Haider Al-Abadi “Pahlawan” Mission Impossible Irak

. (Foto: dok. Economic Iraq)

Ketika Haider Al-Abadi ditugaskan untuk membentuk sebuah pemerintahan baru Irak pada bulan Agustus 2014, itu hanya beberapa pekan setelah terjadi serangan kilat oleh kelompok Islamic State (ISIS). Banyak yang yakin bahwa dia akan gagal.

Tiga tahun kemudian, perdana menteri bertubuh gempal dengan janggut putih dipotong itu telah mengubah apa yang banyak dianggap “misi mustahil” di Irak menjadi sebuah kisah sukses.

Dia berhasil membangun kembali angkatan bersenjata Irak yang hancur, memburu ISIS di lebih dari 90 persen wilayah yang telah disita – sekitar sepertiga dari Irak – dan merebut kembali daerah-daerah yang disengketakan di utara dari pasukan Pesmmerga Kurdi.

Fanar Haddad, seorang peneliti di Institut Timur Tengah Universitas Nasional Singapura mengatakan, pandangan standar terhadap Abadi adalah bahwa dia ragu-ragu, lemah dan terlalu mendamaikan politik Irak. Ketika Abadi mengambil alih posisi Nuri Al-Maliki, dia menghadapi tantangan besar, termasuk korupsi yang merajalela, infrastruktur yang buruk, turunnya harga minyak dan ancaman miltansi kelompok bersenjata.

Sajad Jiyad, Direktur Pusat Perencanaan dan Studi Independen Al-Bayan di Baghdad mengatakan, Abadi menghadapi “pekerjaan paling sulit di dunia.” Namun, dengan mengenakan pakaian militer atau jas dan dasi, Abadi dari waktu ke waktu mengumumkan beberapa kemenangan militer saat mencoba memerangi korupsi dengan meluncurkan reformasi pembersihan.

“Dia adalah perdana menteri terbaik dalam sejarah Irak. Dia hanya berbicara sedikit, tapi banyak bertindak,” tulis salah satu dari 2,5 juta pengikut Abadi di Facebook.

Pengamat mengatakan, Abadi telah berhasil saat perdana menteri Irak lainnya gagal.

“Cara tenang dan mendamaikannya, keterbukaannya untuk berurusan dengan beragam aktor (di dalam dan di luar Irak) sangat berbeda dengan pendahulunya,” kata Hanar Haddad.

Satu survei yang dilakukan oleh sebuah lembaga pemungutan suara Irak mendapatkan bahwa perdana menteri Syiah itu mendapat dukungan 75 persen, bahkan termasuk dari minoritas Sunni Irak.

Dari Pengasingan ke Politik

Abadi adalah seorang anggota Partai Dawa. Ia lahir pada tahun 1952 di sebuah distrik kaya di Baghdad, tapi tinggal di pengasingan pada masa pemerintahan Saddam Hussein, termasuk di Inggris tempat dia mendapatkan gelar doktor teknik dari Universitas Manchester.

Dua saudara laki-laki Abadi ditangkap dan dieksekusi oleh rezim Saddam karena keanggotaan Partai Dawa yang menentang pemerintah, sementara yang ketiga dipenjara selama satu dekade dengan tuduhan yang sama.

Abadi pulang ke Irak setelah penggulingan Saddam pada tahun 2003. Ia diangkat menjadi menteri komunikasi di pemerintahan sementara yang dibentuk setelah kejatuhan Saddam.

Pada tahun 2006, dia terpilih menjadi anggota parlemen, memimpin komite ekonomi, investasi dan rekonstruksi yang kemudian menjadi komite keuangan.

Dia terpilih sebagai wakil ketua parlemen pada bulan Juli 2014, sebelum ditarik untuk membentuk pemerintahan sebulan kemudian.

Mungkin, pencapaian terbesarnya sejak saat itu adalah membangun kembali polisi dan tentara Irak yang telah dilemahkan oleh konflik selama puluhan tahun, termasuk invasi pimpinan Amerika Serikat 2003.

Abadi berhasil merombak puluhan ribu anggota pasukan dengan bantuan sekutu Irak, termasuk Amerika Serikat yang melangkah untuk melatih dan membekali mereka.

Di bawah komandonya, pasukan Irak mengejar militan ISIS di lebih dari 90 persen wilayah yang mereka rebut, yang merupakan pukulan besar bagi “khalifah” kelompok ini.

Awal bulan Oktober 2017, tentara Irak merebut kembali posisi Kurdi di dalam dan di sekitar provinsi Kirkuk, di luar wilayah otonom Kurdi di Irak utara.

Pemain Internasional

Prestasi ini telah mengubah Abadi menjadi “”, hampir dipuja oleh banyak orang Irak.

“Hari ini tampaknya ada sedikit kultus yang tumbuh di sekitar Abadi,” kata Fanar Haddad.

Pengamat mengatakan, Abadi memenangkan hari ini berkat pendekatan langkah demi langkahnya.

Dia memulai pertempuran melawan korupsi dan di bawah kepemilikannya, beberapa pejabat telah ditangkap dan diadili karena kasus korupsi.

Abadi juga dengan gigih menempatkan Irak di panggung internasional dan berhasil mengamankan dukungan dari sekutu internasionalnya.

Para diplomat yang berbasis di Baghdad menggambarkan Abadi sebagai seseorang yang tahu bagaimana membangun dirinya dan menghormati perintah.

Pada Ahad, 22 Oktober 2017, Abadi mengunjungi Arab Saudi untuk mengurangi ketegangan antara Baghdad yang berpenduduk mayoritas warga Syiah dan kerajaan yang diperintah kalangan Sunni.

Nafar Haddad menilai perjalanan itu “tidak terpikirkan” di bawah kepemimpinan Maliki dan bisa dipandang sebagai kudeta diplomatik lain yang dilakukan Abadi, karena pemerintahannya saat ini bersekutu dengan saingan Iran, Arab Saudi.

Namun, terlepas dari banyak prestasinya, menurut Haddad, penting untuk mengenali batasan tentang apa yang bisa Abadi lakukan.

“Tantangan besar” bagi Abadi masih menghadang seperti rekonstruksi kota-kota yang hancur dan isu warga Irak yang mengungsi karena berperang.

“Ini berada di luar kendali satu aktor manapun,” kata Haddad. (A/RI-1/RS3)

Sumber: Nahar Net

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Rudi Hendrik

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.