Wajah Calon Penghuni Surga (Oleh KH Bachtiar Nasir)

Oleh: KH Bachtiar Nasir

(Da’i dan Ulama’ yang sangat sering mengkaji dan mendalami Ilmu-Ilmu Al-Qur’an)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاعِمَةٌ

“Pada hari itu banyak (pula) wajah yang berseri-seri.”  Surat Al-Ghasiyyah: 8).

Wajah yang berseri-seri itulah wajah para penghuni surga. Wajah orang-orang yang amalannya diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wajahnya berseri-seri penuh bahagia karena amal perbuatannya diridai Allah Ta’ala. Tentu untuk mencapai kesana dibutuhkan ilmu yang cukup, bimbingan, taufiq, dan al-irsyad yang jelas. Inilah yang harus kita upayakan agar wajah kita selalu tersenyum karena usaha kita menggapai rida-Nya.

Sedangkan wajah orang di neraka, tertunduk, hina, dan takut karena perbuatannya sia-sia. Ada sisi pemasangan ayat yang indah di dalam surat ini. Wajah orang-orang di neraka tertunduk, malu, dan ketakutan. Sementara wajah orang-orang di surga berseri-seri dan tersenyum bahagia.

Ekspresi yang timbul ini dikarenakan perbuatan. Ekspresi wajah tidak bisa dibohongi. Ekspresi wajah orang yang senantiasa berbuat kebaikan pasti akan baik dilihat, sementara wajah orang yang banyak berbuat jahat pasti tidak membuat nyaman dan membuat orang menjauh.

Wajah orang shaleh yang terpancar adalah refleksi dari perbuatan dan perbuatan mereka. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang tersenyum hingga ke akhirat nanti karena amal salih yang telah kita upayakan. Karena itulah, mari kita dalami lebih jauh tentang wajah dan perbuatan manusia.

Kerja Keras, Kerja Cerdas
Mumpung kita masih di dunia, jika punya salah, maka minta maaflah, bertobatlah. Jika dimampukan bisa berbuat amal saleh, maka tingkatkanlah. Di tengah arus sekularisme yang menghancurkan akidah, perbaiki kembali oreintasi amalnya. Alquran sudah memberikan pandangan sangat konkret tentang ini. Pada prinsipnya, sesungguhnya setiap usaha seseorang kelak akan diperlihatkan kepadanya. Suka atau tidak suka, setiap perbuatan pasti akan diperlihatkan kepada kita hasilnya. Di dunia ini, setiap kita berkeja keras dalam hidup, maka yang diperoleh dan yang akan dihasilkan tidak lebih dari apa yang diusahakan. Karena itulah, harus banyak bekerja keras dan kerja cerdas.

Para pekerja keras yang cerdas, pastilah tidak ingin kehilangan kesempatan di sepertiga malam, ketika Rabb-nya turun untuk mengabulkan doa. Di sepertiga akhir malam inilah, Allah akan mencari kita untuk mengabulkan doa-doa kita. Ter-ijabahnya doa jauh lebih besar dibandingkan dengan shalat-shalat di waktu yang lain.

Baca Juga:  Ini Penyakit Umat Terdahulu yang Disabdakan Nabi Muhammad

Namun, mereka yang hanya mengandalkan dirinya sendiri, jangankan bangun malam dan shalat, rencana bangun saja tidak ada. Disebabkan ini, mereka tidak akan mendapatkan keistimewaan di sepertiga malam. Begitu juga orang yang di siang harinya hanya ingin menerima dan menerima saja, maka tentu akan berbeda usahanya dengan orang yang ingin memberi dan memberi. Dengan hanya ingin menerima, kita akan menjadi orang dengan tangan di bawah, yang akan menerima dari mahluk saja.

Berbeda dengan orang yang berorientasi untuk meminta kepada Allah saja, yang halal saja, dan bersemangat berbagi kepada orang lain, maka hidupnyaa akan berubah. Usaha untuk memberi ini yang akan membuat kualitas hidup Anda berubah. Usaha ini yang akan menetukan kualitas pencapaian yang Anda terima. Apa yang Anda capai, tergantung dari mindset Anda tentang orientasi ilmu.

Inilah beruntungnya manakala kita menjalani hidup berdasarkan ilmu dari Alquran. Di akhirat, kita akan diperlihatkan hasil dari perbuatan yang kita lakukan. Karena itu, sebagai seorang muslim, kita dituntun untuk bekerja cerdas, tidak hanya sekadar bekerja keras. Bekerja cerdas itu adalah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana kerja cerdas yang harus dilakukan agar kelak kita menghadap Allah dengan wajah yang berseri-seri dan diridhai-Nya? Sehingga dapat meraih apa yang disebut dengan lisa’yihaa raadhiyah?

Ingatlah bahwa kuncinya adalah iman. Biasanya orang yang mendapatkan hasil yang maksimal adalah mereka yang berusaha didasari oleh iman. Iman membutuhkan dua pembuktian: perkataan dan perbuatan. Contohnya shalat.

Dalam shalat ada rukun fi’liyah yang bersifat perbuatan dan ada rukun ‘qauliyah yang bersifat perkataan. Dua-duanya harus dikerjakan. Iman yang dibuktikan dengan perkataan dan perbuatan tentu dasarnya adalah ikhlas. Karena itu, jika ikhlas melakukan sesuatu itu pasti nilainya besar. Jadi, tidak mungkin, jika sebuah perbuatan dianggap “kecil” manakala ia sudah diterima oleh Yang Maha Besar. Sebaliknya ada banyak perbuatan hina oleh Allah, tetapi dimaklumi begitu saja oleh kita.

