Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berbaik Sangka kepada Allah

Bahron Ansori - Selasa, 6 Desember 2022 - 15:14 WIB

Selasa, 6 Desember 2022 - 15:14 WIB

107 Views

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Berbaik sangka (husnuzhan) kepada Allah Ta’ala adalah persoalan penting yang harus diperhatikan oleh setiap muslim. Syaikh Abdurrahman bin Sa’ad Asy-Syatsri menjelaskan pentingnya berbaik sangka kepada Allah antara lain sebagai berikut.

Pertama, berbaik sangka kepada Allah menjadi bukti keimanan kepada rububiyah Allah Ta’ala sebagai pencipta, maha memiliki dan maha mengatur. Hanya Allah-lah yang berhak disembah.

Termasuk berbaik sangka kepada Allah adalah menjauhi syirik besar maupun kecil, sum’ah dan riya’ serta apa saja yang mengurangi tawakal kepada Allah.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya

Kedua,  berbaik sangka kepada Allah adalah ibadah yang agung yang menyatukan empat rukun besar ibadah yaitu, cinta (mahabbah), pengagungan, harap (raja’) dan takut (khauf).

Ketiga,  berbaik sangka kepada Allah merupakan kesempurnaan tawakkal.

Keempat,  berbaik sangka kepada Allah merupakan optimisme yang baik yang Nabi SAW merasa takjub dengannya.

Kelima, berbaik sangka kepada Allah merupakan bukti iman seseorang kepada qadha’ dan qadar dengan keempat tingkatannya yaitu, ilmu, penulisan, penciptaan dan masyiah (kehendak).

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Ungkapan ulama tentang berbaik sangka kepada Allah

Pertama, Abdullah bin Mas’ud ra, berkata,

وَالَّذِيْ لَا إِلَهَ غَيْرُهُ مَا أُعْطِيَ عَبْدٌ مُؤْمِنٌ شَيْئاً خَيْراً مِنْ حُسْنِ الظَّنِّ بِاللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالَّذِيْ لَا إِلَهَ غَيْرُهُ لَا يُحْسِنُ عَبْدٌ بِاللهِ عَزَّ وَجَلَّ الظَّنَّ إِلَّا أَعْطَاهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ ظَنَّهُ؛ ذَلِكَ بِأّنَّ اْلخَيْرَ فِيْ يَدِهِ

“Demi Allah yang tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Dia, tidak ada suatu anugerah pun yang didapat seorang mukmin yang lebih baik dari berbaik sangka kepada ALlah ‘Azza wa Jalla. Demi Allah yang tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Dia, tidaklah seorang hamba berbaik sangka kepada Allah kecuali Allah akan memberikan kepadanya sesuai sangkaannya karena kebaikan itu ada di tangan Allah.” [diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dalam kitab Husnuzhan billah]

Kedua, Imam Hasan Al-Bashri rh, tokoh terkemuka ulama Tabi’in. Ia berkata, ”Sesungguhnya seorang mukmin ketika berbaik sangka kepada Tuhannya, maka dia akan berbuat baik. Sementara orang munafik, dia berprasangka buruk kepada Tuhannya, sehingga dia melakukan amal keburukan.”

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Ketiga, Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah rh, ulama besar madzhab Hanbali abad 8 H. Ia berkata,”Siapa yang memperhatikan masalah ini dengan sangat cermat, niscaya akan mengetahui bahwa husnuzhan kepada Allah adalah berbuat baik itu sendiri.

Sebab yang menjadikan amal seorang hamba itu baik, adalah karena dia memiliki persangkaan bahwa Tuhannya akan memberi balasan dan pahala dari amalannya serta menerimanya, sehingga yang mendorong dia untuk beramal adalah prasangka baik tersebut.

Setiap kali baik dalam prasangkanya, maka semakin baik pula amalnya. Jika tidak demikian maka husnuzhan yang diiringi dengan sikap suka mengikuti hawa nafsu adalah kelemahan.

Secara umum, berbaik sangka akan mengantar seseorang melakukan sebab keselamatan. Sedangkan kalau melakukan sebab kebinasaan, berarti dia tidak ada prasangka baik.” (Al-Jawabu Al-Kafi, hal. 13-15 secara ringkas.)

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Bentuk Husnudzan

Pertama, berbaik sangka ketika menunaikan ketaatan. Dari Abu Hurairah ra, dia berkata, ” Nabi SAW bersabda,

يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى : أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ في نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً – رواه البخاري، رقم 7405 ومسلم ، رقم 2675

”Allah Ta’ala berfirman, ”Aku tergantung persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya kalau dia mengingat-Ku. Kalau dia mengingat-Ku pada dirinya, maka Aku mengingatnya pada diri-Ku.

Kalau dia mengingat-Ku di keramaian, maka Aku akan mengingatnya di keramaian yang lebih baik dari mereka. Kalau dia mendekat sejengkal kepada-Ku, maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Kalau dia mendekat kepada diri-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Kalau dia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari.”  [Hadits Qudsi riwayat Al-Bukhari, no. 7405 dan Muslim, no. 2675].

