Evaluasi Lagi Canda Anda

Oleh Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَـٰنَ وَنَعۡلَمُ مَا تُوَسۡوِسُ بِهِۦ نَفۡسُهُ ۥ‌ۖ وَنَحۡنُ أَقۡرَبُ إِلَيۡهِ مِنۡ حَبۡلِ ٱلۡوَرِيدِ # إِذۡ يَتَلَقَّى ٱلۡمُتَلَقِّيَانِ عَنِ ٱلۡيَمِينِ وَعَنِ ٱلشِّمَالِ قَعِيدٌ # مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ۬۬

Artinya, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf [50] ayat 16-18).

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Yang dicatat adalah setiap perkataan yang baik atau buruk. Sampai pula perkataan ‘aku makan, aku minum, aku pergi, aku datang, sampai aku melihat’, semuanya dicatat. Ketika hari Kamis, perkataan dan amalan tersebut akan dihadapkan kepada Allah.” (Tafsir Al-Quran Al ‘Azhim, 13: 187).

untuk menghibur dan membuat senang hati orang lain tidaklah dilarang di dalam Islam bagi manusia. Dalam banyak hadits, disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kerap bercanda, baik itu dengan isteri-isterinya ataupun dengan para sahabatnya untuk mengambil hati dan membuat mereka gembira.

Namun beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak berlebih-lebihan, tetap ada batasannya. Bila tertawa, beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak melampaui batas tetapi hanya tersenyum. Begitu pula, meski dalam keadaan bercanda, beliau tidak berkata kecuali yang benar.

Dituturkan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّه صلىاللّه عليه وسلم مُستَجْمِعًا قَطُّ ضَا حِكًا حَتَّى تُرَى مِنْهُ لَهَوَاتُهُ إِنَمَا كَانَ يَتَبَسَّمُ

Artinya, “Aku belum pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tertawa terbahak-bahak hingga kelihatan lidahnya, namun beliau hanya tersenyum.” (HR. Bukhari – Muslim).

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan, para sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Wahai, Rasulullah! Apakah engkau juga bersenda gurau bersama kami?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Betul, hanya saja aku selalu berkata benar.” (HR. Ahmad dengan sanad yang sahih).

Tata tertib Bercanda

Ada kalanya kita mengalami kelesuan dan ketegangan setelah menjalani kesibukan. Atau muncul rasa jenuh dengan berbagai rutinitas dan kesibukan sehari-hari. Dalam kondisi seperti ini, kita membutuhkan penyegaran, salah satunya dengan bercanda. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat manusiawi dan dibolehkan.

Begitu pula Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga melakukannya. Jika kita ingin melakukannya, maka harus memperhatikan beberapa hal yang penting dalam bercanda.

  1. Meluruskan tujuan. Yaitu bercanda untuk menghilangkan kepenatan, rasa bosan dan lesu, serta menyegarkan suasana dengan canda yang dibolehkan. Sehingga kita bisa memperoleh gairah baru dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat.
  2. Jangan melewati batas. Sebagian orang sering kebablasan dalam bercanda hingga melanggar norma-norma, sehingga bisa menjatuhkan wibawa dan martabatnya di hadapan manusia. Terlalu banyak bercanda akan menjatuhkan wibawa seseorang.
  3. Jangan bercanda dengan orang yang tidak suka bercanda. Terkadang ada orang yang tidak suka bercanda atau dicandai. Jika orang seperti ini dicandai, hal itu akan menimbulkan akibat buruk seperti pertengkaran dan permusuhan.
  4. Jangan bercanda dalam perkara-perkara serius. Ada beberapa kondisi yang tidak sepatutnya bagi kita untuk bercanda. Misalnya dalam majelis penguasa, majelis ilmu, majelis hakim, ketika memberikan persaksian, dan lain sebagainya.
  5. Jangan menakut-nakuti seorang Muslim. Ada orang yang bercanda dengan memakai sesuatu untuk menakut-nakuti temannya. Misalnya, seperti memakai topeng yang menakutkan pada wajahnya, berteriak dalam kegelapan, atau menyembunyikan barang milik temannya.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

لاَ يَأْ خُذَنَّ أحَدُكُمْ مَتَا عَ أَخِيهِ لاَ عِبًا وَلاَ جَادًّا

Artinya, “Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang milik saudaranya, baik bercanda maupun bersungguh-sungguh.” (Sahih Abu Dawud).

