Di masa lalu, tepatnya pukul 20:00 waktu lokal, pada 11 Januari 2017 di distrik Al-Amel, Mosul Barat yang dikuasai oleh kelompok militan Islamic State (ISIS).
Ebtisam Ataallah yang berusia 44 tahun mulai membuat roti di sudut halaman rumahnya, karena listrik baru saja menyala. Sementara keempat anaknya berada di dalam rumah malam itu.
Tiba-tiba terjadi dua ledakan besar beruntun menghancurkan tanah. Udara malam penuh oleh bumbugan debu pekat dan puing-puing. Kebingungan warga setempat pun terjadi.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Di dalam rumah, dinding rumah Ataallah runtuh menimpa Imran, anaknya yang berusia 16 tahun. Saat itu Imran masih tidur. Saat terbangun, ia dalam kondisi tertimpa bebatuan bata dan ia menjerit, karena kakinya patah.
Di atas ruangan yang hancur itu, tergeletak pula tubuh seorang pria yang terlempar jelas dari bangunan tetangga sebelah. Ajaibnya, seorang gadis kecil dalam kondisi hidup dalam pelukan pria yang sudah meninggal itu.
Sementara Zaidan yang berusia 55 tahun sedang pergi makan malam bersama keluarganya ketika mendengar ledakan. Pria berambut perak itu bergegas ke tempat kejadian dengan saudaranya dan dua sepupunya yang lebih muda.
“Ketika kami tiba di sana, kami mendengar perempuan dan anak-anak berteriak-teriak di bawah reruntuhan,” kata Zaidan kepada wartawan Al Jazeera. “Jadi, kami pergi untuk membantu.”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Saat ia sedang menarik keluar seorang gadis muda dan membawanya ke sebuah rumah di dekatnya, serangan udara ketiga terjadi, mendarat di posisi para penyelamat. Saudaranya dan seorang sepupunya tewas. Sementara sepupunya yang lain berusia 19 tahun mengalami luka.
Zaidan akhirnya menemukan bagian atas mayat saudaranya di lapangan sekolah satu blok dari lokasi, sementara kakinya terjerat dalam sisa-sisa tenda di atas rumah Ataallah.
Sedikitnya enam rumah tangga dihancurkan dalam serangan itu.
Mereka yang menyisir dan mengais puing-puing reruntuhan untuk mencari mayat mengatakan bahwa mereka menemukan mayat 37 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Semua saksi yang diwawancarai Al Jazeera meyakini bahwa target serangan udara itu adalah Harbi Abdel Qader, seorang komandan ISIS. Namun, Abdel Qader melarikan diri tanpa cedera dalam beberapa menit sebelum ledakan ketiga.
Di distrik Al-Amel, warga mengatakan, selain Abdel Qader dan anggota ISIS berpangkat rendah, tak satu pun dari mereka yang tinggal di daerah yang dibom, memiliki hubungan apapun dengan ISIS.
Tetangga Ataallah yang bernama Ali Khalat, pindah ke sana tujuh tahun sebelumnya bersama istri, anak-anak dan cucu-cucunya. Mereka mengelola sebuah toko kecil di rumahnya dan orang yang lebih tua menjadi sopir taksi untuk menambah penghasilan mereka.
Ahmed Khalat, salah satu putra Ali, adalah orang yang terlempar ke rumah Ataallah sambil memeluk salah satu putrinya ketika serangan udara menghancurkan kediaman mereka. Gadis kecil itu, bersama adik dan kakaknya, adalah satu-satunya yang selamat dari keluarga itu.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Keluarga Ataallah dan Khalat tidak akrab, tapi bertetangga.
“Mereka adalah orang-orang baik dan mereka saling merawat satu sama lain,” kenang Ataallah.
Setidaknya lima rumah tangga sipil lainnya yang terkena dalam serangan yang sama, semuanya tewas.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Abdel Qader yang menjadi target tidak ada di antara orang-orang yang mati. Dia adalah orang bertubuh gempal, berjenggot abu-abu dan sebagai komandan ISIS di lingkungan itu. Dia disebut pernah menjadi pilot angkatan udara Irak di masa Presiden Saddam Hussein. Abdel Qader telah berusaha merekrut warga lokal untuk bergabung dengan ISIS.
“Dia sering datang ke masjid dan berbicara kepada kita, mendorong semua untuk melawan,” kata Zaidan.
Pekan lalu, pasukan khusus Irak bertempur melawan ISIS hanya 200 meter dari lokasi serangan udara di Al-Amel. Pertarungan berpusat di kuburan tempat sebagian orang yang mati dalam serangan Januari telah dimakamkan.
“Mereka membunuh sebagian dari warga lingkungan kami untuk satu anggota ISIS dan mereka bahkan tidak mendapatkan dia (Abdel Qader). Saya tidak megerti,” kata Ataallah.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Jumlah korban warga sipil yang tewas sesungguhnya di distrik Al-Amel terungkap di tengah tekanan internasional untuk adanya resolusi cepat dalam operasi selama enam bulan untuk merebut kembali kota Mosul dari ISIS.
Pada hari Jumat, 24 Maret 2017, militer Amerika Serikat mengakui bahwa pesawat yang terlibat dalam serangan-serangan di lingkungan itu telah membunuh warga sebanyak 200 orang. Namun kemudian jumlah korban yang ditemukan di lokasi mencapai 500 orang warga sipil.
Pemerintah Amerika Serikat segera mengatakan bahwa mereka segera melakukan menyelidikan atas serangan itu. Namun, pihak Koalisi berdalih bahwa serangan udara di Mosul Barat itu dilakukan atas permintaan militer Irak.
Di saat pasukan Irak masih berkonsentrasi membersihkan kelompok bersenjata di bagian Mosul Timur pada bulan Januari, tetapi korban sipil akibat serangan udara sudah dilaporkan terjadi di bagian Mosul Barat yang lebih padat penduduknya.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Pada pertengahan Maret, saat pasukan pemerintah berhasil mendorong mundur lebih jauh, beberapa lokasi ledakan di Mosul Barat, termasuk distrik Al-Amel, bisa diakses.
Koalisi anti-ISIS internasional yang dipimpin Amerika Serikat telah melakukan ratusan serangan udara dalam mendukung operasi pembebasan Mosul, sementara angkatan udara Irak melakukan serangan sendiri dalam operasi yang lebih terbatas.
Seorang juru bicara untuk koalisi mengakui laporan serangan udara di Mosul pada 11 dan 12 Januari itu, yang mengakibatkan korban sipil. Ia mengatakan bahwa sementara ini pasukan koalisi sedang “bekerja keras” menyelidiki serangan di bulan Januari itu. Menurutnya, Koalisi dan pasukan Irak beroperasi di bawah aturan ketat yang ditujukan untuk meminimalkan korban sipil.
Koalisi memperkirakan, pada tanggal 4 Maret, 220 non-kombatan telah tewas dalam serangan melawan ISIS. Namun, Airwars, sebuah kelompok pemantau independen menunjukkan angka yang jauh lebih tinggi dengan jumlah seribu kematian untuk di bulan Maret saja.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Sabtu, 25 Maret 2017, lembaga pemantau HAM Irak melaporkan sebagaimana yang dikutip harian Asharq Al-Awsat, sebanyak 3.864 warga sipil tewas sejak operasi pembebasan Mosul Barat pada 19 Februari lalu. Sebanyak 10.000 dari 487.000 rumah di Mosul Barat itu telah hancur. (RI-1/P1)
Sumber: tulisan John Beck di Al Jazeera
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa