Jakarta, 29 Sya’ban 1436/16 Juni 2015 (MINA) – Pakar astronomi dari Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama, Cecep Nurwendaya mengatakan, tidak ada referensi hilal awal Ramadlan 1436H bisa teramati di seluruh wilayah Indonesia.
Hal ini disampaikan Cecep saat memaparkan data posisi hilal menjelang awal bulan Ramadlann 1436H/2015M pada Sidang Itsbat Awal Ramadlan 1435H, Jakarta, Selasa (16/06).
Menurut Cecep, penetapan awal bulan hijriyah didasarkan pada hisab dan rukyat. Proses hisab sudah ada dan dilakukan oleh hampir semua ormas Islam.
Rukyat adalah observasi astronomis, karena itu, lanjut Cecep, harus ada referensinya.Kalau ada referensinya diterima, sedang kalau tidak berarti tidak bisa dipakai. Lantas bagaimana posisi hilal awal Ramadlan 1436H? Cecep menjelaskan bahwa ijtimak terjadi hari ini, pukul 21.05 Wib, 22.05 WITA, 23.05 WIT. Demikian siaran pers resmi Kemenag kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Baca Juga: Tim SAR dan UAR Berhasil Evakuasi Jenazah Korban Longsor Sukabumi
Seluruh wilayah Indonesia mengalami ijtimak setelah terbenamnya matahari. Ketinggian hilal di seluruh Indonesia, negatif sangat signifikan; kira-kira antara minus 4,3 sampai minus 2,2 derajat.
Cecep menambahkan, dengan merujuk pada posisi hilal di Pelabuhan Ratu karena posisi hilal awal Ramadlan 1436H di sana, menurut Cecep mempunyai ketinggian yang maksimum. Namun demikian, Cecep menegaskan bahwa posisi hilal di Pelabuhan Ratu yang dijadikan sebagai markaz takwim Indonesia juga minus, yaitu minus 1,80 derajat.
“Posisi hilal awal Ramadlan 1435H/2014M di Pelabuhan Ratu secara astronomis: tinggi hilal: minus 1,80 derajat; jarak busur bulan dari matahari: 5,41 derajat; umur minus 3 jam 20 menit 34 detik,” terang Cecep.
“Hilal tidak mungkin dapat terlihat sebelum terbenamnya matahari. Hilal juga tidak mungkin dapat terlihat setelah terbenam. Hilal terbenam 8 menit 40 detik sebelum matahari terbenam. Hilal terbenam terlebih dahulu dibanding matahari,” tambahnya.
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
Sementara itu, Cecep menjelaskan, dasar kriteria imkanurrukyat yang disepakati MABIMS adalah minimal 2 derajat atau umur bulan minimal 8 jam. Ini sudah menjadi kesepakatan MABIMS. Sehubungan itu, kata Cecep, karena ketinggian hilal di bawah 2 derajat bahkan minus, maka tidak ada referensi pelaporan hilal jika hilal awal Ramadlan teramati di wilayah Indonesia.
Selain itu, lanjut Cecep, juga tidak ada referensi empirik visibilitas hilal jika hilal awal Ramadhan teramati di wilayah Indonesia. Menurutnya, Limit Danjon menyebutkan bahwa hilal akan tampak jika jarak sudut bulan matahari lebih besar dari 7 derajat.
Konferensi penyatuan awal bulan Hijriyah International di Istambul tahun 1978 mengatakan bahwa awal bulan dimulai jika jarak busur antara bulan dan matahari lebih besar dari 8 derajat dan tinggi bulan dari ufuk pada saat matahari tenggelam lebih besar dari 5 derajat.
Sementara rekor pengamatan bulan sabit dalam catatan astronomi modern adalah hilal awal Ramadlan 1427H di mana umur hilal 13 jam 15 menit dan berhasil dipotret dengan teleskop dan kamera CCD di Jerman.
Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat
Bahkan, dalam catatan astronomi modern, jarak hilal terdekat yang pernah terlihat adalah sekitar 8 derajat dengan umur hilal 13 jam 28 menit. Hilal ini berhasil diamati oleh Robert Victor di Amerika Serikat pada 5 Mei 1989 dengan menggunakan alat bantu binokulair atau keker. (T/P002/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain