Oleh : Ali Farkhan Tsani
Redaktur Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj News Agency)
Mukadimah
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Artinya : “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS Al-Isra [17] : 1).
Allah Subahanhu Wa Ta’ala memberikan salah satu mukjizat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yaitu berupa Isra dan Mi’raj. Sebuah peristiwa luar biasa yang terjadi sepanjang sejarah peradaban manusia. Peristiwa nyata yang benar-benar telah terjadi dan kita sebagai umat Islam yang mengimani ayat-ayat Al-Quran.
Isra Mi’raj Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa ini Allah memberikan perintah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan untuk umat Islam berupa kewajiban mendirikan shalat fardhu lima waktu sehari semalam. Isra Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian di Mekkah sebelum Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hijrah ke Madinah, yaitu setahun sebelum hijrah. Menurut sebagian ulama, terjadi pada malam tanggal 27 Rajab (tahun 621 M).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Isra’ Mi’raj terjadi saat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berada dalam situasi tekanan yang kuat dari kelompok musyrikin Mekkah, terutama dari Abu Jahal, Abu Lahab, dan sekutunya. Sementara itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam baru saja ditinggal wafat isterinya tercinta Khadijah Al-Kubra, pendamping sejati, pembela dan pendukung utama perjuangan dakwahnya. Pada saat beriringan, beliau juga baru saja berduka karena meninggalnya Abu Thalib pamannya yang selama ini turut menjadi tameng pembelanya. Itulah tahun duka cita atau disebut dengan ‘amul hazn’.
Peristiwa Isra
Peristiwa Isra, yakni Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diperjalankan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dari Masjidil Haram di Mekkah hingga ke Masjidil Aqsha di Palestina. Jarak tempuh yang dilalui beliau sekitar 1.500 Km.
Masjid Al-Haram tempat star Isra adalah nama yang diberikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an, disebut juga dengan Baitullah terletak di Mekkah, negeri yang diberkahi dan menjadi petunjuk semua manusia. Mekkah disebut juga dengan “Ummul Qura” (induk negeri).
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ
Artinya : “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS Ali Imran [3] : 96).
وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ مُصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَلِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَهُمْ عَلَى صَلاَتِهِمْ يُحَافِظُونَ
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Artinya : “Dan ini (Al Qur’an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al Qur’an), dan mereka selalu memelihara shalatnya.” (QS Al-An’am [6] : 92).
Sedangkan Masjid Al-Aqsha tempat singgah Isra sebelum Mi’raj ke langit, adalah nama yang diberikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala terletak di Palestina. Dua masjid inilah, yakni Masjid Al-Haram dan Masjid Al-Aqsha merupakan dua bangunan tempat ibadah yang mula-mula Allah Subhanahu Wa Ta’ala letakkan di muka bumi ini.
Di dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam disebutkan :
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ فِي الْأَرْضِ أَوَّلُ قَالَ الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ قَالَ ثُمَّ الْمَسْجِدُ الْأَقْصَى قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ يَعْنِي بَيْتَ الْمَقْدِسِ قَالَ قُلْتُ كَمْ بَيْنَهُمَا قَالَ أَرْبَعُونَ سَنَةً
Baca Juga: Malu Kepada Allah
Artinya : “Wahai Rasulullah, masjid apakah yang pertama diletakkan oleh Allah di muka bumi?” Beliau bersabda, “Al-Masjid Al-Haram”. Abu Dzar bertanya lagi, “Kemudian apa?”. Beliau bersabda, “Kemudian Al-Masjid Al-Aqsha”. Berkata Abu Mu’awiyah “Yakni Baitul Maqdis” . Abu Dzar bertanya lagi, “Berapa lama antara keduanya?”. Beliau menjawab, “Empat puluh tahun”. (HR. Ahmad dari Abu Dzar).
Pondasi Masjid Al-Aqsha diletakkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala sejak jaman Nabi Adam ‘Alaihis Salam. Dalam kurun waktu sekian lama, bangunan itu rusak dan runtuh dimakan waktu. Areal tanah sekitar Masjid Al-Aqsha juga termasuk ke dalam kawasan masjid tersebut. Sebagaimana Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam shalat di tanah itu, bagian dari Masjid Al-Aqsha.
