Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Sebagai wanita Islam, tentu saja hidup bukan sekedar hidup, menjalaninya seperti wanita kebanyakan di luar Islam. Wanita Islam atau yang sering disapa dengan gelar Muslimah, sejatinya senantiasa bersemangat untuk mempelajari syariat Islam ini satu demi satu. Tujuannya, tentu saja agar ia bisa mengamalkan syariat Islam ini dengan sebenar-benarnya sesuai anjuran dari al Qur’an dan as Sunnah.
Terkadang, seorang Muslimah, terutama mereka yang sudah mempunyai suami, mencukupkan dirinya dalam mempelajari syariat Islam ini. Dia merasa, cukuplah belajar Islam dari suaminya saja. Pertanyaannya, bagaimana jika suaminya juga adalah orang yang awam (tidak faham syariat) Islam ini? Apakah seorang istri masih akan berharap tambahan ilmu dari suaminya yang juga awam syariat Islam?
Muslimah adalah tiang dalam sebuah negara, terlebih dalam agamanya. Dari muslimahlah akan lahir generasi-generasi penerus yang kelak akan melanjutkan dakwah Islam ini. Namun, apa yang terjadi jika para Muslimah-muslimah ini merasa sudah berilmu, dan mencukupkan ilmunya yang pernah ia dapatkan dulu sewaktu di pesantren saja.
Baca Juga: Peran Muslimah di Akhir Zaman: Ibadah, Dakwah, dan Keluarga
Sejatinya, ada beberapa hal yang wajib diketahui oleh seorang Muslimah dalam menjalani kehidupan ini. Hal-hal itu antara lain sebagai berikut.
Pertama, Kewajiban Berjilbab.
Masih banyak wanita yang mengaku sebagai Muslim tapi tidak memakai jilbab. Entah karena ia belum memahasi syariat berjilbab atau karena punya paradigma berbeda dalam memandang jilbab.
Masih saja ada yang menanyakan(menyangsikan) kewajiban berjilbab. Padahal dasar hukumnya sudah jelas yaitu:
Baca Juga: Kesabaran Seorang Istri
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Surat Al-Ahzab ayat 59 (33: 59), “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan hijab keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebihi mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Surat An-Nuur: ayat 31 (24: 31), “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasanny, kecuali yang biasa tampak padanya. Dan hendaklah mereka menutup kain kudung kedadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putri mereka atau putra-putri suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau buda-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan lelaki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita, atau anak-anak yang belum mengerti aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang-orang beriman supaya kamu beruntung ”
“(Ini adalah) satu surat yang kami turunkan dan kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan kami turunkan di dalamnya ayat ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya”. (An-Nuur:1)
Ayat pertama Surat An-Nuur yang mendahului ayat-ayat yang lain. Yang berarti hukum-hukum yang berada di surat itu wajib hukumnya.
Baca Juga: Muslimat dan Dakwah, Menyebarkan Kebaikan Lewat Akhlak
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya, “Janganlah kaum wanita menampakkan sedikitpun dari perhiasan mereka kepada pria-pria ajnabi (yang bukan mahram/halal nikah), kecuali yang tidak mungkin disembunyikan.”
Ibnu Masud berkata, “Misalnya selendang dan kain lainnya. “Maksudnya adalah kain kudung yang biasa dikenakan oleh wanita Arab di atas pakaiannya serat bagian bawah pakiannya yang tampak, maka itu bukan dosa baginya, karena tidak mungkin disembunyikan.”
Al-Qurthubi berkata, “Pengecualian itu adalah pada wajah dan telapak tangan. Yang menunjukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah bahwa Asma binti Abu Bakr menemui Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam sedangkan ia memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah berpaling darinya dan berkata kepadanya : “Wahai Asma ! Sesungguhnya jika seorang wanita itu telah mencapai masa haid, tidak baik jika ada bagian tubuhnya yang terlihat, kecuali ini.” Kemudian beliau menunjuk wajah dan telapak tangannya. Semoga Allah memberi Taufik dan tidak ada Rabb selain-Nya.”
Juga berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Ada tida golongan yang tidak akan ditanya yaitu, seorang laki-laki yang meninggalkan jamaah kaum muslimin dan mendurhakai imamnya (penguasa) serta meninggal dalam keadaan durhaka, seorang budak wanita atau laki-laki yang melarikan diri (dari tuannya) lalu ia mati, serta seorang wanita yang ditinggal oleh suaminya, padahal suaminya telah mencukupi keperluan duniawinya, namun setelah itu ia bertabarruj. Ketiganya itu tidak akan ditanya.” (Ahmad VI/19; Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad).
Baca Juga: Belajar dari Ibunda Khadijah RA, Teladan untuk Muslimah Akhir Zaman
Karena berjilbab adalah sebuah hokum syariat yang wajib diamalkan oleh setiap wanita Islam yang sudah dewasa (akil baligh), maka sepantasnya ia mempelajari terlebih dahulu dali kewajiban berjilbab yang telah dipaparkan secara singkat di atas. Bukan malah melakukan tabarruj yaitu perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutup karena dapat membangkitkan syahwat laki-laki. (Fathul Bayan VII/19). Bahasa lain dari tabarruj adalah mengikuti semua gaya hidup wanita-wanita di luar Islam, wallahua’lam. (A/RS3/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)