Oleh : Ahmad Zubaidi Ardani (Amir Tarbiyah Jama’ah Muslimin Tingkat Pusat)
Harga botol aqua sangat tergantung isinya. Jika berisi air mineral, Rp 3.000 harganya. Jika isinya jus apel, apokat atau jus jambu Rp 10.000 kira-kira harganya. Kalau berisi madu asli bukan madu palsu bermerek “madu asli” harganya bisa mencapai Rp300,000. Kalau berisi minyak wangi berkwalitas tinggi, harganya bisa jutaan rupiah. Tetapi sebaliknya, jika berisi air comberan, jangankan orang mau membeli, malihatnya saja tentu sambil menutup hidungnya.
Ibrah apa di balik botol aqua tersebut. Mudah sekali ditebak. Yaitu harga diri kita di hadapan manusia juga di hadapan Allah, harga generasi penerus kita yang akan datang. Kalau hari ini diri kita adalah pengganti generasi sebelumnya, kita dikondisikan untuk menjiwai perjuangan tegaknya Khilafah, mereka mewarisi perjuangan Nabi juga sahabatnya. Mereka mengisi jiwa dan akalnya dengan gemar membaca Al Quran, menghafal, memahami, mengamalkan dan mendakwahkan setiap isinya kepada seluruh manusia. Sirah Nabi digeluti setiap hari. Dilengkapi dengan kemampuan beladiri untuk memperkuat shaf muslimin guna menghadapi konsekuensi dakwah yang harus disiapkan sedini mungkin. Ditambah lagi kesiapan berwirausaha sebagai bukti sanggup mandiri. Jadi, siapa saja yang berada di dekatnya seakan berada di dekat pedagang minyak wangi.
Sebaliknya, jika kita hanya berbangga dengan berlomba berebut sekolah negeri bergengsi, tapi abai dari urusan generasi pengganti penegak Khilafah di kemudian hari…ujung-ujungnya kita akan antri menunggu panggilan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Memang banyak yang berada di tempat basah lalu sukses bergelimang kekayaan dan kedudukan yang tinggi, meski harus menghalalkan berbagai cara seperti korupsi yang akhirnya membawanya ke bui. Lebih celaka lagi, mereka terjebak dengan budaya masa kini seperti rokok dan narkoba. Bila tak ikut merokok dan mencicipi narkoba seolah tidak modern. Pergaulan bebas dan free sex menjadi menu utama pemuas birahi. Akibatnya, ‘sampah’ korban lelaki yang melarikan diri, terserak di sana-sini, bak botol aqua berisi air comberan, mewarnai generasi abad ini. Na’uzu billahi in dzalik.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Suatu hari, dalam sebuah kesempatan duduk-duduk dengan para sahabatnya, Sayidina Umar bin Khattab menawarkan agar di antara mereka mencoba menyampaikan angan dan pengandaiannya. Di antaranya ada yang menyatakan “Seandainya rumahnya penuh emas, ia akan menginfakkan di jalan Allah.” Sahabat yang lain menyatakan “Seandainya rumahnya penuh mutiara, ia akan melakukan hal yang sama dengan sahabatnya yang pertama.” Mendengar hal itu, Khalifah Umar pun berkata, “Seandainya rumahku dipenuhi sosok seperti Ubaidah bin Jarrah, betapa kuatnya perjuangan menyebarkan rahmat Allah dengan mendukung dakwah Islam.”
Siapa Ubaidah bin Jarrah yang dimaksud oleh Umar ?
Dia adalah seorang pemuda yang saat mendengar dakwah Nabi, langsung menerima dan senantiasa mendapat bimbingan Rasulullah, walau ayahnya sendiri masih kafir dan memusuhi Rasulullah. Katika menerima seruan Rasulullah SAW untuk berhijrah ke Madinah, ia mengikutinya dengan sepenuh hati. Ketika terjadi perang Badar, antara ayah dan anak berada di pihak yang berlawanan. Anaknya menjadi pembela Rasulullah sedangkan ayahnya menjadi musuh Allah dan Rasulnya. Saat perang Badar berada pada puncaknya banyak sahabat Nabi yang harus berhadapan dengan keluarga dekatnya, termasuk Ubaidah bin Jarrah.
Sang ayah senantiasa mengintai Ubaidah bin Jarrah, anaknya. Sang anak senantiasa menghindarinya. Tetapi Allah berkehendak lain. Anaknya harus berhadapan dengan sang ayah yang mengancam jiwanya, akhirnya terjadilah perang tanding antara Ubaidah bin Jarah dengan ayahnya sendiri. Qadarullah, akhirnya sang ayah tewas di tangan anaknya sendiri, Ubaidah bin Jarrah. Terhadap peristiwa ini Allah mengabadikannya dalam Al Quran surat Al Mujaddilah ayat terakhir.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya : “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.”
Asbabun nuzul ayat ini : Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah (seorang sahabat Rasulullah SAW.) yang membunuh bapaknya (dari golongan kafir Quraisy) dalam peperangan Badr. Ayat ini menegaskan bahwa seorang Mukmin akan mencintai Allah melebihi cintanya kepada sanak keluarganya sendiri. [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Syaudzab].
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Pendapat lain mengatakan bahwa dalam perang Badr, bapak dari Abu Ubaidah menyerang dan ingin membunuh Abu Ubaidah yang merupakan anaknya itu. Abu Ubaidah berusaha menghindarkan dengan jalan menangkis dan mengelakkan segala senjata yang ditujukan kepada dirinya. Tapi Abu Ubaidah akhirnya terpaksa membunuh bapaknya. Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang melukiskan bahwa cinta seorang Mukmin kepada Allah melebihi cintanya kepada orang tuanya. [Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dan al-Hakim di dalam kitab al-Mustadrak]
Dalam riwayat lain dikemukakan, ketika Abu Quhafah (ayah Abu Bakr ash-Shiddiq) mencaci maki Rasulullah SAW, Abu Bakar lantas memukulnya dengan pukulan yang keras hingga ayahnya itu terjatuh. Kejadian ini sampai kepada Nabi SAW lalu beliau bertanya, “Apakah benar engkau berbuat demikian, hai Abu Bakar?” Ia pun menjawab, “Demi Allah, sekiranya ada pedang di dekatku, pasti aku memukulnya dengan pedang.” Lalu turunlah ayat ini berkenaan dengan kejadian tersebut. [Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari Ibnu Juraij]
Hikmahnya
Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat (Mukmin), maka ia tidak akan pernah mau berlemah lembut ataupun berkasih sayang kepada orang-orang kafir yang memerangi Allah dan Rasul, sekalipun itu adalah keluarga bahkan orang tua mereka sendiri. Karena mereka tahu, jika mereka berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul, maka mereka juga pasti akan diajak dan dipengaruhi untuk menentang Allah dan Rasul, sedangkan kecintaan mereka amat tinggi kepada Allah dan Rasul.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
Sehingga, mereka lebih memilih untuk tegas dan bahkan memperingati dengan keras, atau bahkan memerangi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul tersebut daripada harus berkasih sayang dengan mereka, sekalipun mereka adalah orang terdekatnya.
Lalu benarkah tindakan demikian? Maka Allah menegaskan bahwa balasan dari orang yang berbuat seperti itu adalah pertolongan Allah, surganya Allah, dan mereka termasuk ke dalam golongan Allah yang beruntung dan tidak pernah menyesal atas perbuatannya itu karena mereka mendapat rahmat dari Allah.
Karena keteguhan hatinya dalam menegakkan Kalimah Allah dan Rasulnya sampai Rosulullah menghabarkan kemuliannya, Ubaidah bin Jarah menjadi salah satu dari 10 sahabat yang dijamin masuk Surga. Semoga kita, anak-anak kita dan dzuriyyakita dapat mengisi botol aqua dengan minyak wangi bermutu tinggi, mewarisi jiwa-jiwa abu Ubadah bin Jarrah …amin ya mujibassailin.(RS3/P1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)