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menyebutkan, Masjid Al-Aqsha dibangun kembali di atas pondasinya oleh cucu Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam, yakni Nabi Ya`qub bin Ishaq bin Ibrahim. Keturunan berikutnya, Nabi Daud ‘Alaihis Salam membangun ulang masjid itu. Bangunan Masjid Al-Aqsha diperbaharui oleh putera Nabi Dawud ‘Alaihis Salam, yaitu Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam (tahun 960 SM).
Para nabi Allah membangun kembali Masjid Al-Aqsha adalah untuk tempat ibadah dengan mendirikan shalat di dalamnya, bukan mendirikan kuil sinagog seperti yang diklaim Zionis hingga saat ini.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-19] Jagalah Allah, Pasti Allah akan Menjagamu
Peristiwa Mi’raj
Peristiwa Mi’raj, yakni Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dinaikkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dari Kubah Ash-Shakhrah (kawasan kompleks Masjid Al-Aqsha) ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi di langit.
Di Sidratul Muntaha beliau mendapat perintah langsung dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala berupa kewajiban shalat fardhu lima waktu sehari semalam. Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini.
Meyakini peristiwa Isra Mi’raj adalah bukti keimanan umat Islam akan kebenaran ayat-ayat Al-Qur’an, wujud ketakwaan kepada Allah Subahanhu Wa Ta’ala, serta kecintaan kepada utusan-Nya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Baca Juga: Mengembangkan Pola Pikir Positif dalam Islam
Ditinjau dari angka fisik, jarak Masjid Al-Haram Mekkah hingga Masjid Al-Aqsha Palestina adalah sekitar 1.500 Km. Menurut perhitungan, perjalanan darat berkendaraan unta waktu itu, antara Mekkah ke Palestina diprediksi memakan waktu sekurang-kurangnya dua bulan lamanya. Namun, bukti keimanan itu ternyata dikuatkan oleh perkembangan zaman yang sedemikian pesat saat ini.
Di mana umat manusia pada masa kini telah terbiasa menikmati perjalanan jarak jauh dengan menggunakan pesawat super canggih hanya dalam hitungan jam, kadang tidak perlu satu malam. Maka secara ilmu pengetahuan pun mustahil tidak mempercayai peristiwa perjalanan yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Tentang peristiwa Mi’raj ke Sidratul Muntaha ini, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkan :
أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى () وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى () عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى () عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى () إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى () مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى () لَقَدْ رَأَى مِنْ ءَايَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى ()
Baca Juga: Tadabbur QS. Thaha ayat 14, Dirikan Shalat untuk Mengingat Allah
Artinya : “Maka apakah kamu (musyrikin Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? (12) Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (13) (yaitu) di Sidratil Muntaha. (14) Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (15) (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. (16) Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. (17) Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (18). (QS An-Najm [53] : 12-18).
Adapun “Sidratul Muntaha” secara harfiah berarti “tumbuhan sidrah yang tak terlampaui”, suatu perlambang batas yang tak seorang manusia atau makhluk lainnya bisa mengetahui lebih jauh lagi. Hanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang maha mengetahui hal-hal yang lebih jauh dari batas itu. Sedikit sekali penjelasan dalam Al-Qur’an dan hadits yang menerangkan apa, di mana, dan bagaimana Sidratul Muntaha itu. Kita sebagai mukmin tinggal meyakini kebenarannya serta mengimaninya.
Ibnu ‘Abbas menyebutkan, peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan rangkaian ujian keimanan seseorang terhadap kenabian Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman di salam surat Al-Isra ayat 60 :
Baca Juga: Terus Berjuang Membela Palestina
وَإِذْ قُلْنَا لَكَ إِنَّ رَبَّكَ أَحَاطَ بِالنَّاسِ وَمَا جَعَلْنَا الرُّؤْيَا الَّتِي أَرَيْنَاكَ إِلَّا فِتْنَةً لِلنَّاسِ وَالشَّجَرَةَ الْمَلْعُونَةَ فِي الْقُرْءَانِ وَنُخَوِّفُهُمْ فَمَا يَزِيدُهُمْ إِلَّا طُغْيَانًا كَبِيرًا
Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: “Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia”. Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk dalam Al Qur’an. Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.” (QS Al-Isra [17] : 60).
Pada peristiwa Isra Mi’raj, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengimami para Nabi.
….. وَقَدْ رَأَيْتُنِي فِي جَمَاعَةٍ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ فَإِذَا مُوسَى قَائِمٌ يُصَلِّي فَإِذَا رَجُلٌ ضَرْبٌ جَعْدٌ كَأَنَّهُ مِنْ رِجَالِ شَنُوءَةَ وَإِذَا عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلَام قَائِمٌ يُصَلِّي أَقْرَبُ النَّاسِ بِهِ شَبَهًا عُرْوَةُ بْنُ مَسْعُودٍ الثَّقَفِيُّ وَإِذَا إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام قَائِمٌ يُصَلِّي أَشْبَهُ النَّاسِ بِهِ صَاحِبُكُمْ يَعْنِي نَفْسَهُ فَحَانَتْ الصَّلَاةُ فَأَمَمْتُهُمْ
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-18] Tentang Taqwa
Artinya : “….. Dan sungguh telah diperlihatkan kepadaku jama’ah para nabi. Adapun Musa, dia sedang berdiri shalat. Dia lelaki tinggi kekar seakan-akan dia termasuk suku Sanu’ah. Dan ada pula ‘Isa bin Maryam ‘Alaihis Salam sedang berdiri shalat. Manusia yang paling mirip dengannya adalah ‘Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi. Ada pula Ibrahim ‘Alaihis Salam sedang berdiri shalat. Orang yang paling mirip dengannya adalah sahabat kalian ini, yakni beliau sendiri. Kemudian diserukanlah shalat. Lantas aku mengimami mereka”. (HR. Muslim).
Pembebasan Al-Aqsha
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِي هَذَا وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَ
Artinya : “Tidak boleh mengkhususkan melakukan perjalanan kecuali menuju tiga Masjid, yaitu Masjid Al-Haram (di Mekkah), dan Masjidku (Masjid An-Nabawi di Madinah), dan Masjid Al-Aqsha (di Palestina)”. (H.R. Bukhari, Muslim, Ibnu Majah dan Abu Daud dari Abu Hurairah).
Landasan aqidah hadits di atas, juga dalil-dalil qath’i lainnya menunjukkan ketinggian, keutamaan, dan kemuliaan Masjid Al-Aqsha di dalam Islam. Hal tersebut menekankan pentingnya kaum muslimin memperhatikan Masjid Al-Aqsha serta menekankan tanggung jawab umat Islam di seluruh dunia dalam membela dan menjaga masjid tersebut. Umat Islam tidak boleh membiarkan apalagi melalaikannya dikuasai oleh yang bukan haknya, seperti berlangsung saat ini. Masjid Al-Aqsha adalah hak milik yang sah, milik kita umat Islam (Al-Aqsha Haqquna).
Masjid Al-Aqsha sebagai hak milik kita umat Islam perlu disosialisasikan ke seluruh lapisan masyarakat umat Islam, agar tumbuh semangat bersama, satu niat dan satu tujuan, yakni membebaskan Masjid Al-Aqsha yang begitu mulia berdasar dalil-dalil qath’i.
Zionis Yahudi dengan sekutu-sekutunya tidak henti-hentinya menodai citra mulia Masjid Al-Aqsha dan menjadikannya sebagai kancah pemerkosaan Hak Asasi Manusia (HAM) yang terburuk sepanjang sejarah peradaban manusia. Seperti menguasai, melakukan pembakaran, pelarangan untuk shalat, pembunuhan, bahkan rencana merobohkan Al-Aqsha lewat jalur terowongan, serta menggantinya dengan sinagog Yahudi. Terhitung sejak tahun 1967 sampai sekarang, ratusan kali terjadi insiden berdarah yang melibatkan Yahudi Israel yang melecehkan bahkan merusak masjid kiblat pertama umat Islam tersebut.
