Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bertaubat di Bulan Ramadhan

sajadi - Sabtu, 24 April 2021 - 15:09 WIB

Sabtu, 24 April 2021 - 15:09 WIB

8 Views

Oleh: Sajadi, Wartawan Kantor Berita MINA

Sebagai manusia tentunya kita menyadari, setiap hari ada saja dosa dan kesalahan yang dikerjakan, baik sadar maupun tidak.

Alangkah baiknya sebagai orang-orang yang mengaku beriman, kita semua berburu ampunan Allah Subhanallahu wa ta’aala, terlebih di bulan yang penuh berkah ini, Bulan Ramadhan yang mengandung peluang emas untuk bertaubat.

Rasululah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Ramadhan adalah bulan yang Allah Subhanallahu wata’aala wajibkan berpuasa dan aku sunnahkan kaum muslimin menegakkan (shalat malam). Barangsiapa berpuasa dengan iman dan mengharap keridhaan Allah Subhanallahu wata’aala, maka dosanya keluar seperti saat ibunya melahirkannya.” (HR Ahmad 1596).

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Subhanallah…! Wahai para pemburu ampunan. Marilah kita manfaatkan kesempatan emas ini untuk bertaubat. Sebab, tidak ada seorangpun dapat memastikan bisa bertemu lagi dengan bulan suci ini.

Tentunya banyak amalan yang bisa dilakukan di Bulan Ramadhan ini, dalam rangka untuk menghapuskan dosa-dosa dan bahkan pahala kita akan dilipatgandakan, antara lain memperbanyak istighfar seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ’alaih wa sallam.

Beliau dikabarkan tidak kurang dalam sehari semalam mengucapkan kalimat istighfar hingga seratus kali. Padahal beliau telah dijanjikan oleh Allah akan dihapuskan segenap dosanya yang lalu maupun yang akan datang. Bahkan dalam satu riwayat beliau dikabarkan dalam sekali duduk bersama majelis para sahabat beristighfar seratus kali.

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ إِنْ كُنَّا لَنَعُدُّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةَ مَرَّةٍ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِي

“Sesungguhnya kami benar-benar menghitung dzikir Rasulullah shallallahu ’alaih wa sallam dalam satu kali majelis (pertemuan), beliau mengucapkan 100 kali (istighfar dalam majelis): “Ya rabbku, ampunilah aku, terimalah taubatku, sesungguhnya Engkaulah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (HR Abu Dawud 1295)

Ibadah puasa Ramadhan ditujukan untuk membentuk muttaqin (orang bertaqwa). Sedangkan di antara karakter orang bertaqwa ialah sibuk bersegera memburu ampunan Allah ta’aala dan surga seluas langit dan bumi.

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS Ali Imran ayat 133).

Taubat Nasuha

Taubat yang diperintahkan oleh Allah agar dilakukan oleh kaum mu’minin adalah taubat nasuha (yang semurni-murninya) seperti disebut dalam Al-Quran:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ تُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya.” (QS at-Tahrim: 8)

Kemudian apa makna taubat nasuha itu? Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam kitab tafsirnya: “artinya adalah, taubat yang sebenarnya dan sepenuh hati, akan menghapus keburukan-keburukan yang dilakukan sebelumnya, mengembalikan keaslian jiwa orang yang bertobat, serta menghapus keburukan-keburukan yang dilakukannya.”

Sedangkan nasuha, menurut Syaikh Yusuf Qardhawy dalam at Taubat Ila Allah, adalah redaksi hiperbolik dari kata nashiih. Seperti kata syakuur dan shabuur, sebagai bentuk hiperbolik dari syakir dan shabir. Dan terma “n-sh-h” dalam bahasa Arab bermakna: bersih.

Syarat Taubat

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh

Sementara itu, dalam kitab Riyadh as-Shalihin dijelaskan, jika kemaksiatan itu menyangkut urusan seorang hamba dengan Allah saja, tidak ada hubungannya dengan hak manusia, taubatnya harus memenuhi tiga syarat.

Pertama, hendaklah berhenti melakukan maksiat.
Kedua, menyesal karena telah melakukan kemaksiatan.
Ketiga, berniat tidak akan kembali mengulangi perbuatan maksiat itu untuk selama-lamanya.

Apabila taubatnya berkenaan dengan hubungan sesama manusia, tiga syarat tersebut ditambah satu lagi. Orang yang bertaubat itu harus meminta kehalalan dari orang yang diambil hak-haknya atau dizalimi.

Sebagai penutup, mengutip perkataan Aidh Al-Qarni dalam kitabnya “Yakinlah, Dosa Pasti Diampuni”, ”Manusia hanya memiliki satu umur. Jika disia-siakan, maka dia akan rugi besar, baik di dunia maupun di akhirat. Pintu taubat selalu terbuka, anugerah Allah Subhanallahu wata’aala selalu dicurahkan, dan kebaikan-Nya senantiasa mengalir di pagi dan siang. (A/RE1/P2)

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Ramadhan
Ramadhan
Eropa
Breaking News
Tausiyah
Ramadhan