Pernah terjadi, ketika salah seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sedang tidur, datanglah seseorang lalu mengambil cambuknya, dan menyembunyikannya. Pemilik cambuk itupun merasa takut. Sehingga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

لاَيَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسلِمًا

Artinya, “Tidak halal bagi seorang Muslim membuat takut muslim yang lain.” (Sahih Abu Dawud).

  1. Jangan berdusta. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْت فِي رَبَضِ الْجَنّّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كََانَ مُحقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَط الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِ بَ وَإِنْ كَانَ مَازِ حًا وَبِبَيتِ فِي أَغلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ

Artinya, “Aku menjamin dengan sebuah istana di bagian tepi surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun ia berada di pihak yang benar, sebuah istana di bagian tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meski ia sedang bercanda, dan istana di bagian atas surga bagi seorang yang memperbaiki akhlaknya.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنِّي لأَمْزَحُ وَلاَ أَقُوْلُ إِلاَّ حَقًا

Artinya, “Sesungguhnya aku juga bercanda, namun aku tidak mengatakan kecuali yang benar.” (HR. Ath-Thabrani, sahih).

Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memberikan ancaman terhadap orang berdusta dan membuat orang lain tertawa.

وَيْلٌ للَّذِي يُحَدِّ ثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْخِكَ بِهِ الْقَوْمَ ويْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ

Artinya, “Celakalah seseorang yang berbicara dusta untuk membuat orang tertawa, celakalah ia, celakalah ia.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi).

  1. Jangan melecehkan orang lain. Misalnya bercanda dengan melecehkan orang-orang tertentu, penduduk daerah tertentu, atau profesi tertentu, atau bahasa tertentu, atau menyebut aib mereka dengan maksud untuk bercanda dan membuat orang lain tertawa. Perbuatan ini sangat dilarang.
  2. Candaan jangan berisi tuduhan dan fitnah terhadap orang lain. Kadang kala ini juga terjadi, terlebih bila canda itu sudah lepas kontrol. Sebagian orang bercanda dengan temannya lalu ia mencela, memfitnahnya, atau menyifatinya dengan perbuatan keji. Seperti ia mengatakan kepada temannya, “Hai anak hantu”, dan kata-kata sejenisnya untuk membuat orang tertawa.
  3. Hindari bercanda dengan aksi dan kata-kata buruk. Banyak orang yang tidak menyukai bercanda seperti ini. Dan seringkali berkembang menjadi pertengkaran dan perkelahian, kecuali dengan orang yang sudah terbiasa dan bisa menerima hal itu. Sebagaimana para sahabat saling melempar kulit semangka setelah memakannya (HR. Bukhari)

Adapun bercanda dengan kata-kata yang buruk tidak dibolehkan sama sekali. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman,

وَقُل لِّعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنزَغُ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنسَانِ عَدُوًّا مُّبِينًا

Artinya, “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, ‘hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar)’. Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS. Al-Isrâ’ [17] ayat 53).

10. Tidak banyak tertawa. Banyak orang yang tertawa berlebih-lebihan sampai terpingkal-pingkal ketika bercanda. Ini bertentangan dengan sunnah. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah mengingatkan agar tidak banyak tertawa.

وَيْلٌ للَّذِي يُحَدِّ ثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْخِكَ بِهِ الْقَوْمَ ويْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ

Artinya, “Janganlah kalian banyak tertawa. Sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati.” (Hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha).

11. Bercandalah dengan orang-orang yang membutuhkannya. Seperti dengan kaum wanita dan anak-anak.

12. Jangan melecehkan syiar-syiar agama. Umpamanya celotehan dan guyonan para pelawak yang mempermainkan simbol-simbol agama, ayat-ayat Al-Quran, karena itu bisa menjatuhkan pelakunya dalam kemunafikan dan kekufuran.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَن تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُم بِمَا فِي قُلُوبِهِمْ ۚ قُلِ اسْتَهْزِئُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَّا تَحْذَرُونَ وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ

Artinya, “Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka, ‘Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan Rasul-Nya). Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti’. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab, ‘Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja’. Katakanlah, ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (QS. At-Taubah [9] ayat 64-65).

لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ

(P001/R01)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)