Stavanger, Norwegia, 6 Dzulhijjah 1436/20 September 2015 (MINA) – Geir Lundestad, mantan Sekretaris Komite Nobel Norwegia, komite yang memberikan hadiah perdamaian Nobel kepada Presiden AS Barack Obama tahun 2009, mengungkapkan, ikhwal itu merupakan kesalahan, terutama sekali karena saat itu Obama baru sembilan bulan menjadi Presiden.
Sementara itu para pengkritik juga mengatakan tak pantasnya seorang Presiden AS menerima Nobel Perdamaian karena Presiden AS umumnya sering melancarkan perang dan agresi.
“Pemberian Nobel Perdamaian untuk Obama tahun 2009 adalah sebuah kesalahan dan kegagalan untuk mencapai tujuan yang dimaksudkan dalam mempromosikan perdamaian global,” ungkap Lundestad dalam peluncuran bukunya di Stavanger, Norwegia, Kamis (17/9).
The Washington Post menyebutkan, dalam memoar terbaru “Secretary of Peace: 25 years with the Nobel Prize,” (Sekretaris untuk Perdamaian : 25 tahun Hadiah Nobel), Geir Lundestad, Direktur Non-voting dari Institut Nobel hingga 2014, menulis bahwa ia telah meragukan keputusan Komite Nobel Norwegia untuk memberikan Hadiah Perdamaian pada Obama.
Baca Juga: ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu dan Gallant
“Banyak simpatisan Obama sendiri berpikir bahwa hadiah itu memang adalah sebuah kesalahan,” ujarnya.
Tapi, menurutnya, itu semua menjadi mungkin bila seorang Presiden Amerika Serikat mendapat hadiah dari panitia. “Namun panitia tidak mencapai apa yang harapkan,” katanya.
Lundestad adalah Direktur Rahasia Institut Nobel Norwegia tahun 1990-2015. Dia menghadiri pertemuan komite, tetapi tidak punya hak suara.
Lundestad, saat ini seorang profesor sejarah internasional di Universitas Oslo, mengatakan bahwa ia memiliki keraguan yang kuat sebelum hadiah diberikan kepada Obama.
Baca Juga: Turkiye Tolak Wilayah Udaranya Dilalui Pesawat Presiden Israel
Penghargaan yang datang hanya sembilan bulan setelah Obama menjadi presiden, telah banyak dikritik di Amerika Serikat dan seluruh dunia.
Komentator politik menyampaikan hadiah perdamaian itu terlalu dini karena Obama tidak mencapai prestasi perdamaian pada saat itu, dan hanya bersifat politik.
Berbagai ragam komentar pun muncul di jejaring sosial sehubungan pengungkapan mantan panitia Nobel tersebut. Di antaranya seperti dimuat di Press TV, Jumat (18/9), dari Sean Murphy yang mempertanyakan bagaimana mungkin hadiah perdamaian bagi pendukung perang.
“Hadiah Nobel Perdamaian? Tapi semua orang melihatnya sebagai Hadiah Nobel Imperialisme,” unggah pengguna media sosial lainnya.
Baca Juga: Setelah 40 Tahun Dipenjara Prancis, Revolusioner Lebanon Akan Bebas
Seorang yang menggunakan nama Zodiac mengatakan, “Saya tidak dapat memahami bagaimana ia mendapatkan hadiah perdamaian, apakah panitia lupa dengan standar kriteria penilaian Nobel?” (T/P4/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Hotel Italia Larang Warga Israel Menginap Imbas Genosida di Gaza