Jakarta, MINA – Kasus yang menimpa pekerja migran Indonesia asal Madura, Jawa Timur, Zaini Misrin, kembali memunculkan isu mengenai lemahnya perlindungan terhadap para pahlawan devisa tersebut oleh pemerintah.
Minimnya data dan informasi mengenai para pekerja migran serta keberadannya menjadi alasan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap status para pekerja migran. Oleh karena itu perlindungan yang menggunakan basis data sangat penting.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Imelda Freddy, mengatakan, basis data yang paling efektif ada data KTP-E karena data ini adalah basis data kependudukan untuk seluruh warga negara Indonesia.
Penggunaan data KTP-E juga dinilai Imelda efektif karena memberikan banyak informasi yang dibutuhkan terkait seorang warga negara.
Baca Juga: Syubban Jambi Kibarkan Bendera Palestina di Puncak Gunung Dempo
“Proses validasi data bagi para pekerja migran penting dilakukan karena ini merupakan salah satu tahapan bagi pemerintah untuk dapat memberikan perlindungan hukum kepada setiap warga negaranya, dan ini tidak terikat oleh faktor lokasi dan geografi. Masalahnya, jika pemerintah Indonesia tidak tahu keberadaan atau jumlah aktual warga negaranya, bagaimana perlindungan ini bisa diberikan? Karena itu, proses validasi data ini harus menjadi prioritas pemerintah saat ini, terlebih lagi karena belakangan ini banyak pekerja migran yang terlibat kasus hukum,” jelas Imelda dalam sebuah keterangan yang diterima MINA, Jumat.
Dengan menggunakan KTP-E yang dapat diakses secara online, proses pencocokan data akan jadi lebih mudah serta dapat menghindari pencatatan data secara ganda atau tidak akurat. Proses validasi data ini berlaku bagi setiap pekerja migran yang bekerja diluar negeri, baik yang menempuh jalur resmi atau jalur tidak resmi.
Selanjutnya, lanjut Imelda, hasil dari validasi data ini dapat digunakan sebagai instrumen pemerintah untuk melakukan proses monitoring serta track and trace.
Dengan adanya validasi data, pemerintah dapat mengetahui secara faktual dan konkret jumlah pekerja migran Indonesia yang sedang bermukim dan bekerja di luar negeri.
Baca Juga: Ulama Palestina: Ujian Pertama untuk Bebaskan Al-Aqsa adalah Shubuh Berjamaah
“Dengan demikian, proses ini memungkinkan pekerja migran yang sedang mengalami kasus hukum untuk mendapatkan bantan hukum sedini mungkin dan memungkinkan penyelesaian kasus secara damai,” kata Imelda. (R/R11/RS2)
Miraj News Agency (MINA)
Baca Juga: UAR Korwil NTT Ikuti Pelatihan Water Rescue