Tokoh Lintas Agama Ajak Masyarakat Lindungi Hutan Tropis

Jakarta, MINA – Interfaith Rainforest Initiative (IRI) atau Prakarsa Lintas Agama untuk Tropis mengajak masyarakat untuk menjaga dan melindungi hutan tropis.

Ajakan itu disampaikan oleh Ketua Panitia Lokakarya, Dialog, dan Peluncuran Interfaith Rainforest Initiative (IRI) Indonesia, .

Dalam acara tersebut, Hayu mengatakan, Indonesia sebagai salah satu dari lima negara yang memiliki cadangan 70 persen hutan tropis dunia sangat penting untuk melindunginya. Hutan tropis adalah suatu mekanisme yang turut menjaga perubahan iklim.

“Efek perubahan iklim yang dirasakan saat ini, kalau dilihat dari data BNPB bencana itu naik terus dari tahun ke tahun, efeknya bencana meningkat dan itu akan terjadi lagi kekurangan pangan dan kekurangan air. Kalau ini ga  cepat diatasi akan terjadi national chaos,” kata Hayu di sela-sela acara kepada awak media di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Kamis (30/1).

Sebelum itu menjadi serius, katanya, pihaknya ingin mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menjaga , termasuk di dalamnya hutan tropis.

“Marilah sama-sama kemanusiaan ini, kita garap bersama. Hutan dalam kaca mata kami, itu adalah hutan sebagai sarana atau wadah untuk kelangsungan hidup manusia sebagai penghidupan, obat, sarana beribadah dan macam-macam,” ucapnya.

“Dari kaca mata kemiskinan, kaca mata keadilan sosial dan pembangunan ramah lingkungan dan kaca mata suistanable development jadi kami ngeliatnya lebih ke arah-arah itu bukan secara teknis,” katanya menambahkan.

Ia mengungkapkan, sejauh ini pihaknya melakukan beberapa langkah atau strategi agar masyarakat lebih memahami pentingnya menjaga hutan tropis, seperti melakukan edukasi, advokasi, serta diskusi dengan para pebisnis, bagaimana meningkatkan pemahaman keagamaan terkait dengan hutan.

Hayu mengakui bahwa tidak semua ulama atau pemuka agama itu bisa mengaitkan hutan dengan ayat-ayat yang ada. Dalam Islam ada dalil aqli dan naqli, yang keduanya harus nyambung. Hal-hal seperti itu, menurutnya, adalah sebuah konsep teological yang harus sama.

“Kita punya program eco rumah ibadah untuk  masjid. Kalau di gereja ada di greenchurch. Jadi rumah ibadah sebagai pusatnya, dan ini sebagai wadah yang bisa menggerakan ini semua. Pergerakannya melalui rumah ibadah, merubah dari diri kita sendiri dulu ,” katanya. (L/R2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)