Baca Juga:  Ini Penyakit Umat Terdahulu yang Disabdakan Nabi Muhammad

Orientasi Akhirat

Contoh orang terlibat riba. Orang yang terbiasa dengan riba kehidupannya mudah. Bila ingin mobil baru atau rumah baru tinggal kredit. Langsung utang ke Pinjol. Ini orang-orang yang otaknya dan cara berpikirnya begitu pendek. Cuma gegara ingin punya motor baru, maka dia langsung mengkredit. Kreditnya riba lagi. Menurut kita gampang, tetapi jika begini terus-menerus maka kita akan termasuk orang yang diperangi oleh Allah. Jangan main-main dengan soal kredit.

فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا۟ فَأْذَنُوا۟ بِحَرْبٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ۖ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَٰلِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ

”Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Surat Al-Baqarah: 279).

Begitu pula soal kemusyrikan yang sedang marak di medsos. Syirik itu risikonya meski engkau adalah orang baik di dunia, di akhirat pasti habis terhapus semua. Ikhlas saja tidak cukup. Karena jika hanya ikhlas, maka banyak orang yang ibadahnya hanya mengikuti perasaan. Banyak yang menyangka mana yang dia sukai itulah yang dia kerjakan. Karena, barometernya rasa. Padahal amal itu dianggap besar manakala pembuktian dengan perkataan dan perbuatan ini ada.

Namun, jika mau yang paling besar nilai amalnya, maka berpikirlah untuk ke akhirat. Kalau tidak pernah berpikir untuk akhirat, maka manusia akan berhenti berjuang. Akan berjalan di tempat. Lain cerita bila Allah yang dengan ke-Mahabesaran-nya, menggandakannya.

Misalnya seseorang yang berjuang keras untuk menyelamatkan keluarganya dari kekufuran. Maka, untuk menyelamatkan keluarga dari kekufuran, salah satunya adalah membebaskan mereka dari kefakiran. Tidak hanya untuk diri dan keluarganya, tetapi juga untuk orang-orang sekelilingnya dan kaum muslimin sedunia nantinya. Orientasinya bukan lagi untuk merasakan nikmatnya harta di dunia, tetapi sudah sampai di akhirat. Bila sudah didasari dengan ikhlas dan akhirat oriented ini, maka jadilah dia raadhiyah.

Pakar keuangan mengatakan, bila ingin mendapatkan penghasilan besar maka gunakanlah sistem. Kalau belum punya sistem, maka ikutlah sistem yang sudah ada. Jika kamu berkerja dengan cara itu maka apa yang ingin kita capai akan tercapai. Namun, sebagai orang beriman, tentu capaian dunia saja tidaklah cukup. Kita menginginkan capaian akhirat yang abadi. Lisa’yihaa raadhiyah.

Baca Juga:  Ini Penyakit Umat Terdahulu yang Disabdakan Nabi Muhammad

Bekerjalah dengan percepatan – dengan sistem. Dalam Islam sistem itu adalah ikhlas, sesuai dengan sunnah nabi, dan akhirat oriented. Maka hidupmu akan dipenuhi dengan Al-Bahjah. Bila ada hambatan maka kita tidak akan berhenti berjuang. Apa lagi bila kita sudah dicintai Allah, maka Anda tak perlu lagi mencari system, tetapi semua system sudah berjalan untuk Anda.

Bukan Anda lagi yang bekerja mencari system. Bila belum dicintai Allah maka shalat malam saja berat. Bila belum dicintai Allah maka akan berat untuk membaca Alquran satu hari satu juz. Allah akan memudahkan semua itu dan kita bahagia melakukannya. Siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusah ke arah itu dengan sungguh-sungguh maka dialah orang yang usahanya masyhuran (disyukuri oleh Asy-Syakiri) dan hasilnya akan dilipatgandakan oleh Allah yang tidak pernah terbatas.

وَمَنْ أَرَادَ ٱلْءَاخِرَةَ وَسَعَىٰ لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ سَعْيُهُم مَّشْكُورًا

“Dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan dia beriman, maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik.” (Surat Al-Isra ayat 19).

Setelah pnya visi ke akhirat dan dia bangun sistemnya, dan dia berusaha keras untuk mendapatkannya, maka dia adalah orang yang beriman kepada akhirat, meyakini pembalasan terbaik dari Allah atas semua usahanya. Merekalah orang yang usahanya disyukuri oleh Allah, yang menerima balasan yang berlipat-lipat.

Sebaliknya, celakalah orang-orang yang hanya berorientasi keduniaan; dimata Allah semuanya sia-sia, tetapi dia merasa keren banget. Padahal, bila saja itu tahu bahwa orang kaya baru akan selesai dihisab 500 tahun setelah orang miskin, pastilah ia akan berpikir berulangkali. Kecuali, dia yang beriman, menggunakan harta dan keluarganya untuk orientasi akhirat; serta menggunakan system yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Layaknya, seorang Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘anhu.

ٱلَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. (Surat Al-Kahfi ayat 104). (A/R4/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Wartawan: kurnia

Editor: Ismet Rauf