Bamako, Mali, 4 Ramadhan 1436/21 Juni 2015 (MINA) – Aliansi oposisi bersenjata pimpinan Tuareg dan pemerintah Mali menandatangani kesepakatan damai pada Sabtu (20/6).
Kesepakatan yang ditengahi oleh Pemerintah Aljazair itu ditandatangani oleh perwakilan dari Koordinasi Gerakan Azawad (CMA) di Bamako, ibukota Mali.
Pemerintah Mali akan memberikan otonomi yang lebih besar kepada wilayah utara yang jarang penduduknya, dalam upaya mengakhiri siklus empat kali pemberontakan yang terjadi sejak negara itu merdeka dari Perancis pada 1960, Al Jazeera yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Kesepakatan Aljazair itu bertujuan untu membawa stabilitas ke gurun utara yang luas di negara itu, di mana lahir beberapa pemberontakan Tuareg sejak 1960-an dan menjadi tempat perlindungan bagi para pejuang bersenjata yang terkait dengan Al-Qaeda.
Dokumen sudah ditandatangani pada Mei lalu oleh delegasi pejuang dan pemerintah, tapi CMA telah menahan diri sampai amandemen disepakati dua pekan lalu.
Baca Juga: Wabah Kolera Landa Sudan Selatan, 60 Orang Tewas
Para oposisi akhirnya setuju untuk melakukannya pada 5 Juni setelah memenangkan ketentuan bahwa pejuangnya dimasukkan bergabung dalam pasukan keamanan untuk utara, dan penduduk daerah memiliki perwakilan di lembaga pemerintah.
Menteri Luar Negeri Belanda Bert Koenders yang merupakan mantan kepala pasukan penjaga perdamaian PBB di Mali, dan Presiden Prancis Francois Hollande menyambut komitmen CMA atas kesepakatan itu dan mendesak Pemerintah Mali untuk memastikan kesepakatan itu diimplementasikan.
Menteri Luar Negeri Aljazair Ramtane Lamamra yang telah memimpin upaya internasional untuk menengahi pembicaraan damai, turut menghadiri upacara penandatangan perdamaian tersebut bersama dengan puluhan tokoh oposisi.
Perjanjian damai yang disepakati selama di bawah naungan PBB, menyerukan penciptaan majelis daerah terpilih untuk Mali Utara. (T/P001/P2)
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20