Jakarta, 23 Jumadil Awwal 1436/14 Maret 2015 (MINA) – Pakar ekonomi Islam menyatakan, kehancuran mata uang kertas disebabkan tidak didukung dengan nilai emas.
Rokhmat S. Labib yang menyandang gelar Magister Ekonomi Islam menilai mata uang selemah Rupiah sangat rentan terjadi perubahan dan dipermainkan oleh spekulan-spekulan mata uang.
“Jika mata uang tidak diikat atau diukur dengan emas, maka akan sangat rentan terjadi perubahan, apa lagi mata uang lemah seperti Rupiah,” kata Rokhmat kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA) saat ditemui usai acara seminar kepemimpinan di Jakarta Islamic Center, Sabtu (14/3).
Ia mengungkapkan, pada 1944-1976 ada perjanjian Bretton Woods yang mengharuskan semua negara “mengikat” mata uangnya berdasarkan nilai emas.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
“Dolar saat itu berdasarkan harga emas. Namun setelah 1971 dan seterusnya, Dolar tidak lagi didasarkan pada emas, Dolar dicetak semaunya,” katanya.
Perjanjian Bretton Woods mengharuskan semua negara mencetak mata uangnya berdasarkan nilai emas. Dolar saat itu pun berdasarkan harga emas.
Menurut Rokhmat yang juga merupakan Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia, setelah tahun 1971 dan seterusnya, Dolar tidak lagi didasarkan pada emas, mata uang Amerika Serikat (AS) itu dicetak semaunya.
“Amerika mencetak Dolar semaunya kemudian menukarnya dengan kekayaan negeri-negeri Islam,” katanya.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Terkait program ekonomi pemerintah Indoensia, dia menilai program yang menggunakan sistem demokrasi, maka akan tambah hancur.
“Jika ekonomi ingin menjadi lebih baik, buang kapitalisme dan lebiralisme kemudian ganti dengan syariah dan khilafah,” tegasnya.
Setelah dibuka pada 13,147.5 di awal pekan, kurs Rupiah sempat menguat ke 13,026 di pertengahan pekan, tetapi kemudian anjlok dan ditutup pada 13,240 per Dolar AS di hari Jumat (13/3).
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardoyo mengatakan, BI akan menjalankan kebijakan moneter yang lebih ketat untuk stabilisasi nilai tukar rupiah.
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon
“Jadi, arah kebijakan Bank Indonesia secara moneter akan dijaga bias ketat,” kata Agus. (L/P001/R11)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah untuk Santri di Kalteng