DDII Resmi Ajukan Diri sebagai Pihak Terkait, Sidang Gugatan Nikah Beda Agama

Jakarta, MINA – Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia resmi mengajukan sebagai pihak terkait dalam sidang Gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK),  sehubungan adanya pihak-pihak yang berusaha menggugat Kembali UU Perkawinan no. 1 Tahun 1974 yang melarang pernikahan berbeda agama.

Maka, Dewan Da’wah melalui kuasa hukumnya pada Rabu (22/6), telah mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam Perkara Nomor: 24/PUU-XX/2022 Perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Adapun kuasa hukum diketuai Bapak Drs. Abdullah Al Katiri juga aktif sebagai Ketua Umum Ikatan Advokat Muslim Indonesia (IKAMI), demikian keterangan DDII diterima MINA, Rabu (22/6).

“Dewan Da’wah selama ini telah terus memonitor dan mengawal setiap gugatan Undang-Undang ke MK yang merugikan aqidah umat Islam di Indonesia,” kata Taufik Hidayat Ketua Bidang Politik, Hukum dan HAM Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia.

“Terakhir kami sukses mempertahankan UU terkait penodaan agama yang ingin dicabut oleh pihak -pihak yang ingin aliran sesat tumbuh subur di Indonesia,” tegas Taufik Hidayat.

“Kami akan berjuang All Out dengan para pakar dan ahli kami yang ada di keluarga besar Dewan Da’wah untuk mempertahankan agar jangan sampai UU Perkawinan ini dicabut, yang akan menjadi malapetaka bagi generasi masa depan umat, Kami mohon doanya dan dukungannya,” ujar Taufik.

Sementara Ketua Tim Kuasa Hukum Dewan Da’wah Abdullah Alkatiri menjelaskan, bahwa pengajuan sebagai pihak terkait ini merupakan prosedur yang biasa dilalui jika ada pihak-pihak yang ingin memberikan sanggahan atau masukan kepada para hakim MK,

“Nanti untuk dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengabulkan atau menolak permohonan perkara pihak pemohon. Kita jangan sampai lengah terhadap usaha yang terus menerus dilakukan oleh pihak-pihak yang ingin merusak aqidah umat,” imbuh Alkatiri.

Ia mengatakan, melalui jalan perundang-undangan, mereka kerja secara senyap yang terkadang kalau tidak hati-hati, bisa kecolongan.

Pengacara Senior itu juga menyayangkan, putusan PN Surabaya baru-baru ini Senin (20/6), yang mengabulkan permohonan nikah beda agama yang secara jelas melanggar UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974.

Sebagai informasi, E. Ramos Petege (Pemohon) merupakan seorang pemeluk agama Katolik yang hendak menikah dengan perempuan beragama Islam. Namun, perkawinan itu harus dibatalkan dikarenakan perkawinan beda Agama tidak diakomodir oleh UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974.

Pemohon merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan, karena tidak dapat melangsungkan perkawinan tersebut. Pemohon juga merasa dirugikan karena kehilangan kemerdekaan dalam memeluk Agama dan kepercayaan karena apabila ingin melakukan perkawinan beda agama, akan ada paksaan bagi salah satunya untuk menundukkan keyakinan.

Selain itu, Pemohon juga merasa kehilangan kemerdekaan untuk dapat melanjutkan keturunan dengan membentuk keluarga yang didasarkan pada kehendak bebas. (A/R4/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Wartawan: kurnia

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.