Bekas luka dari operasi ginjal Adnan Ali mulai memudar, tapi rasa sakit emosionalnya tetap ada.
Ali, pria Yaman berusia 30 tahunan yang menganggur dan telah bercerai, harus mengambil pilihan tepat untuk hidupnya. Kondisi telah memberikan dia tiga pilihan, yaitu ikut berjuang bersama pemberontak Houthi di garis depan perang di Yaman, atau mencari pekerjaan di negara tetangga Arab Saudi, atau menjual organ tubuhnya.
“Saya tidak ada pekerjaan dan istri saya meninggalkan saya,” kata Ali dengan sedih dari tempat tidurnya pascaoperasi di distrik Bani Matar, Yaman, sebelah barat daya ibu kota Sanaa.
Setelah lebih dari dua tahun berperang, banyak orang kelas pekerja beralih menjadi pedagang dan menjual khat (narkotika ringan dan bisa dikunyah) untuk membuat kehidupannya memiliki uang. Sementara yang lainnya memilih menjual organ tubuh mereka untuk tetap bertahan hidup.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
Seorang sopir taksi berdarah Yaman-Mesir menjadi broker organ yang biasa menunggu di luar kantor paspor Sanaa. Broker itu berjalan dan menanyai Adnan Ali yang pergi ke kantor paspor karena berencana pergi ke Arab Saudi.
Broker itu lalu memangsa Ali dengan membujuknya untuk menjual ginjalnya. Broker itu menunjukkan bekas luka operasinya kepada Ali dan mengatakan, dia telah mendapatkan cukup uang untuk menikah dan membeli mobil dari hasil menjual organ ginjalnya.
Broker tersebut kemudian mengurusi paspor Ali, ia menghubungi seorang agen organ Mesir dan membuat sebuah laporan medis palsu yang membuktikan bahwa Ali menderita penyakit yang memerlukan perjalanan ke Kairo untuk perawatan medis. Broker dan Ali menyetujui pembayaran sebesar US$ 10.000 untuk ginjal Ali yang diperuntukkan seorang pria tua di Kuwait.
Di Kairo, Ali tinggal di sebuah apartemen sewaan kecil yang bobrok di distrik Giza yang ramai selama 25 hari, sementara ongkosnya ditanggung oleh sindikat perdagangan organ manusia. Dia dicegah untuk pergi keluar.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Meskipun lingkup perdagangan organ antara orang-orang Yaman yang putus asa tidak jelas, korban lain dari lingkaran perdagangan manusia mengatakan kepada Al-Jazeera bahwa jaringan tersebut beroperasi secara anonim di bar shisha dan kedai kopi yang tidak mencolok di Yaman dan Mesir.
Ali mengatakan bahwa dokter yang melakukan operasi terhadapnya tidak memperingatkan tentang konsekuensi potensial dan tidak ada perawatan pascaoperasi. Pasien dipaksa menandatangani sebuah kontrak yang menyatakan, “Bukan tanggung jawab kami jika komplikasi timbul setelah operasi.”
Begitu operasi selesai dan Ali telah menerima uangnya, ia pun sendiri lagi, tidak diurus lagi oleh sindikat penjual organ.
PBB mengatakan, lebih dari 20 juta orang Yaman saat ini membutuhkan bantuan kemanusiaan. Sementara diperkirakan cadangan devisa Bank Sentral Yaman telah turun dari US$ 4,7 miliar pada akhir 2014 menjadi kurang dari US$ 1 miliar pada bulan September 2016. Gaji untuk staf fasilitas kesehatan, guru dan pekerja sektor publik lainnya dibayar tidak teratur sejak September 2016, sehingga lebih dari satu juta pegawai negeri dan keluarganya tanpa penghasilan tetap.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Bulan Agustus 2017, aktivis di Facebook mengedarkan foto seorang guru wanita Yaman yang menawarkan salah satu ginjalnya untuk dijual. Di foto itu tertulis, “Saya menawarkan salah satu ginjal saya untuk dijual demi menyelamatkan anak-anak saya dari kelaparan.”
Mayoritas korban perdagangan organ di Yaman adalah laki-laki, biasanya berusia antara 28 – 40 tahun.
Wahag Al-Maqtari, pendiri Rumah Sakit Kritis Sobol Al-Haya di Sanaa, mengatakan bahwa jumlah orang Yaman yang menjual organ tubuhnya di angka yang tidak pernah terjadi sebelumnya, kendati tidak ada angka valid tentang jumlah sebenarnya.
Organisasi Yaman untuk Memerangi Perdagangan Manusia, sebuah organisasi non-pemerintah yang bermarkas di Sanaa, telah mendokumentasikan 300 kasus penjualan organ di Mesir sejak dimulainya perang pada bulan Maret 2015. Namun menurut LSM itu, jumlah sebenarnya bisa jauh lebih tinggi, karena banyak kasus yang tidak dilaporkan karena tidak sahnya praktik tersebut.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
“Sembilan puluh persen orang Yaman yang menjual organ mereka telah melakukan perjalanan ke Mesir,” kata Nabil Fadhil, pendiri organisasi tersebut.
Organ yang paling sering diperdagangkan meliputi ginjal, lobus hati dan kornea. Harga yang dibayarkan ke donor bervariasi.
Beberapa operasi dilakukan di rumah sakit besar dengan perawatan medis yang tepat. Sebagian besar dilakukan di bioskop tanpa izin atau operasi darurat dengan peralatan atau staf yang tidak memadai.
Di bawah UU tentang transplantasi organ yang disetujui oleh parlemen Mesir pada tahun 2010, orang-orang yang menjual organ harus dihukum. Namun, sebuah penelitian yang dilakukan oleh British Journal of Criminology pada tahun 2016 menemukan, alih-alih menangani perdagangan organ pasar gelap, hukum tersebut justru mendorong praktik ilegal itu lebih rahasia jauh ke bawah tanah.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Sebuah kasus yang terdokumentasi mengungkapkan bahwa rumah sakit Mesir membeli organ dari warga Yaman seharga US$ 5.000, kemudian menjualnya kepada pelanggan kaya dari negara-negara Teluk atau Barat dengan harga hampir US$ 100.000.
Seperti seorang petani Yaman bernama Hussein Fari Mozghib, seorang pria kurus dari Ibb, menjual ginjalnya pada bulan Oktober 2014. Uang yang diterimanya sebesar US$ 5.000, itu sudah cukup untuk menopang keluarganya delapan orang selama enam bulan.
Namun, kegembiraannya hanya singkat terasa, karena kesehatannya mulai memburuk kemudian. Ia tidak sanggup lagi membawa barang seberat lebih dari 20 kilogram, di musim dingin terasa lebih menyakitkan. (A/RI-1/R01)
Sumber: tulisan Charlene Anne dan Fuad Rajeh di Al-Jazeera
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat