Tuntunan Puasa Ramadhan (6-Habis)

Oleh Zaenal Muttaqin, wartawan MINA

Beberapa Kekeliruan dalam Ibadah

Ada beberapa kekeliruan dalam pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan, kekeliruan ini sering terjadi karena tidak memahami ketentuan-ketentuan yang telah dijelaskan oleh dalil-dalil yang shohih.

Menentukan masuknya bulan Ramadhan dengan menggunakan ilmu falak atau ilmu hisab semata.

Hal ini tentunya merupakan kekeliruan karena bertolak belakang dengan penjelasan Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam.

Allah ‘Azza wa Jalla menegaskan dalam surat Al-Baqaroh ayat 185:

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“Maka barangsiapa dari kalian yang menyaksikan bulan, hendaknya ia berpuasa”.

Juga dari hadits Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma riwayat Al-Bukhari dan Muslim dan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma riwayat Al-Bukhari dan Muslim, Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam:

صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِّيَ عَلَيْكُمْ الشَّهْرُ فَعَدُّوْا ثَلَاثِيْنَ

“Berpuasalah kalian karena melihatnya dan berbukalah kalian karena melihatnya dan apabila bulan tertutup atas kalian maka sempurnakanlah tiga puluh”.

Ayat dan hadits tersebut menunjukkan bahwa masuknya Ramadhan terkait dengan melihat atau menyaksikan hilal dan tidak dikaitkan dengan menghitung, menghisab dan yang lainnya.

Mempercepat makan sahur.

Hal ini tentunya bertentangan dengan sunnah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam yang beliau mengakhirkan sahurnya sebagaimana yang telah berlalu penjelasannya.

Menjadikan tanda imsak sebagai batasan waktu sahur.

Sering terdengar di bulan Ramadhan tanda-tanda imsak seperti suara sirine, suara rekaman ayam berkokok, suara beduk dan lain-lainnya, yang diperdengarkan sekitar seperempat jam sebelum adzan. Tentunya hal ini merupakan kesalahan yang sangat besar dan bid’ah sesat lagi bertolak belakang dengan tuntunan Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam yang mulia.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan dalam surah Al-Baqaroh ayat 187:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

“Dan makan dan minumlah kalian hingga nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam”.

Dan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menyatakan dalam hadits Abdullah bin ‘Umar riwayat Al-Bukhari dan Muslim:

إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتَّى تَسْمَعُوْا تَأْذِيْنَ ابْنِ أُمِّ مَكْتُوْمٍ

“Sesungguhnya Bilal adzan pada malam hari, maka makan dan minumlah sampai kalian mendengar seruan adzan Ibnu Ummi Maktum”.

Ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa batasan dan akhir makan sahur adalah adzan kedua yaitu adzan untuk sholat subuh. Inilah seharusnya yang dipegang oleh kaum muslimin yaitu menjadikan waktu adzan subuh sebagai batasan terakhir makan sahur dan meninggalkan tanda imsak yang tidak pernah dikenal oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan para sahabatnya.

Melafadzkan niat puasa ketika makan sahur

Dan ini juga merupakan perkara yang keliru karena waktu niat tidak dikhususkan pada makan sahur saja, bahkan bermula dari terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar sebagaimana yang telah kami jelaskan. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam tidak pernah mengjarkan lafaz niat puasa bahkan juga ibadah lainnya.

Meninggalkan berkumur dan menghirup air ketika berwudhu

Ini juga merupakan kekeliruan yang banyak terjadi di kalangan kaum muslimin. Mereka menganggap bahwa berkumur-kumur dan menghirup air merupakan pembatal puasa padahal berkumur-kumur dan menghirup air merupakan perkara yang disunnahkan dalam syari’at Islam sebagaimana yang telah dijelaskan.

Anggapan tidak boleh menelan ludah

Hal ini juga kadang didapati pada kaum muslimin sehingga kadang mendapati sebahagian kaum muslimin yang banyak meludah pada saat puasa. Hal ini merupakan sikap berlebihan dan memberatkan diri tanpa dilandasi dengan tuntunan yang benar dalam syari’at Islam.

Mengakhirkan buka puasa

Ini juga kekeliruan yang banyak terjadi di kalangan kaum muslimin padahal tuntunan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam sangatlah jelas akan sunnahnya mempercepat buka puasa sebagaimana yang telah kami jelaskan.

Menghabiskan waktu di bulan Ramadhan untuk perkara yang sia-sia dan tidak bermanfaat, sebaiknya hal itu dihindari.

Perasaan ragu mencicipi makanan, padahal hal tersebut adalah boleh sepanjang menjaga jangan sampai menelan makanan tersebut sebagaimana terdahulu keterangannya.

Menyibukkan diri dengan pekerjaan yang melalaikan dari ibadah di bulan Ramadhan khususnya pada sepuluh hari terakhir.

Membayar fidyah sebelum meninggalkan puasanya.

Seperti wanita hamil 6 bulan yang tidak akan berpuasa di bulan Ramadhan, lalu ia membayar fidyah untuk 30 hari sebelum Ramadhan atau di awal Ramadhan. Tentunya ini adalah perkara yang salah karena kewajiban membayar fidyah dibebankan atasnya apabila ia telah meninggalkan puasa.

Demikian tuntunan ringkas ini, mudah-mudahan bisa menjadi bekal untuk kita semua dalam menjalani ibadah puasa Ramadhan yang agung dan mulia. Wallahu a’lam (A/B05/P1)

Dari banyak sumber.

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0