Kairo, 17 Syawwal 1438/11 Juli 2017 (MINA) – Kelompok hak asasi manusia mengecam pemerintah Kairo dan Beijing terkait penahanan dan deportasi istri mahasiswa Uighur bersama warga lainnya.
Mahasiswa itu mengatakan kepada Radio Free Asia yang dikutip MINA, istrinya yang sedang hamil ditahan pada hari Ahad bersama dengan seorang wanita tua dan seorang pemuda, saat mereka berada di sebuah bandara di Hurghada, Mesir.
“Saya berharap bisa mengirim istri saya yang hamil sembilan bulan bersama seorang wanita tua dan beberapa orang Uighur ke Turki melalui Hurghada. Saya mengirim mereka ke Hurghada dengan bus” kata mahasiswa yang tidak mau disebut namanya itu, Senin (10/7/2017).
Ia menerima pesan tentang penangkapan istrinya pada Ahad pukul tujuh malam.
Baca Juga: Trump: Rakyat Suriah Harus Atur Urusan Sendiri
Mahasiswa tersebut mengungkapkan bahwa polisi Mesir memaksa mereka untuk menandatangani surat pengakuan sebagai ekstremis.
Tahun-tahun terakhir, orang-orang Uighur terus-menerus melarikan diri dari negerinya dan berusaha untuk tidak ditangkap oleh pihak berwenang.
Menurut laporan kantor berita Mesir MENA, pihak berwenang Mesir sedang menargetkan mahasiswa Uighur, menurut pejabat negara yang menolak namanya disebutkan.
“Warga Uyghur yang ditahan dan dideportasi adalah mahasiswa yang belajar di Universitas Al-Azhar. Mereka tidak melakukan kejahatan apa pun,” kata Omer Kanat, Direktur Proyek Hak Asasi Manusia Uighur pada sebuah pernyataan.
Baca Juga: Agresi Cepat dan Besar Israel di Suriah Saat Assad Digulingkan
Menurut kelompok itu, satu-satunya alasan mereka ditangkap adalah karena pihak berwenang Mesir menindaklanjuti permintaan Cina untuk mendeportasi mereka kembali.
“Para mahasiswa Uighur ini terpaksa menandatangani sebuah formulir yang menyatakan bahwa mereka telah bergabung dengan organisasi ekstremis oleh pemerintah Mesir dan kemudian dideportasi,” tambahnya. (T/RI-1/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Parlemen Brasil Keluarkan Laporan Dokumentasi Genosida di Gaza