Dialog Antarbudaya untuk Perdamaian dan Pembangunan

New York, MINA – Dialog tentang agenda perdamaian dan pembangunan telah diadakan di Markas Besar di New York dalam rangka memperingati ‘2018 World Day for Cultural Diversity for Dialogue and Development’.

Dialog diorganisir sebagai upaya kolektif dari berbagai sektor masyarakat global, demikian keterangan , sebuah LSM perdamaian yang berpusat di Korea Selatan, yang diterima MINA, Rabu (20/6).

Acara ini dihadiri oleh para pemimpin organisasi sosial, pemimpin agama, kelompok wanita, pemuda, dan insan media, bersama sekitar 145 pejabat perwakilan untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dari masing-masing negara termasuk Kanada, Austria, Kolombia, Republik Senegal, dan Qatar.

Konferensi ini memfokuskan untuk memperkuat kerja sama internasional yang menjamin komunikasi antarbudaya sebagai landasan untuk menerapkan secara efisien hak asasi manusia universal, menanggapi perlunya tindakan untuk mengintegrasikan keragaman budaya ke struktur dan kebijakan perkembangan.

Dengan berbagi pengalaman untuk mempromosikan keragaman budaya dan potensinya, Perwakilan Tetap Kolombia di PBB, Francisco Alberto Gonzalez menyatakan, negaranya telah mengalami salah satu konflik bersenjata yang terpanjang di seluruh dunia.

“Di Kolombia terdapat dua sisi. Satu adalah negara yang kuat. Yang lain adalah serangkaian ketidaksetaraan dan tidak ada peluang. Oleh karena itu, dibutuhkan kesempatan dan komunikasi. Kami, negara yang sangat beragam, tahu dengan pengalaman bahwa perlucutan senjata tidak cukup untuk menciptakan perdamaian. Kami tidak boleh meremehkan pentingnya perdamaian dan pembangunan yang stabil,” kata Alberto Gonzalez.

Perwakilan Tetap Austria di PBB, Jan Kickert menyatakan, dialog antar budaya diperlukan untuk membawa perdamaian dan pembangunan. Menurutnya, media dan program pendidikan dapat mempengaruhi pengembangan komunikasi antarbudaya.

“Saya juga ingin menyoroti peran pemimpin agama dan politik untuk membuat pengaruh positif dan bertukar apa pun yang baik bagi umat manusia,” kata Kickert.

Ketua Man Hee Lee dari HWPL, sebuah LSM perdamaian internasional, yang diundang sebagai undangan khusus mengatakan, dirinya sudah mengunjungi seluruh dunia dan mencapai sejumlah kesepakatan dengan para mantan kepala negara dan kepala negara saat ini, hakim agung, dan anggota parlemen untuk mengakhiri perang melalui kerjasama.

“Semua kepala pemerintahan di setiap negara harus menandatangani DPCW untuk mencapai perdamaian jika mereka mencintai negara dan rakyat. Untuk melakukan ini, kita harus menyelesaikan tugas perdamaian dengan semangat perdamaian pada awal berdirinya PBB,” ujar Man Hee Lee.

Dia mendesak kerjasama dan dukungan dari pejabat PBB dalam menjamin perdamaian yang berkelanjutan melalui penerapan hukum internasional untuk perdamaian,

Lembaga perdamaian dunia Heavenly Culture, World Peace, Restoration of Light (HWPL) yang berarti ‘Budaya Surgawi, Perdamaian Dunia, Pemulihan Terang’ tengah menjalankan proyek-proyek yang meliputi legislasi hukum internasional, dialog antaragama, pemberdayaan pemuda, dan pendidikan perdamaian demi penyelesaian konflik dan pembangunan perdamaian di 120 negara.

HWPL bermarkas di Korea Selatan sebagai sebuah LSM perdamaian internasional bekerjasama dengan Departemen Informasi Publik PBB (UN DPI) dan mendapatkan status konsultatif bersama Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC).

Selain itu, HWPL yang berdiri sejak 2013 telah melaksanakan “Kampanye Legislasi Perdamaian” untuk meningkatkan kesadaran perdamaian dari para pelajar sekolah dan warga masyarakat di 170 negara di seluruh dunia.(AK/R01/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Rana Setiawan

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.