Balikpapan, Kalimantan Timur, MINA – Dari September 2018 sampai Maret 2019, bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan baik di Balikpapan dan Kutai Kartanegara dan Universitas Mulawarman dan IAIN Samarinda, Tanoto Foundation telah melatih hampir dua ribu pendidik di Kaltim cara mengajar dengan menggunakan skenario MIKIR, singkatan dari Mengalami, Interaksi, Komunikasi dan Refleksi.
Banyak sekolah juga yang sudah mulai konsisten menerapkan di sekolah, terutama sekolah-sekolah mitra. Lalu apa keunggulan mengajar menggunakan skenario MIKIR ini dibandingkan dengan model mengajar seperti biasanya?
Menurut Ponidi, Pengawas Sekolah Dasar di Kutai Kartanegara, Skenario MIKIR membuat guru lebih mudah membuat perencanaan mengajar yang kreatif.
“MIKIR itu suatu pola yang memudahkan guru menyusun skenario mengajar yang kreatif. Setiap unsur atau singkatan di MIKIR tinggal diturunkan jadi kegiatan di kelas. Guru tinggal memutuskan apa yang harus dilakukan agar siswa mengalami, bisa berinteraksi dengan baik, bagaimana cara berkomunikasinya, dan juga bagaimana bentuk refleksi atas pembelajaran hari itu,” ujarnya sebagaimana keterangan pers yang diterima MINA, Sabtu (27/4).
Baca Juga: Wamenag Sampaikan Komitmen Tingkatkan Kesejahteraan Guru dan Perbaiki Infrastruktur Pendidikan
Selama ini, menurutnya, guru kesulitan menyusun rencana mengajar. Padahal menyusun rencana pembelajaran adalah kewajiban bagi guru. Karena kesulitan, guru kadang copy paste saja dari internet, atau membayar orang untuk membuatkannya.
Murid Jadi Rindu Gurunya
Wiwik Kustinaningsih, guru MIN I Balikpapan, merasakan banyak kelebihan mengajar pakai skenario MIKIR.
“Tidak seperti dulu, siswa saya sekarang sering merindukan gurunya. Kalau saya bilang saya akan digantikan guru lain walau sebentar, mereka pasti protes,” ujarnya.
Baca Juga: Hari Guru, Kemenag Upayakan Sertifikasi Guru Tuntas dalam Dua Tahun
Menurutnya, dengan mengajak siswa mengalami (M dalam MIKIR) atau to experience, siswa menjadi mudah memahami. Saat mengajar tentang Gaya pada kelas IV, dia memfasilitasi siswa untuk melakukan berbagai aktvitas yang mengantar siswa mengetahui sendiri apa itu gaya.
Misalnya untuk gaya gravitasi, kelompok siswa difasilitasi menjatuhkan benda-benda dan mengidentifikasi apa yang terjadi. Untuk gaya magnet, siswa langsung praktik dengan menarik benda dengan magnet dan mengidentifikasi apa yang terjadi dan menuliskan manfaat-manfaatnya. Demikian juga untuk gaya lainnya.
“Siswa menjadi lebih paham, mudah mengerti bahkan bagi yang masih susah menulis atau membaca pun jadi paham apa yang diajarkan. Mereka juga antusias dan gembira,” imbuhya.
Menurut Khundori Muhammad, spesialis Pembelajaran Sekolah Dasar program Tanoto Foundation, menggunakan skenario MIKIR akan mempermudah guru melaksanakan K13.
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru
“Kesulitan membuat rencana pembelajaran model K13 akan mudah diatasi kalau guru menerapkan MIKIR,” katanya.
Dengan mengalami atau M dalam MIKIR, siswa menjadi lebih paham. “Beda kalau cuma mendengar, seperti yang banyak dilakukan selama ini, siswa akan lebih sering lupa,” ujarnya.
Selain diajak mengalami, dengan MIKIR, lewat unsur interaksi, siswa juga difasilitasi untuk memiliki kecakapan sosial.
“Karena hidup di zaman modern makin kompleks, siswa harus trampil mengungkapkan pendapat dan menerima pendapat orang lain. Dalam MIKIR, guru harus menyusun skenario bagaimana siswa bisa berinteraksi dengan baik, terutama interaksi ilmiah,” imbuhnya.
Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia
Untuk memupuk rasa percaya diri dan kemampuan komunikasi, dengan MIKIR, siswa juga diajak untuk berani tampil ke muka di setiap pelajaran.
“Lewat refleksi, mereka juga diajak untuk melakukan evaluasi pemahaman mereka dan proses pembelajaran saat itu. MIKIR berusaha merangkum semua kecakapan yang harus dimiliki oleh siswa untuk hidup di abad 21,” ujar Khundori menutup .(L/R01/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Matahari Tepat di Katulistiwa 22 September