Tak semua amil berstatus kelas menengah yang aman. Di tengah pandemi COVID-19, ada sejumlah amil yang kesulitan hidup di tengah situasi saat ini. Pemerintah memang telah mengumumkan adanya dua paket stimulus ekonomi bernilai Rp 405,1 triliun bagi masyarakat yang terkena dampak pandemi COVID-19. Paket stimulus ekonomi tersebut di antaranya adalah kartu sembako dan keringanan pembayaran listrik.
Sayangnya, sejumlah amil tak masuk kategori ini, sehingga mereka yang sebelum pandemi ini hidupnya “pas-pasan” lantas jadi semakin rentan terjatuh masuk ke kategori miskin.
Di dunia zakat, tak semua amil digaji dengan jumlah memadai. Ada sejumlah amil yang pendapatan-nya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka saja. Dari data yang terhimpun di Forum Zakat, sebagian besar amil tinggal di kawasan perkotaan, walaupun di pinggiran dan jauh dari pusat kota utamanya. Secara sosiologis tipe keluarga amil ini adalah keluarga perkotaan yang hidup di rumah yang tak terlalu besar dan tak memiliki pekarangan luas layaknya di desa.
Di tengah pandemi Corona baru (COVID-19) tentu saja kondisi seperti ini, memiliki kerentanan, terutama bagi amil yang selama ini gajinya dari lembaga zakat hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan utamanya.
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Amil Yang Terus Bertahan
Meski amil zakat dapat digolongkan sebagai kelas menengah karena memiliki gaji rutin bulanan dan sebagian juga telah memiliki rumah sendiri, namun sejumlah amil yang lain mengaku bahwa gajinya sebagai amil zakat tak terpaut jauh dari upah minimum regional. Situasi ini secara umum sama dengan sebagian besar kelas menengah Indonesia yang rentan ter-degradasi dan jatuh menjadi mustahik.
Amil zakat saat ini tak berharap banyak di Ramadhan nanti akan dapat Tunjangan Hari Raya (THR). Bagi mereka bisa melewati situasi sulit saat ini sudah sangat bersyukur. Urusan mudik, apalagi baju baru lebaran, jelas bukan lagi prioritas. Dalam situasi pandemi COVID-19, pada dasarnya semua kalangan terkena dampaknya. Namum parah tidaknya dampak yang terjadi tergantung pada kemampuan dan ketahanan keluarga masing-masing. Di luar itu, support gaji bulanan, serta tabungan akan sangat membantu kemampuan sebuah keluarga bisa bertahan.
Sejak awal, sebagian amil zakat ini termasuk kelas menengah yang berada pada level yang memang rentan kembali ke kelas miskin jika ada bencana alam atau masalah penyakit kesehatan dengan skala yang luas seperti pandemi COVID-19 sekarang.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Dalam pernyataan Bank Dunia, pandemi COVID-19 akan menambah jumlah penduduk miskin di kawasan Asia Timur dan Pasifik, termasuk Indonesia, hingga 11 juta orang. Saat yang sama, Organisasi Buruh Dunia memperkirakan pandemi global ini mengakibatkan hilangnya 5 sampai 25 juta lapangan pekerjaan, dan pendapatan warga dunia akan berkurang sampai 3,4 triliun dolar AS. Situasi menurunnya ekonomi di Indonesia pun perlahan terjadi. Di Jakarta, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi melaporkan bahwa sampai dengan 3 April terdata laporan 21.797 pekerja yang dirumahkan dan 3.611 pekerja yang di-PHK.
Bila para amil kehidupannya di desa. Tentu akan berbeda situasinya. Orang-orang yang hidup di desa, khususnya petani dan buruh tani, berdasarkan penelitian, sistem imunisasi alami fisiknya sangat kuat bila dibandingkan dengan masyarakat kota. Hal ini terjadi karena mereka sudah terbiasa dengan makanan non kimia ( alami ) seperti singkong bakar, ketela bakar, jagung bakar, pete bakar, dan lain-lain. Umumnya orang desa, sayuran pun rata-rata hanya dimasak dengan air lalu dimakan dengan sambel apa adanya. Jelas saja, makanan seperti ini, walau terlihat sederhana, termasuk jenis makanan yang sangat sehat tanpa kimia, dan akan menjadikan imun tubuh secara alami.