Dapat diperhatikan dalam hadits ini, hubungan yang sangat jelas sekali antara husnuzhan dengan amal, yaitu mengiringinya dengan mengajak untuk mengingat Allah Azza Wa Jalla dan mendekat kepada-Nya dengan ketaatan. Siapa yang berprasangka baik kepada Allah Ta’ala semestinya prasangka baik tersebut mendorongnya untuk berbuat ihsan dalam beramal.

Abul Abbas Al-Qurtubi rh berkata, ”Pendapat lain mengatakan, maknanya adalah mengira akan dikabulkan bila berdoa, mengira diterima ketika bertaubat, mengira diampuni ketika memohon ampunan, mengira diterima amalnya ketika melaksanakannya dengan memenuhi persyaratan, serta berpegang teguh terhadap kejujuran janji-Nya dan lapangnya Keutamaan-Nya.”

Hal dikatakannya dikuatkan dengan sabda Nabi SAW, ”Berdoalah kepada Allah dalam keadaan kalian yakin akan dikabulkan (doanya).”  [Hadits riwayat At-Tirmidzi dengan sanad shahih].

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Kedua, berbaik sangka ketika mengalami musibah dan saat menjelang kematian.

Dari Jabir ra dia berkata,  ”Aku mendengar Nabi SAW tiga hari sebelum wafat bersabda,  ”Janganlah salah satu di antara kalian meninggal dunia kecuali dia berprasangka baik kepada Allah.” [HR. Muslim, 2877]

Dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah  (Ensiklopedi Fikih), 10/220 disebutkan, “Seorang mukmin diharuskan berprasangka baik kepada Allah Ta’ala, dan lebih ditekankan untuk berprasangka baik kepada Allah ketika ditimpa musibah dan ketika akan meninggal dunia.”

Al-Hathab berkata, “Dianjurkan bagi yang akan meninggal dunia berprasangka baik kepada Allah Ta’ala. Berprasangka baik kepada Allah meskipun sangat dianjurkan ketika mau meninggal dunia dan dalam kondisi sakit, tetapi seseorang sepantasnya senantiasa berprasangka baik kepada Allah. ” [Kitab Syarh Muslim, karya Imam An Nawawi, 17/10.]

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Buah Husnudzan Kepada Allah

Berbaik sangka kepada Allah adalah amalan hati. Karena itu, berbaik sangka atau huznuzhan ini memiliki buah antara lain sebagai berikut.

Pertama, hatinya menjadi tenteram atau rasa putus asanya kepada Allah telah hilang. Dengan kata lain, orang yang selalu berbaik sangka kepada Allah, tidak akan merasakan putus asa meski ujian datang silih berganti.

Kedua, Allah akan memberikan kepada orang yang berbaik sangka kepada Allah, apa-apa yang dia sangkakan kepada Allah Ta’ala.

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, ”Demi Allah yang tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Dia, tidaklah seorang hamba berbaik sangka kepada Allah kecuali Allah akan memberikan kepadanya sesuai sangkaannya karena kebaikan itu ada di tangan Allah.” [HR. Ibnu Abi Dunya dalam kitab Huznuzhan billah]

Ketiga, berbaik sangka kepada Allah ‘Azza wa Jalla menguatkan hati dalam beramal. Orang yang berbaik sangka kepada Allah, maka hatinya menjadi kuat untuk selalu ingin beramal shalih.

Keempat, husnuzhan kepada Allah akan menjadi sebab husnul  khatimah (akhir kematian yang baik) sedangkan berburuk sangka (suuzhan) kepada Allah merupakan sebab dari suul khatimah  (akhir kematian yang buruk).

Kelima, sebagian orang shalih mengatakan, ”Gunakanlah husnuzhan kepada Allah ‘Azza wa Jalla di setiap cobaan yang menimpamu agar bisa menghilangkannya karena itu lebih dekat kepada jalan keluar.”

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah

Keenam, hati akan senantiasa tenang. Jiwa merasa aman serta diliputi rasa bahagia karena keridhaan terhadap takdir Allah Ta’ala serta ketundukan kepada Tuhannya.

Ketujuh, hati seorang mukmin yang berbaik sangka kepada Allah diharapkan akan senantiasa dalam keadaan baik dalam situasi yang menyenangkan maupun menyusahkan.

Kedelapan, orang yang bebaik sangka kepada Allah, amal perbuatannya akan menjadi baik. Seperti dikatakan ulama Tabi’in al-Hasan al Bashri,

إنَّ اْلمُؤْمِنَ أَحْسَنَ الظَّنَّ بِرَبِّهِ فَأَحْسَنَ اْلعَمَلَ، وَإِنَّ اْلمُنَافِقَ أَسَاءَ الظَّنَّ فَأَسَاءَ اْلعَمَلَ

Sesungguhnya orang beriman itu berbaik sangka kepada Tuhannya sehingga dia melakukan kebaikan. Sedangkan orang munafik itu berburuk sangka kepada Tuhannya sehingga dia melakukan keburukan.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh

Semoga Allah Ta’ala menuntun hati kita untuk selalu berbaik sangka kepada Allah dalam segala situasi dan kondisi, aamiin.(A/RS3/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Tausiyah
Tausiyah
Tausiyah
Breaking News
Tausiyah