Xinjiang, MINA – Ketika umat Islam ingin menjalankan berbagai ibadah di bulan suci Ramadhan, Otoritas China malahan kembali melakukan tindakan keras dan pembatasan terhadap Muslim yang menjalankan ibadah puasa serta ajaran agama lainya.
Sebenarnya, pembatasan puasa Ramadhan di sekolah dan kantor pemerintahan telah ada sejak dekade lalu, namun pengawasan dan penahanan massal telah meningkat selama tiga tahun terakhir dalam upaya untuk menghentikan keluarga dari mengikuti tradisi Muslim, bahkan di rumah mereka sendiri.
Alip Erkin, seorang aktivis media Uighur untuk Buletin Uyghur, menuturkan, orang-orang sekarang khawatir mereka akan dikirim ke kamp-kamp penataran. “Jika mereka terlibat dalam kegiatan keagamaan atau mengungkapkan identitas agama atau budaya tradisional mereka,” katanya seperti dikutip MINA dari ABC pada Kamis (9/5).
Di Xinjiang, kata Erkin, ancaman penangkapan telah menciptakan iklim ketakutan di mana orang-orang “menyensor diri sendiri” dari aktivitas keagamaan dan terlalu takut untuk berpuasa di rumah mereka sendiri.
Baca Juga: Kota New Delhi Diselimuti Asap Beracun, Sekolah Diliburkan
Menurut sebuah laporan dari Amnesty International yang dirilis akhir pekan lalu mengatakan, otoritas China memandang puasa Ramadhan serta aktivitas lain yang berafiliasi keagamaan seperti jenggot, jilbab, sholat lima waktu, dan larangan konsumsi alkohol sebagai “tanda ekstrimisme”, bahkan mereka telah lama memandang agama terorganisir sebagai ancaman terhadap kesetiaan partai.
“Semua ini dapat menempatkan Anda di salah satu kamp interniran Xinjiang, yang oleh pemerintah disebut ‘pusat transformasi melalui pendidikan’,” kata laporan tersebut.
Sedangkan menurut Kantor Berita ABC dari organisasi Human Rights Watch dan para aktivis melaporkan, tindakan kekerasan dan pembatasan tersebut terutama diberlakukan di Provinsi Xinjiang yang mayoritas penduduknya Muslim, bahkan otoritas China sering mengunjungi rumah-rumah keluarga Muslim untuk memantau kegiatan keagamaan mereka.
Otoritas China telah lama memandang agama yang terorganisasi sebagai ancaman terhadap kesetiaan partai, menjaga kontrol ketat pada semua kelompok agama. Namun, Muslim di wilayah Xinjiang telah menanggung beban tindakan keras yang jauh lebih agresif.
Baca Juga: Ratusan Ribu Orang Mengungsi saat Topan Super Man-yi Menuju Filipina
Pihak berwenang China sebelumnya mengklaim bahwa mereka tidak membatasi praktek Ramadhan, namun ketika Kantor berita ABC menghubungi kantor Administrasi Urusan Agama Nasional China untuk memberikan komentar, belum ada tanggapan.
PBB memperkirakan ada satu juta warga Uyghur dan kelompok Muslim lainnya telah ditahan di kamp-kamp penataran di Provinsi Xinjiang sejak 2017.
Aktivis di seluruh dunia telah menyerukan gerakan #FastFromChina sebagai balasan atas larangan tersebut.
Mereka menyerukan agar umat Islam dan pendukung hak asasi manusia menahan diri dari membeli produk-produk China untuk mendukung minoritas Muslim China yang tertindas. (T/Sj/RS1)
Baca Juga: Filipina Kembali Dihantam Badai
Mi’raj News Agency (MINA)