Desa juga tentu lebih sehat udaranya. Dengan banyaknya pepohonan yang kaya dengan oksigen, dan tanpa pencemaran lingkungan, jelas udara di desa lebih baik. Di desa pula dengan udara yang sehat tadi, didukung sinar matahari yang melimpah dan kebiasaan berjalan kaki, mengangkut, mencangkul, serta aktifitas fisik lainya jelas akan berpengaruh pada tingkat kebugaran orang-orangnya. Dengan kondisi tubuh yang selalu bugar, hangat dan jauh dari pencemaran lingkungan, orang-orang di desa akan punya kesehatan yang lebih prima.
Faktanya, sebagian besar amil zakat lebih banyak yang tinggal di perkotaan. Dan dalam kondisi seperti ini, jelas amil harus tetap bertahan dan mampu terus hidup dengan kerja keras dan kecerdasan lebih untuk menyiasati kondisi yang semakin tak mudah ini. Berikut ini ada 5 (lima) cara Amil agar tak jatuh miskin karena Corona (COVID-19):
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi
Pertama, mencegah tidak terkena wabah. Penyebab dari wabah ini adalah Corona virus jenis baru yang disebut dengan Novel Corona virus 2019 (2019nCov). Penyakit ini termasuk dalam golongan virus yang sama dengan virus penyebab Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan Middle-East Respiratory Syndrome (MERS). Hingga saat ini, belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan infeksi virus Corona. Oleh sebab itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengimbau agar masyarakat tidak memandang sepele penyakit ini dan senantiasa melakukan tindakan pencegahan. Salah satunya adalah dengan menerapkan social distancing. Selain itu, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah infeksi virus Corona, di antaranya : mencuci tangan dengan benar, menggunakan masker, menjaga daya tahan tubuh, tidak pergi ke negara terjangkit dan menghindari kontak dengan hewan yang berpotensi menularkan coronavirus.
Para amil harus terlibat penuh untuk melakukan upaya pencegahan agar tak terkena wabah. Walau begitu, sebagai Muslim kita tetap harus tenang dalam menghadapinya. Ajaran Islam sendiri sebenarnya memiliki kemampuan yang cukup untuk menghindari virus ini. Islam dalam ajarannya sangat memperhatikan pentingnya kesehatan tubuh, pikiran, dan jiwa. Islam juga mengajarkan pada kita untuk menjaga kebersihan, merawat tubuh, pikiran, dan jiwa kita dengan baik, Ini semua merupakan bagian dari sunah Nabi dan selaras dengan perilaku untuk mencegah kita terinfeksi dari virus maupun bakteri yang menganggu kesehatan tubuh.
Kedua, tetap aktif bekerja walau tetap di rumah dan dalam status Work From Home (WFH). Bekerja di rumah dalam situasi saat ini bukanlah sebuah pilihan. Hal ini karena WFH kali ini disebabkan adanya pandemik virus corona baru (COVID-19). Bisa saja WFH membuat sebagian orang yang tak terbiasa mengalami stres. Walaupun dalam WFH, Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan kita tetap menjaga jejaring sosial selama isolasi diri. Ketika Presiden meminta pekerja WFH dan sekolah-sekolah Study From Home (SFH), itu semua demi keselamatan dan keamanan bersama.
Dalam pembatasan kontak fisik karena COVID-19, sebenarnya kita tetap bisa terhubung dengan teman, relasi dan saudara kita melalui email, media sosial, konferensi video, telepon, dan lainnya. Biarpun begitu, saat WFH, kita tetap harus menetapkan waktu istirahat saat bekerja di rumah. Hal ini kadang kurang kita sadari karena terlihat seperti tidak sedang bekerja. Selain makan siang, pertimbangkan untuk melakukan peregangan di sela-sela waktu kerja. Hindari juga stress dan rasa bosan yang melanda ketika berkegiatan dan bekerja di rumah. Dengan ketenangan hidup, semoga kita tetap bugar dan imunitas terjaga dengan baik dan terbebas dari dampak penyebaran virus Corona.
Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan
Ketiga, Terus membantu dan memudahkan mustahik. Lembaga zakat walau di tengah wabah COVID-19, tetap berkomitmen terus memberikan pelayanan kepada muzaki dan mustahik. Khusus untuk mustahik, walau ada batasan protokol COVID-19 yang harus ditaati, pekerjaan membantu dan memuliakan mustahik terus dilakukan. Mustahik ini juga termasuk kelompok rentan yang akan terimbas wabah COVID-19, terutama dengan adanya social distancing dan lalu diikuti physical distancing dalam mencegah penularan COVID-19. Walau sebagian amil WFH, seluruh kanal komunikasi untuk memudahkan layanan muzaki dan mustahik tetap perlu dioptimalkan. Koordinasi pun walau lewat beragam aplikasi sosial media, masih bisa dilakukan secara rutin. Saat yang sama, layanan zakat digital juga terus dimaksimalkan untuk menjadi sarana muzaki bayar zakatnya tidak mengalami kesulitan.
Keempat, Ada stimulus dari Lembaga Zakat. Dengan terus meningkatnya wabah atau pandemi COVID-19, berisiko makin menambah jumlah orang miskin. Dengan situasi ini, para amil zakat kesibukannya akan semakin meningkat juga. Lebih parahnya lagi, orang-orang yang selama ini relatif lebih aman, karena berada di atas garis kemiskinan, ternyata juga terdampak dan nyaris miskin. Para amil dengan situasi ini juga memiliki kerentanan akibat meningkatnya konsumsi rumah tangga dan pengeluaran hariannya selama WFH. Lembaga-lembaga zakat dengan situasi ini idealnya lebih sensitif dan bersedia membantu memberikan stimulus bantuan untuk para amilnya agar mereka tetap mampu bertahan dan keluarganya bisa survive. Apalagi para amil karena tidak punya pekarangan atau lahan yang cukup, tidak bisa dibantu kebutuhan pangan-nya dari tumbuh-tumbuhan atau sayuran dan makanan pangan lain yang ada di sekitar rumahnya. Para amil tentu saja dalam situasi tadi, memerlukan bantuan dari lembaga-lembaga yang selama ini menjadi tempat mereka bernaung.
Kelima, Tetap terhubung dengan Muzaki atau donatur memiliki kedudukan yang sangat penting bagi lembaga zakat, dan organisasi filantropi pada umumnya. Dengan marketing yang baik, lembaga zakat akan memiliki dukungan yang memadai untuk bisa terus terlibat dalam membantu sesama. Dalam situasi apapun, tetap diperlukan strategi yang baik untuk bisa tetap terhubung dengan muzaki dan berhasil menjaga relasi dengan mereka. Dari relasi yang terbangun, diharapkan dukungan serta donasi (ZIS) mereka tetap lancar mensupport lembaga zakat. Selain soal strategi, ini sebenarnya menyangkut seni. Seni dalam membangun dukungan komprehensif dari muzaki untuk lembaga zakat ini, sebagian bisa kokoh ketika di dukung kreativitas yang baik, dan sebagian yang lain karena panjangnya pengalaman yang dimiliki oleh sebuah lembaga.
Lembaga yang sudah lama berdiri dan punya relasi yang kuat, ditambah dengan sumberdaya yang baik akan lebih punya peluang untuk dan bagi sebuah organisasi nirlaba, adalah aktivitas terus eksis. Dengan jam terbang yang cukup dan kemampuan yang baik, gerakan kampanye dan sosalisasi sebuah lembaga zakat bahkan bisa didanai oleh pihak lain dan malah berpotensi mendapat multi-benefit dari apa yang dilakukan. Dengan dukungan dan dana yang terus mengalir dari muzaki, keberlanjutan lembaga dan program-programnya bisa terus berlangsung. Paradigm marketing yang seperti ini, tidak hanya fokus pada selling semata namun lebih pada memenuhi tujuan jangka panjang lembaga yang strategis. Saatnya, seluruh bagian penting lembaga didorong untuk menyadari paradigm marketing ini secara strategis agar semua elemen bisa mengarah pada rencana yang telah disusun dan “bernilai jual” di hadapan muzaki. Ini soal penting yang harus dikuasai terutama para pimpinan lembaga zakat agar relasi dengan muzaki, sanggup memberi value kepada stakeholder-nya. Wajah lembaga zakat, dari sini akan terlihat yang sebenarnya. Apakah ia pemain jangka pendek yang hanya mementingkan hubungan sesaat atau justru berorientasi pada relasi jangka panjang yang lebih bersifat sustain.
Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina
Keenam, Menjaga pola hidup hemat dan sederhana. Kebiasaan hidup hemat dan sederhana dari para amil berkontribusi pada kemampuan bertahan keluarga amil di situasi yang sesulit apapun. Ketika ada kesulitan hidup akibat adanya pandemi COVID-19 saat ini, semoga perilaku tadi mampu menolong dari situasi yang ada agak tak lebih buruk kondisinya. Dengan daya beli yang secara umum menurun, ditambah harga-harga yang mulai meningkat naik, memang semakin tak mudah. Apalagi sejak adanya kebijakan WFH, tingkat konsumsi anggota keluarga juga mengalami kenaikan.
Ketujuh, mulai menyiapkan ketahanan pangan. Dalam soal ketahanan dan kemandirian pangan, orang-orang yang hidup di desa lebih aman dari situasi pandemi COVID-19. Dengan suasana kekeluargaan yang kuat, semangat gotong royong yang masih terjaga, serta spirit untuk saling menolong, tentu saja akan semakin menguatkan modal sosial yang ada. Di luar itu, di desa banyak sumber pangan tersedia, seperti : singkong, talas, ketela, umbi-umbian yang lain, sayuran, buah-buahan serta berbagai jenis ikan di kolam. Belum lagi ayam dan jenis unggas peliharaan di desa juga tak sulit didapatkan.
Di perkotaan, tempat di mana sebagian besar amil tinggal, tak mudah melakukan upaya-upaya yang mengarah untuk ketahanan pangan. Dengan lahan pekarangan yang terbatas, tentu saja jadi tak leluasa. Namun bila sungguh-sungguh dilakukan, usaha ini masih punya peluang untuk mendukung ketahanan keluarga dari urusan pangan. Konsep urban farming yang mengedepankan optimalisasi lahan sempit di perkotaan bisa diadopsi menjadi solusi ketahanan pangan sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat di tingkat keluarga. Konsep ini juga bisa untuk menekan biaya rumah tangga untuk kebutuhan sehari-hari.
Sebelum wabah Corona merebak, trend urban farming sendiri beberapa tahun ini telah mengalami peningkatan. Pertanian dengan lahan sempit di perkotaan itu digadang bisa menjadi solusi permasalahan pangan di masa yang akan datang. Apalagi bila hal ini dikaitkan dengan turunnya jumlah petani, urbanisasi, dan keterbatasan lahan yang hingga saat ini menjadi masalah serius dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Urban farming bila serius dilakukan akan menjadi upaya untuk mengatasi kelangkaan pangan bahkan mal nutrisi di masyarakat kota. Jika wabah ini semakin panjang durasinya, maka urban farming akan sangat membantu masyarakat, termasuk amil yang tinggal di perkotaan untuk memenuhi sebagian kebutuhan pangannya sendiri. Minimal kebutuhan akan sayuran, buah-buahan serta umbi-umbian bisa dipenuhi untuk konsumsi keluarga para amil.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Namun apa pun yang terjadi bagi amil zakat saat ini, ‘Life must go on‘. Corona baru atau COVID-19 boleh datang dan menimpa, namun kehidupan harus terus berlangsung. Dunia mungkin akan berubah lebih baik setelah ini, namun kekuatan bersabar tentu harus dimiliki agar para amil selamat dan bisa melewati situasi sulit ini.
Dalam perspektif spiritual, Allah SWT bisa jadi sedang menguji kita semua untuk lebih mengingat-Nya. Dalam kesibukan kadang kita lupa bahwa Allah adalah Pemutus dan Penentu takdir atas kehidupan kita. Kita juga kadang lupa, bahwa di balik kehebatan dan kecerdasan manusia, masih ada Allah Subhanahu Wata’ala yang Maha Kuasa.
Ketika virus yang sangat kecil ini datang, sesungguhnya ia mengandung hikmah juga untuk kita renungi bersama. Bisa jadi kejadian hari ini mengingatkan kita agar kita lebih dekat pada-Nya dan memasrahkan diri dalam kesyukuran atas seluruh nikmat dan kebaikan-Nya yang selama ini kita terima. Semoga musibah ini segera berlalu, dan secepatnya pulih kembali. (A/R8/P1)
Semarang, Selasa, 7 April 2020
Baca Juga: Suriah dan Corak Bendera yang Berganti
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman