Uskup Agung Katolik Myanmar Ingatkan Risiko Kudeta Militer

Uskup Agung Myanmar Kardinal Charles Maung Bo. (Foto: INQUIRER/ MAERIANNE BERMUDEZ)

 

Yangon, MINA – Uskup Agung Katolik Myanmar Kardinal Charles Maung Bo menilai kondisi pemerintahan saat ini memiliki risiko militer melakukan kudeta pengambil-alihan  kekuasaan dari pemerintah sipil.

Menurutnya, terkait krisis kekerasan militer terhadap etnis Rohingya di Negara Bagian Rakhine, Aung San Suu Kyi harus bicara, sebab, pemimipin de facto negara itu belum mengecam kekerasan terhadap minoritas Muslim.

“Langkah yang salah akan membuat dia tergusur dari pemerintahan dan itu akan menjadi akhir dari mimpi demokrasi di Myanmar. Kita harus selalu mengingat bahwa tentara telah tiga kali mengambil kembali demokrasi melalui kudeta dalam sejarah Myanmar,” kata Kardinal Bo di Yangon kepada Time melalui email. Demikian Dhaka Tribune memberitakan yang dikutip MINA, Jumat (15/9).

Dia menegaskan bahwa posisi Suu Kyi tetap rapuh. Meskipun Suu Kyi terpilih dalam pemilihan demokratis yang penting pada tahun 2015, militer masih mengendalikan kementerian-kementerian utama pemerintah, termasuk pertahanan, dalam negeri dan urusan perbatasan.

Dia menambahkan bahwa Myanmar memiliki masalah keamanan tidak hanya di Negara Bagian Rahkine, tapi juga di Karen, Kachin, dan Shan.

Menurut Kardinal Bo, orang-orang di Negara Bagian Rakhine menghadapi penderitaan yang “besar”, diperburuk oleh kelalaian dan penganiayaan selama puluhan tahun yang tidak ada penyelesaian yang cepat.

Paus Fransiskus mengangkat Bo sebagai pemimpin puncak umat Katolik di negara itu pada tahun 2015, yang menjadikannya sebagai Uskup Agung pertama dari Myanmar.

Sementara Paus Fransiskus sendiri telah berulang berbicara mendukung warga . (T/RI-1/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.