Jakarta, MINA – Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Nurhayati Ali Assegaf bertemu dengan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) membahas krisis kemanusiaan terhadap etnis Rohingya di Rakhine State, Myanmar.
“Pertemuan dengan Wapres tadi membahas mengenai isu-isu kemanusiaan, sebagaimana kapasitas Pak JK sebagai Wapres dan Ketua Palang Merah Indonesia (PMI),” ujar Nurhayati kepada wartawan usai berdialog secara tertutup di Istana Wapres, Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (27/11).
Kepada JK, Nurhayati menyampaikan bahwa sebelumnya dirinya juga telah mengundang UNHCR untuk membahas perkembangan terakhir bantuan Komisioner Tinggi PBB untuk pengungsi atau UNHCR terhadap etnis Rohingya yang berada di Bangladesh maupun di Rakhine State.
Baca Juga: Syaikh El-Awaisi: Menyebut-Nyebut Baitul Maqdis Sebagai Tanda Cinta Terhadap Rasulullah
Selaku President International Humanitarian Law, Nurhayati mengakui isu Rohingya cukup sensitif. Namun, sisi lain, pemerintah dan masyarakat Indonesia menginginkan agar krisis kemanusiaan di Rakhine segera terselesaikan sehingga tidak ada lagi korban. “Siapapun bisa hidup dengan damai, terlepas dari etnis agama, ras maupun budaya,” imbuhnya.
“Sebagai president IHL tentunya saya harus memastikan bahwa semua negara memberikan bantuan. Alhamdulillah, Pak JK sebutkan Indonesia bekerja sama dengan MER-C membangun Rumah Sakit di Rakhine State,” jelas papar politisi dari F-Demokrat ini.
Sementara itu, masih dilanjutkannya, Wapres JK mengatakan sejatinya isu Rohingya merupakan salah satu prioritas pemerintah, namun selama ini negara ASEAN tidak bisa berbuat banyak karena menganut prinsip non-intervensi.
“Seperti yang terjadi di ranah Parlemen, di AIPA kita tidak berhasil karena sifat ASEAN Charter yang konsensus. Karena itu, tadi saya juga mengusulkan agar pengambilan keputusan berdasarkan voting,” sambung Nurhayati.
Baca Juga: AWG: Daurah Baitul Maqdis, Jadi Titik Balik Radikal untuk Perjuangan Umat Islam
Menurutnya, mekanisme pengambilan secara konsensus perlu dipertimbangkan kembali. Mengingat, beberapa bidang atau permasalahan harus disikapi lebih fleksibel. Ia menilai, ASEAN perlu mulai mempertimbangkan pilihan-pilihan nonkonsensus untuk memutuskan sebuah perkara, misalnya dengan melalui mekanisme voting.
Nurhayati menekankan, isu-isu kemanusiaan tidak bisa dihentikan, hanya karena satu negara yang tidak mau berkompromi. Seperti pembahasan isu kemanusiaan di Rohingya itu dihentikan karena Myanmar tidak menyetujui. Hal ini juga yang terjadi di Sidang AIPA, ketika BKSAP mengajukan resolusi untuk Rohingya, namun disetop karena tidak konsensus.
“Akhirnya, kemarin di AIPA itu, pembahasan politik pun terhenti. Satu sisi, kita juga tidak ingin membawa isu politik, jika isu kemanusiaan di Rohingya tidak dibahas. Nah, hal-hal ini sebaiknya ke depan bisa dipecahkan secara bersama sehingga tidak ada lagi krisis kemanusiaan,” kata politisi dari dapil Jawa Timur V ini. (R/R06/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [WAWANCARA EKSKLUSIF] Ketua Pusat Kebudayaan Al-Quds Apresiasi Bulan Solidaritas Palestina