Jenewa, MINA – Lembaga Penyiaran Uni Eropa (EBU) menolak permintaan Israel untuk menggelar Kontes Lagu Eurovision 2019 tahun depan di Al-Quds dan lebih memilih di ibukota Tel Aviv, setelah kritik dan ketakutan terhadap boikot dari seluruh dunia.
Pengawas Eksekutif EBU untuk Kontes Lagu Eurovision, Jon Ola Sand mengatakan dalam sebuah pernyataan, Tel Aviv terpilih menjadi tempat penyelenggaraan kontes, dengan dalih karena lebih kreatif dan menarik.
Sand menekankan “Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua kota Israel yang menawar diri untuk menjadi tuan rumah namun pada akhirnya kami memutuskan bahwa Tel Aviv menjadi pilihan terbaik,” demikian Ma’an News melaporkan yang dikutip MINA, Sabtu (15/9).
Dalam Kontes Lagu Eurovision, negara pemenang akan menjadi tuan rumah untuk kontes tahun selanjutnya. Penyanyi asal Israel Netta Barzilai menjadi pemenang Kontes Lagu Eurovision 2018 bulai Mei lalu, sehingga di tahun 2019 kontes tahunan tersebut diadakan di negaranya.
Baca Juga: Trump: Rakyat Suriah Harus Atur Urusan Sendiri
Israel menanggapi dengan cepat kemenangan Barzilai dengan menyatakan, kontes lagu tahun 2019 akan diadakan di Al-Quds. Hal ini benar-benar memicu ketegangan dan kritik di seluruh dunia, karena sejatinya tanah Al-Quds adalah milik Palestina yang diduduki Israel dan coba diclaim oleh Israel sebagai miliknya.
Pekan lalu, lebih dari 140 seniman dari seluruh dunia, termasuk enam seniman Israel, menandatangani surat yang menyerukan boikot Kontes Lagu Eurovision 2019 jika digelar di Israel. Alasannya adalah karena masih terjadinya pelanggaran hak asasi manusia oleh Israel terhadap Palestina yang sudah berlangsung berpuluh-puluh tahun.
Surat itu juga mendukung seruan dari artis Palestina untuk memboikot Eurovision di Israel sampai Palestina dapat menikmati kebebasan, keadilan dan hak yang sama, sehingga seharusnya tidak ada bisnis seperti biasa dengan negara yang menolak hak-hak dasar manusia.
Surat itu menuntut agar kontes tidak hanya dibatalkan di Al-Quds, tetapi dibatalkan sepenuhnya jika diselenggarakan di Israel dan memindahkannya ke negara lain yang punya catatan hak asasi manusia lebih baik.
Baca Juga: Agresi Cepat dan Besar Israel di Suriah Saat Assad Digulingkan
Kegiatan pertunjukan di Israel masih tetap sangat mungkin menjadi masalah karena banyaknya yang mengkritik tindakan kejam militer Israel terhadap Palestina yang terus berlangsung, itu lebih dari cukup untuk membenarkan boikot budaya. (T/SjP1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Parlemen Brasil Keluarkan Laporan Dokumentasi Genosida di Gaza