Makkah, MINA – Maimun Zubair alias Mbah Moen, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, dikabarkan wafat saat akan menunaikan ibadah haji di Makkah, Arab Saudi pada Selasa (6/8).
Kabar meninggalnya tokoh Ulama Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut tersebar di beberapa media, salah satunya datang dari Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah PBNU KH Abdul Ghafarrozin.
Mbah Moen meninggal dalam usia 91 tahun. Ia berangkat ke Tanah Suci pada Ahad (28/7) lalu.
“Innalillahi wa inna ilahi raji’un. Nembe mawon kapundut Simbah Maimoen Zubair wonten Makkah (baru saja wafat Syekh Maimoen Zubair di Makkah),” katanya dalam sebuah pesan singkat, seperti dikutip dari NU online.
Baca Juga: Cinta dan Perjuangan Pembebasan Masjid Al-Aqsa Harus Didasari Keilmuan
Ulama yang kharismatik ini merupakan salah satu dari anggota Ahlul Hall wal Aqdi (Ahwa) pada Muktamar ke-33 NU di Jombang tahun 2015 lalu.
Ia merupakan seorang alim, faqih sekaligus muharrik (penggerak). Selama ini, Mbah Moen merupakan rujukan ulama Indonesia, dalam bidang fiqih.
Hal ini, karena ia menguasai secara mendalam ilmu fiqih dan ushul fiqih. Ia merupakan kawan dekat dari Kiai Sahal Mahfudh, yang sama-sama santri kelana di pesantren-pesantren Jawa, sekaligus mendalami ilmu di tanah Hijaz.
Mbah Moen lahir di Sarang, Rembang, pada 28 Oktober 1928. Kiai sepuh ini, mengasuh Pesantren al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah.
Baca Juga: Lewat Wakaf & Zakat Run 2024, Masyarakat Diajak Berolahraga Sambil Beramal
Mbah Moen merupakan putra dari Kiai Zubair, Sarang, seorang alim dan faqih. Kiai Zubair merupakan murid dari Syekh Saíd al-Yamani serta Syekh Hasan al-Yamani al-Makky.
Kedalaman ilmu dari orang tuanya, menjadi basis pendidikan agama Mbah Moen sangat kuat. Kemudian, ia meneruskan mengajinya di Pesantren Lirboyo, Kediri, di bawah bimbingan Kiai Abdul Karim. Selain itu, selama di Lirboyo, ia juga mengaji kepada Kiai Mahrus Ali dan Kiai Marzuki.
Pada umur 21 tahun, Mbah Moen melanjutkan belajar ke Makkah Mukarromah. Perjalanan ini, didampingi oleh kakeknya sendiri, yakni Kiai Ahmad bin Syuáib.
Di Makkah, Mbah Moen mengaji kepada Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly dan beberapa ulama lainnya.
Baca Juga: Prof Abd Fattah: Pembebasan Al-Aqsa Perlu Langkah Jelas
Selama hidupnya, Mbah Moen memiliki kiprah sebagai penggerak. Ia pernah menjadi anggota DPRD Rembang selama tujuh tahun.
Selain itu, beliau juga pernah menjadi anggota MPR RI utusan Jawa Tengah. Kini, karena kedalaman ilmu dan kharismanya, Mbah Moen diangkat sebagai Ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Politik dalam diri Mbah Moen bukan tentang kepentingan sesaat, akan tetapi sebagai kontribusi untuk mendialogkan Islam dan kebangsaan. (T/Sj/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama