ANAK-ANAK AFRIKA TENGAH JADI KORBAN PELECEHAN SEKSUAL TENTARA PERANCIS

Anak-anak Republik Afrika Tengah menjadi sasaran pelecehan seksual oleh tentara Perancis. (Foto: Marc Ewell)
Anak-anak Republik Afrika Tengah menjadi sasaran pelecehan seksual oleh tentara Perancis. (Foto: Marc Ewell)

Bangui, 12 Rajab 1436/1 Mei 2015 (MINA) – Seorang ibu di Republik Afrika Tengah (CAR) mengungkapkan, tentara perdamaian Perancis di negara itu melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak yang dilanda kesulitan makanan dan air.

Sebut saja Germaine (nama samaran), menuduh tentara Perancis menyiksa anak-anaknya, di mana awalnya anak-anak perempuan itu ditawarkan biskuit dan air dengan imbalan kenikmatan seksual.

Germaine mengatakan, usia anak-anaknya 10 sampai 12 tahun, Anadolu Agency yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA) melaporkan, Jumat (1/5).

Germaine yang kini merawat beberapa anak yang dilecehkan itu, menduga kuat insiden tersebut terjadi di sebuah kamp pengungsi di ibukota Bangui.

Sejak kasus tersebut terungkap pekan ini, tuduhan itu memancing kecaman di media internasional  dan media Perancis khususnya.

Charlotte (bukan nama sebenarnya) mengatakan, anaknya 12 tahun bernama Sylvere telah mengalami pelecehan seksual oleh tentara Perancis saat ia berusia sepuluh tahun.

“Anak-anak di kamp datang ke tentara Perancis karena mereka menawarkan biskuit dan air,” kata Charlotte.

Dia mengatakan kepada Anadolu Agency, ia mulai memiliki keraguan saat melihat anaknya berjalan dengan cara yang aneh.

Anak itu tidak memberitahu ibunya tentang pelecehan tersebut, tapi suatu hari ibunya mendengar anak-anak lain memanggilnya “perempuan Sangaris”.

“Operasi Sangaris” adalah nama dari penyebaran tentara Perancis di CAR yang berlangsung sejak Desember 2013.

Ketika Charlotte mendengar ini, dia mulai mendorong Sylvere untuk menceritakan apa yang terjadi.

“Anak saya mengalami pelecehan seksual dengan imbalan mendapatkan sarden,” tambah ibu itu lalu menangis.

Wanita lain mengatakan anaknya menderita pelecehan serupa di tangan tentara Perancis.

Wanita bernama samaran Rita mengatakan, masalah dimulai ketika ia dan keluarganya tiba di kamp pengungsi pada bulan Desember 2013.

“Kami tidak punya apa pun untuk makan, anak-anak sangat lapar.” kata Rita.

Dalam upayanya untuk mendapatkan makanan, kenangnya, anak-anak terkadang akan menarik-narik tentara Perancis dan Georgia yang dikerahkan di daerah itu. (T/P001/R11)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor:

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0