Jakarta, MINA – Direktur Pascasarjana Institut Agama Islam Sahid Bogor, Abdurrahman Misno mengatakan, wakaf merupakan tradisi yang melekat kuat pada umat Islam sejak masa Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat.
“Nabi dan para sahabat adalah sang pelopor wakaf. Wakaf itu adalah original atau asli dari syariat Islam. Seluruh sahabat Nabi semuanya berwakaf. Sebagai Islamic filantropi wakaf itu sudah ada sejak awal pada zaman Nabi dan para sahabat,” ujarnya pada Aksi Wakaf Talk bertema “Meneladani Rasulullah SAW dan Sahabat dalam Berwakaf” yang diselenggarakan Baitul Wakaf secara daring, Selasa (19/10).
Menurutnya, sejak masa Rasulullah dan para sahabat praktik wakaf dilakukan dengan produktif. Ia mencontohkan wakaf dilakukan Utsman bin Affan yang mewakafkan sumur Raumah untuk kebutuhan masyarakat Madinah. Hingga sumur tersebut menjadi sumber mata air bagi lahan-lahan perkebunan di sekitarnya.
Ia melanjutkan, sahabat Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib juga tercatat mewakafkan tanahnya di Khaibar. Tanah tersebut dikelola dan hasilnya dimanfaatkan serta disedekahkan kepada umat. Dari jejak sejarah ini, aset wakaf sejatinya harus dikelola secara produktif.
Baca Juga: Kunjungi Rasil, Radio Nurul Iman Yaman Bahas Pengelolaan Radio
“Wakaf ini adalah suatu syariat yang sangat luar biasa yang dapat memberikan kontribusi yang besar kepada umat Islam dan juga kepada bangsa dan negara. Tentunya dengan pengelolaan yang amanah dan profesional,” katanya.
Pada diskusi Baitul Wakaf ini hadir pula founder Wakafpreneur Institute Imam Nur Aziz. Dalam pemaparannya Imam menyoroti minimnya pengetahuan umat Islam di Indonesia terkait literasi wakaf. Untuk itu perlu dilakukan kampanye dan edukasi wakaf secara gencar kepada masyarakat.
“Indeks wakaf literasi kita masih rendah. Kampanye (wakaf) ini bisa dilakukan dengan offline maupun online. Harus ada edukasi sosialisasi tentang wakaf ini,” jelas Imam.
Menurutnya, selama ini masyarakat menganggap wakaf hanya berupa tanah yang pemanfaatannya untuk masjid, madrasah dan makam (3M). Padahal dalam prakteknya pada masa Rasulullah dan sahabat wakaf bisa berupa apa saja dan dikelola secara produktif serta manfaatnya dirasakan masyarakat.
“Wakaf ini pada intinya menyalurkan manfaat jangka panjang. Dan ini tidak mudah tugas nazir. Pada intinya ada tiga tugas nazir, yang pertama menjaga aset wakaf. Kemudian mengembangkan sehingga menghasilkan dan ketiga menyalurkan manfaatnya,” ujarnya.(L/R5/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Sertifikasi Halal untuk Lindungi UMK dari Persaingan dengan Produk Luar