Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

EMPAT LANGKAH MENUMBUHKAN ISTIQAMAH

Rudi Hendrik - Senin, 22 Juli 2013 - 08:08 WIB

Senin, 22 Juli 2013 - 08:08 WIB

2160 Views

istiqomah.jpg">istiqomah.jpg" alt="istiqomah" width="226" height="223" />Oleh: Rudi Hendrik.

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Ahkaf [46] 13-14).

Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga

Sebagai bentuk penghambaan manusia pada Rabbnya, ibadah memerlukan istiqamah, keteguhan hati dalam mengikuti petunjuk yang dengan jelas telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits, tanpa menambah atau mengurangi sedikit pun.

Ibnu Rajab al-Hambali menjelaskan definisi istiqamah, yaitu, “Berjalan di atas jalan kebenaran yang lurus tanpa menyimpang sedikit pun, dan menjalankan syariat Islam sesuai dengan manhaj Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam melakukan perintah dan meninggalkan larangan-Nya.”

Imam Muslim meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Amal yang paling disukai Allah Ta’ala adalah amal yang dikerjakan terus menerus walaupun jumlahnya sedikit.”

Karena itu, istiqamah bukan sekedar kebajikan tambahan atau pelengkap, melainkan sebuah keharusan dalam kehidupan manusia, sebagai individu maupun masyarakat.

Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia

Jelasnya, istiqomah adalah sebuah keniscayaan bagi seorang Muslim. Sebagaimana dijelaskan sendiri oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika seorang sahabatnya, Sufyan bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, bertanya, “Wahai Rasulullah, mohon dijelaskan padaku tentang Islam yang sesungguhnya, sehingga aku tidak bertanya lagi setelah ini kepada seseorang selain kepadamu?”

Beliau menjawab, “Katakanlah, aku beriman kepada Allah kemudian ber-istiqamalah.” (HR. Muslim).

Di balik jawaban Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang singkat dan padat itu, justeru dapat ditangkap suatu isyarat bahwa untuk menjadi Muslim sejati “cukup” dengan memenuhi dua syarat, yaitu beriman kepada Allah dan bersikap istiqamah dalam keimanannya tersebut.

Allah sangat menghargai dan memuji orang-orang yang mampu mempertahankan sikap istiqamah. Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala dalam ayat di atas (QS. Al-Ahkaf [46] 13-14).

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah

Karena itu, setiap kita harus berjuang untuk menunmbuhkan istiqamah dalam jiwa masing-masing.

Ada empat hal yang harus ditempuh agar dapat menjadi hamba-hamba Allah yang istiqamah:

Pertama, kesadaran dan pemahaman yang benar.

Muslim yang memahami ajaran agamanya dengan baik tidak akan bimbang menjalani kehidupan dunia. Ia akan tetap tegar (istiqamah) menghadapi badai godaan sedahsyat apa pun.

Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir

Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dengan merasakan pengawasan-Nya.

Dua hal ini sangat penting. Ketika seorang Muslim sudah merasa dekat dengan Allah, ke mana pun ia pergi, di mana pun ia berada, bagaimana pun situasinya, dengan keyakinan penuh ia akan selalu merasa diawasi oleh Allah. Dengan begitu ia tidak akan berani lagi menyimpang dari jalan-Nya (QS. Al-Baqarah [2] 235).

Ketiga, berteman dengan orang-orang shalih.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan, “Seseorang itu mengikuti agama kawannya, karena itu perhatikanlah kepada siapa orang itu berkawan.” (HR. Tirmidzi).

Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah

Keempat, instropeksi dan sungguh-sungguh.

Setiap pribadi Muslim harus mengetahui bahwa musuh utama dirinya adalah hawa nafsunya sendiri yang memang memiliki tabiat selalu condong kepada kejahatan dan perbuatan dosa (QS. Yusuf [12] 53).

Sebab itulah, setiap Muslim seyogianya selalu mengadakan instropeksi diri terhadap apa-apa yang telah dikerjakan agar ia dapat mengontrol hawa nafsunya setiap saat. (P09).

Disadur dari tulisan Muhammad Ilham Muchtar, Lc.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah

 

 

 

Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Tausiyah
Tausiyah
Pendidikan dan IPTEK