Adapun secara aqidah, Allah Subhanahu Wa Ta’ala sudah memberikan janji kemenangan itu. Seperti yang Allah janjikan di dalam firman-Nya :
فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ أُولاَهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ فَجَاسُوا خِلَالَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدًا مَفْعُولًا
Artinya : “Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana”. (QS Al-Isra [17] : 5).
ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَأَمْدَدْنَاكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيرًا
Artinya : “Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar”. (QS Al-Isra [17] : 6).
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا
Artinya : “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam masjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai”. (QS Al-Isra [17] : 7).
Dalam sebuah hadits disebutkan :
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ لَعَدُوِّهِمْ قَاهِرِينَ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ إِلاَّ مَا أَصَابَهُمْ مِنْ لَأْوَاءَ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَأَيْنَ هُمْ قَالَ بِبَيْتِ الْمَقْدِسِ وَأَكْنَافِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ
Artinya : “Tidak henti-hentinya thaifah dari umatku yang menampakkan kebenaran terhadap musuh mereka. Mereka mengalahkannya, dan tidak ada yang membahayakan mereka orang-orang yang menentangnya, hingga datang kepada mereka keputusan Allah Azza wa Jalla, dan tetaplah dalam keadaan demikian”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, di manakah mereka?”. Beliau bersabda, “Di Bait Al-Maqdis dan di sisi-sisi Bait Al-Maqdis”. (HR Ahmad dari Abi Umamah).
Untaian ayat Al-Quran di atas kiranya menjadi energi pembangkit perjuangan umat Islam membebaskan Masjid Al-Aqsha dari cengkeraman penjajah. Kebangkitan kesatupaduan umat Islam lewat isu sentral Al-Aqsha Haqquna merupakan suara peringatan dan teriakan menggema di angkasa bersandar pada Al-Quran.
Sebuah kekuatan yang oleh Paul Smith, seorang orientalis berkebangsaan Jerman, disebut sebagai “Kekuatan Internasional di Hari Esok”. Sebuah ikatan kokoh yang sanggup menghimpun segenap kaum muslimin dari berbagai macam kebangsaan.
Pandangan Smith, seperti dikutip oleh Syaikh Muhammad Al-Ghazali dalam bukunya “Al-Ghazali Menjawab 40 Soal Islam Abad 20, Mengapa Islam Ditakuti?” (1999) dikemukakan.
”Kebangkitan Dunia Islam merupakan suara peringatan bagi Eropa dan merupakan teriakan yang menggema diangkasa berseru kepada Eropa supaya berhimpun dan saling bersandar menghadapi raksasa yang sudah mulai bangkit”.
Lebih lanjut ia mengatakan, ”Kekuatan Al-Qur’an dalam menghimpun kekuatan seluruh kaum muslimin tidak dapat dianggap enteng! Berbagai peristiwa di masa lalu tidak menggoyahkan kepercayaan mereka kepada Al-Qur’an. Semangat Islam masih menguasai pikiran dan perasaan para pemimpinnya, dan keadaannya akan terus demikian selama bangsa-bangsa Islam masih tetap menggantungkan nasibnya kepada ajaran-ajaran Islam. Saya yakin, bahwa ikatan Islam sanggup menghimpun segenap kaum muslimin dari berbagai kaum muslimin dari berbagai macam kebangsaan.”
Kewajiban Tiap Muslim
Pada dasarnya, membebaskan Masjid Al-Aqsha dan tanah suci Palestina bukan hanya tanggung jawab umat Islam di Palestina semata, tetapi kewajiban seluruh umat Islam sedunia. Hal ini sudah menjadi menjadi kewajiban sebagai umat Islam yang satu,untuk saling menolong terhadap saudaranya yang sedang terkena musibah apalagi terjajah dan terdzalimi.
