Taufiqurrahman (Redaktur Arab MINA)
Empat bulan telah berlalu sejak Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengakui Al Quds sebagai ibu kota Israel. Kala itu dunia mengecam keras keputusan terkutuk tersebut. Namun sayang gaung itu lambat laun meredup seiring berjalannya waktu.
Aksi unjuk rasa mengecam keputusan AS yang terjadi di banyak negara usai pengumuman tersebut kini sudah tak terlihat lagi. Media-media massa sudah tak lagi ramai mengangkat isu pemindahan ibu kota Israel ke Al Quds. Suara-suara dukungan bagi Palestina dan kecaman atas AS sudah tak terdengar lagi.
Bulan Mei depan keputusan kontroversial ini akan diwujudkan, Al Quds menjadi ibu kota Israel. Tak ada tanda-tanda AS akan mengurungkan niatnya meski mendapat kecaman dari para pemimpin dunia. Sepertinya AS tahu tekanan dunia perlahan akan mengendur di tengah kesibukan masing-masing menghadapi situasi dalam negeri. Dan masyarakat internasional akan terlupakan oleh isu-isu politik dunia lainnya.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Namun tidak demikian halnya bagi bangsa Palestina. Sejak keputusan itu, darah mereka segera mendidih dan terus mengalir, menggerakkan jiwa dan raga untuk melawan. Dan tak akan berhenti sampai mereka berhasil menggagalkan rencana busuk itu. Dengan atau tanpa dunia.
Demonstrasi hingga aksi perlawanan warga Palestina terhadap pihak keamanan Israel masih tetap bergulir di hampir semua kawasan di Palestina. Bahkan di setiap hari Jumat perlawanan mereka lebih massif terutama di Gaza dan Al Quds. Hampir setiap hari berita-berita bentrokan antar kedua belah pihak terus menghiasi media-media massa lokal.
Jumlah korban jiwa dari pihak warga Palestina pun terus bertambah. Setiap hari selalu ada saja yang syahid akibat bentrokan dengan pihak keamanan Israel. Ribuan lainnya terluka-luka. Dan tak sedikit pula yang lalu ditangkap, dipenjara dan dijadikan tawanan oleh Israel.
Pudarnya isu pemindahan ibu kota Israel ke Al Quds dalam pembicaraan internasional sedikit banyak mengakibatkan turunnya intensitas perlawanan rakyat Palestina. Selain itu pakar militer Palestina, Yusuf as Syarqawi menyebut sikap dingin pihak otoritas Palestina dalam mendukung gerakan perlawanan menjadi faktor lain aksi tersebut kian redup.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Padahal pidato Presiden Palestina Mahmud Abbas tak lama usai pernyataan Trump cukup kuat menggerakan rakyat Palestina untuk turun ke jalan-jalan. Ia menegaskan putra-putri Palestina akan terus berjuang mempertahankan Al Quds. Hamas bahkan dengan tegas menyeru warga Palestina untuk melancarkan intifadah. Namun sayang seiring waktu rakyat tidak lagi mendengar gaung tersebut. Mereka bergerak kembali ke jalanan melakukan perlawanan atas inisiatif sendiri.
Faktor lainnya, pihak keamanan Israel terus meningkatkan operasi penangkapan dan penembakan pada setiap warga Palestina yang terlibat aksi. Jumlah warga yang ditawan di penjara-penjara Israel pun meningkat sejak gerakan protes bergulir. Akibatnya beberapa warga Palestina terpaksa memilih untuk tidak terlibat aksi.
Terlepas dari kenyataan tersebut, dunia perlu belajar kepada rakyat Palestina. Meski tak sebesar di awal-awal usai pernyataan AS soal Al Quds, namun kobar api perlawanan bangsa Palestina tetap menyala. Para pemuda bahkan bocah Palestina bergerak demi tetap menjaga nyala api jihad ini.
Perjuangan bangsa Palestina yang tak lelah menghentikan upaya pemindahan tersebut seharusnya menjadi perhatian terutama bagi dunia Islam. Dalam hal ini, negara-negara muslim tak boleh mengendorkan tekanan mereka atas AS meski tersibukan oleh isu-isu politik, dalam dan luar negeri. Dukungan mereka sangat berarti demi mencapai tujuan penghentian pemindahan ibu kota Israel ke Al Quds.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
OKI, Liga Arab dan Dewan Kerjasama Teluk (GCC) merupakan organisasi-organisasi muslim internasional yang paling bertanggungjawab mendukung langkah itu. Tak satupun dari negara-negara anggota yang tergabung dalam organisasi-organisasi tersebut yang mendukung keputusan AS terkait Al Quds. Semuanya satu suara menolak.
Tentu saja bersatu dalam penolakan dan kecaman saja tidak cukup. Lebih dari itu, mereka harus kompak menekan AS. Mereka tidak boleh takut terhadap ancaman AS yang akan memboikot bantuannya kepada negara-negara yang kontra. Posisi tawar dunia Islam cukup kuat untuk bisa menekan AS agar membatalkan rencana pemindahan tersebut.
Masyarakat muslim juga harus terus mendesak pemimpin mereka untuk berani mengambil sikap tegas dan nyata melawan keputusan Trump. Aksi unjuk rasa jangan pernah berhenti. Kita juga terus menyuarakan dan meramaikan isu Al Quds ini di media-media sosial.
Suara-suara dukungan untuk Palestina dalam hal ini wajib mendapat tempat di pemberitaan media-media massa. Media massa Islam terutama bertanggungjawab mengangkat isu pemindahan ibu kota Israel ke Al Quds terus menerus. Masyarakat muslim perlu tahu perkembangan isu ini untuk menjaga kesadaran mereka.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Suara muslimin sangat dibutuhkan bangsa Palestina demi terus mengobarkan nyala api perjuangan mereka. Kita tidak tahu akankah api-api kecil perjuangan saudara-saudara kita di Palestina mampu menghanguskan rencana pemindahan ibu kota Israel ke Al Quds. Tapi yang jelas sebagai muslim kita berkewajiban menjaga nyala api itu. (A/RA02/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung