Iran Negeri Para Mullah

Aksi solidaritas masyarakat Iran untuk warga Gaza yang diserang oleh Zionis Israel. (Foto: West Asia News Agency)

, hari ini mencuri perhatian dunia. Negara ini mengambil langkah defensif dengan mengirimkan lebih dari 300 drone dan rudal ke Israel, laporan Militer Israel.

Kemenlu Republik Islam Iran mengatakan bahwa pada Ahad, 14 April 2024 angkatan bersenjata Republik Islam Iran menjalankan haknya untuk membela diri seperti yang diatur dalam pasal 51 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Sebagai tanggapan pembalasan terhadap agresi militer berulang-ulang rezim Zionis yang menyebabkan kesyahidan para penasihat militer resmi Iran yang secara resmi hadir di Suriah atas undangan pemerintah Suriah dan beraktivitas di sana.

“(Maka) serangkaian serangan militer dilakukan oleh angkatan bersenjata Iran terhadap pangkalan militer rezim Zionis,” tulis Siaran Pers Resmi dari Kedutaan Besar Republik Islam Iran di Jakarta, Ahad (14/4/2024)

Akibat serangan balasan untuk Israel tersebut, berita-berita tentang Iran memenuhi linimasa. Untuk itu, perlu kiranya kita tahu lebih dalam tentang negara dengan Ibu Kota Teheran ini.

Peradaban Tertua

Merangkum dari berbagai sumber, nama Iran sejatinya diadopsi dari bahasa Persia yang berarti “Tanah Bangsa Arya”. Kalau tahu soal Nazi dan Adolf Hitler, pasti akrab sekali dengan etnis kuno yang satu itu. Ya, mereka adalah bangsa pengembara dari peradaban kuno yang dikenal sebagai ras unggul dan sangat diagung-agungkan oleh Diktator Jerman berkumis tebal di bawah hidung tersebut.

Diyakini, bangsa Arya terpecah menjadi dua, yang satu membentuk Persia dan satu lagi Media. Keturunannya telah menyebar ke seluruh pelosok Bumi. Sebaran terbesar berada di Iran. Dengan demikian, tidak salah jika kita menyebut masyarakat Iran adalah keturunan peradaban tertua di dunia, mengingat rekam jejak nenek moyang mereka sudah wara-wiri sejak 4.000 tahun sebelum masehi.

Negeri Para

Keunikan Iran dimulai di sini. Oleh karena mayoritas penduduknya memeluk agama Islam Syiah, negara ini dijuluki Negeri Para Mullah.

Mullah adalah suatu gelar yang biasa diberikan kepada seorang ulama agama Islam. Gelar ini berasal dari kata bahasa Arab: mawla atau maula, yang dapat berarti ‘pemimpin’ maupun ‘pelindung’. Sebutan Mullah biasa disematkan kepada para tokoh agama dan ulama Syiah.

Presiden menjadi orang kedua yang dihormati di Iran. Sementara posisi tertinggi dipegang oleh seorang ulama Syiah yang diberi gelar Pemimpin Agung. Jabatan itu sekarang diemban oleh Ayatollah Ali Khamenei.

Dalam sejarah Iran, ajaran Syiah Dua Belas (Istna Asyariyah) 138 sering dianggap apolitis karena menemukan akomodasi yang cukup baik dengan negara. Namun, dalam masa-masa kritis sepanjang sejarah, kepercayaan, kepemimpinan, dan pranata-pranata Syiah telah memainkan peran penting dalam kehidupan politik dan masyarakat Iran. Ajaran Syiah telah ditafsirkan dan dimanfaatkan untuk menjaga identitas dan kemerdekaan nasional serta menggerakkan dukungan rakyat.

Pada abad ke-19 dan 20, para Mullah, yang menganggap diri mereka sebagai pelindung bangsa vis-a-vis pemerintah, terlibat aktif dalam gerakan-gerakan protes rakyat. Mereka menentang pemerintah yang “lalim dan tunduk pada imperialis asing.”

Setelah Iran menjadi republik pada 1979, mazhab Syiah menjadi mazhab resmi sesuai pasal ke-12 konstitusi Republik Islam Iran. Identitas Iran dalam hal keyakinan adalah ajaran Syiah yang merupakan sumber legitimasi politik abad ke-16 ketika dinyatakan sebagai agama negara Iran.

Kendati demikian, pemerintah Iran menjamin hak dan kebebasan penganut mazhab lain Islam Sunni (Hanafi, Syafi’i, Maliki dan Hanbali). Penganut Sunni bahkan ada dalam parlemen, Dewan Ahli, dan pejabat pemerintah.

Iran kini menyuarakan dan persatuan Syiah dan Sunni di dalam negeri, regional, dan dunia. Salah satunya melalui pertemuan tahunan internasional “Persatuan Dunia Islam” dan “Pekan Persatuan” dengan kehadiran ulama Syiah dan Sunni paling terkemuka di dunia.

Kekuatan Militer

Angkatan Bersenjata Iran termasuk yang terbesar di Timur Tengah, dengan setidaknya 580.000 personel aktif dan sekitar 200.000 personel cadangan terlatih. Mereka terbagi di antara tentara tradisional dan Korps Garda Revolusi Islam.

Angkatan Darat dan Garda masing-masing memiliki pasukan darat, udara, dan angkatan laut yang terpisah. Staf Umum Angkatan Bersenjata mengkoordinasikan cabang-cabang dan menetapkan strategi keseluruhan.

Garda Revolusi Islam juga mengoperasikan Pasukan Quds, sebuah unit elit yang bertugas mempersenjatai, melatih dan mendukung jaringan milisi proksi di seluruh Timur Tengah yang dikenal sebagai “poros perlawanan.” Milisi tersebut antara lain Hizbullah di Lebanon, Houthi di Yaman, kelompok milisi di Suriah dan Irak, serta dan Jihad Islam di .

Meskipun milisi proksi tidak dihitung sebagai bagian dari angkatan bersenjata Iran, para analis mengatakan mereka siap berperang, bersenjata lengkap, dan loyal secara ideologis kepada Teheran.

“Tingkat dukungan dan jenis sistem yang disediakan Iran untuk aktor non-negara benar-benar belum pernah terjadi sebelumnya dalam hal drone, rudal balistik, dan rudal jelajah,” kata Fabian Hinz, pakar militer Iran di Institut Internasional untuk Studi Strategis di Berlin.

“Mereka dapat dipandang sebagai bagian dari kemampuan militer Iran, khususnya Hizbullah, yang memiliki hubungan strategis paling dekat dengan Iran,” katanya.

Selama beberapa dekade, strategi militer Iran bertumpu pada pencegahan, menekankan pada pengembangan rudal presisi dan jarak jauh, drone, dan pertahanan udara.

Iran memiliki salah satu gudang rudal balistik dan drone terbesar di Timur Tengah. Situs itu juga menampung rudal jelajah dan rudal anti-kapal, serta rudal balistik dengan jangkauan hingga 2.000 kilometer, atau lebih dari 1.200 mil.

Senjata-senjata ini mempunyai kapasitas dan jangkauan untuk mencapai sasaran apa pun di Timur Tengah, termasuk Israel.

Dalam beberapa tahun terakhir, Teheran juga telah mengumpulkan sejumlah besar drone dengan jangkauan sekitar 1.200 hingga 1.550 mil dan mampu terbang rendah untuk menghindari radar.

Iran sendiri tidak merahasiakan kepemilikan tersebut dan justru memamerkan koleksi drone dan rudalnya selama parade militer, dan memiliki ambisi untuk membangun bisnis ekspor drone yang besar. Drone Iran digunakan oleh Rusia di Ukraina dan muncul dalam konflik di Sudan.

Saat ini, Iran memproduksi rudal dan drone dalam jumlah besar di dalam negeri dan memprioritaskan produksi pertahanan tersebut. Upayanya untuk membuat kendaraan lapis baja dan kapal angkatan laut yang besar membuahkan hasil yang beragam.

Di sisi lain, Teheran juga mengimpor kapal selam kecil dari Korea Utara sambil memperluas dan memodernisasi armada yang diproduksi di dalam negeri.

Dukungan untuk Palestina 

Israel dan Iran sebenarnya  tidak selalu menjadi musuh bebuyutan. Bahkan, sebelum revolusi Islam pada 1979 dan berdirinya Republik Islam, Iran – sebuah negara non-Arab – pernah berperan sebagai sekutu strategis Israel.

Tetapi keadaan itu berubah ketika revolusi menempatkan Ayatollah Ruhollah Khomeini di takhta kekuasaan. Ia mengubah Iran menjadi negara teokratis dengan retorika anti-Israel.

Perjuangan demi Palestina dengan cepat menjadi bagian kunci dalam narasinya. Misi itu menjadi sangat populer, tidak hanya di kalangan warga beragama Islam tetapi juga di dalam komunitas intelektual dan sayap kiri.

Dalam konteks Palestina, Iran awalnya menyalurkan dukungan kepada Otoritas Palestina pimpinan Yasser Arafat. Namun, setelah Arafat wafat pada 2004, dan setelah Israel menarik diri dari Jalur Gaza pada 2005, orientasi politik Iran di Palestina berubah.

Ketika dunia Arab berusaha menjauhkan Otoritas Palestina dari Iran, dan saat bersamaan lahir Hamas di Jalur Gaza, Iran mengalihkan perhatian kepada Hamas.

Dukungan itu membesar setelah Hamas memenangi pemilu Palestina 2006 dan kemudian menjadi penguasa de facto Jalur Gaza setelah menggeser Fatah dari Jalur Gaza untuk hanya memerintah di Tepi Barat.

Tidak saja aktif memberikan dukungan ekonomi, Iran juga aktif memasok senjata dan memberikan pelatihan militer kepada Hamas.

Dengan menggandeng Hamas yang saat ini merupakan kelompok perlawanan Palestina paling efektif, Iran berusaha mengancam langsung Israel, di samping milisi Syiah Hizbullah di Lebanon yang memiliki ratusan ribu peluru kendali.

Duta Besar Republik Islam Iran untuk Indonesia, Mohammed Boroujerdi mengatakan pihaknya akan terus mendukung Palestina secara politik dan siap memberikan dukungan apapun untuk penyelesaian konflik tersebut.

“Dukungan politik ini bertujuan untuk menyadarkan berbagai lembaga internasional, kelompok masyarakat, dan berbagai pihak, berkaitan dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi di Palestina,” kata Boroujerdi di Rumah Dinas Dubes Republik Islam Iran, Jakarta, Selasa (31/10/2023).

Saat Hamas menyerang Israel 7 Oktober tahun lalu, para pejabat Iran juga memuji Hamas dengan menyebut serangan mereka sebagai “operasi yang membanggakan.”

Jenderal senior di Korps Garda Revolusi Islam, Yahya Rahim Safavi, mengatakan bahwa pihaknya “mendukung operasi [Hamas] ini, dan kami yakin Poros Perlawanan juga mendukung masalah ini.”

Poros Perlawanan ini mencakup organisasi-organisasi milisi bersenjata di Timur Tengah yang diyakini didukung Iran seperti Hamas di Palestina, Hizbullah di Lebanon, serta berbagai milisi di Irak dan Suriah, dan milisi Houthi di Yaman.

Diketahui Hizbullah dan Houthi memberikan dukungan pada Palestina dan perlawanan nyata terhadap Israel, terutama sejak peristiwa 7 Oktober 2023.

Kelompok Houthi, yang menguasai sejumlah besar wilayah di Yaman setelah bertahun-tahun perang, sejak November 2023 telah menembakkan drone dan rudal ke kapal-kapal internasional milik Israel atau yang terafiliasi dengan negara Zionis itu maupun sekutunya yang berlayar melalui Laut Merah. Ini menjadi langkah jitu yang dilakukan Houthi untuk menekan Israel agar menghentikan serangannya di Gaza.

Sementara Hizbullah yang berbasis di Lebanon turut angkat senjata membantu Palestina melawan Israel sehari setelah Israel mendeklarasikan perang dengan Gaza.

Hingga saat ini, dukungan Iran baik secara langsung maupun melalui milisi Poros Perlawanan masih terus gencar menumbangkan Israel dan memberikan dukungan nyata bagi bangsa Palestina. Meski secara bersamaan, para pemimpin negara Arab lainnya memilih ‘menutup mata’ dan hanya melontarkan kecaman semata, bahkan masih menjalin hubungan diplomatik dengan negeri penjajah, Israel. (A/Ai/R1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Arina Islami

Editor: Rana Setiawan

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.