, ” kata seorang kerabat dari seorang terdakwa yang tidak mau disebutkan namanya.
Dia menegaskan bahwa hakim yang terhormat harus menimbang kasus tersebut. Orangtua lain terdakwa berdoa kepada Allah bahwa Ramadhan ini akan menjadi yang terakhir untuk anak mereka yang berada di penjara.
“Kami berharap bahwa Ramadhan ini akan menjadi yang terakhir bagi mereka di penjara. Kami memiliki keyakinan penuh kepada Allah dan sistem peradilan dari India, “kata mereka OnIslam.
Baca Juga: [Bedah Berita MINA) Pakistan vs India Memanas, Ancaman Perang Nuklir
Badan-badan keamanan India sering dituduh dengan tuduhan palsu yang melibatkan Muslim dalam kasus-kasus teror. Mayoritas umat Islam merasa bahwa mereka tidak pernah mendukung terorisme dalam bentuk apapun di negara ini.
Tetapi pada saat yang sama mereka ingin memastikan bahwa Muslim yang tidak bersalah tidak ditargetkan hanya karena mereka milik agama atau komunitas tertentu. Ramadhan dimualai di India pada Senin 30 Juni.(T/P08/EO2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Kepala Militer India dan Pakistan Adakan Pembicaraan di Tengah Ketegangan