Allah mengingatkan di dalam firman-Nya :
وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِي. فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُرًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ. فَذَرْهُمْ فِي غَمْرَتِهِمْ حَتَّى حِينٍ
Artinya : “Dan sesungguhnya (agama) tauhid ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertaqwalah kepada-Ku. Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka menjadi terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu.” (QS Al-Mu’minun [23] : 52-54).
Pentingnya menjalin persatuan dan kesatuan umat Islam di tengah berbagai perbedaan, dalam membela kehormatan Islam dan muslimin, terutama dalam membebaskan Masjid Al-Aqsha diungkapkan oleh berbagai kalangan.
Mahmud Sulaiman Al-Adam utusan Al-Quds Institution pimpinan DR. Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi menegaskan, Masjid Al-Aqsha Palestina bukanlah milik umat Palestina saja, tetapi milik seluruh umat Islam. Terbukti dengan adanya dukungan dari segenap komponen muslimin di manapun berada, khususnya umat Islam Indonesia, untuk membebaskan Masjid Al-Aqsha dari cengkeraman penjajah Zionis Israel.
Kewajiban mempersiapkan diri dalam barisan jihad, Allah sebutkan antara lain di dalam firman-Nya :
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَءَاخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
Artinya : “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”. (QS Al-Anfal [6] : 60).
Allah Maha Kuat, Maha Perkasa, lagi Maha Kuasa, sesungguhnya yang mengalahkan Zionis Israel dan sekutunya hanyalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kita hamba-hamba-Nya hanyalah menjalankan amanah-Nya, melaksanakan perintah-Nya, berjihad di jalan-Nya. Adapun kemenangan adalah hak mutlak Allah. Ketahuilah, bahwa yang mampu mengalahkan Zionis Israel bukanlah pada kekuatan senjata, materi, dan fisik. Tetapi terletak pada aqidah yang kokoh kepada Allah. Kita bersandar dan bergantung hanya kepada Allah, “Allaahus shomad”.
Harta yang telah kita keluarkan, amanah kita tunaikan, pada dasarnya adalah kembali keuntungannya untuk kita sendiri. Kita bersyukur kita mengarahkan maal harta kita semaksimal mungkin dikeluarkan untuk jalan Allah. Jangan sampai nanti kita menghadap Allah dengan membawa harta bertumpuk-tumpuk, namun tidak mampu mempertanggungjawabkannya secara benar.
Sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq telah menghabiskan seluruh hartanya tanpa sisa untuk perjuangan bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Sekarang beliau sedang menikmati hasilnya di alam abadi. Demikian halnya para pendahulu kita, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Mush’ab bin Umair, Bilal bin Rabbah, Ammar bin Yassar, dll.
Kadang kita merasa amanah panggilan jihad itu serba mendadak datangnya, seperti panggilan mati juga mendadak tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Padahal kalau kita menikmati perjuangan bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, belum selesai satu Ghazwah datang Ghazwah berikutnya, begitu seterusnya. Hingga ada sahabat yang baru menikah, belum sempat menikmati malam pertamanya, datang panggilan mendadak Ghazwah. Langsung berangkat menuju medan jihad, dan menemui syahid. Sebagai gantinya mendapatkan bidadari di syurga tanpa hisab. Masya Allah.
Memang, di satu sisi kita juga sedang membangun masjid di sekitar kita. Tetapi ketahulilah, Masjid Al-Aqsha juga masjid kita. Bahkan Masjid yang Allah sendiri yang memberi nama, dan masjid kedua yang Allah bangun di muka bumi ini setelah Masjidil Haram. Kalau masjid di depan rumah kita, betapapun sederhana dan mungkin perlu direhab, tetapi ketahuilah bahwa Masjid Al-Aqsha jauh lebih membutuhkan bantuan dan perhatian kita.
Demikian pula, banyak kaum dhu’afa, fuqara masakin, janda, yang wajib kita santuni. Tetapi ketahuilah saudara-saudara kita di sekitar Masjid Al-Aqsha, di kawasan Palestina dan sekitarnya, permasalahannya bukan hanya sekedar perlunya santunan kita. Tetapi taruhannya adalah ajal yang siap menjemput di moncong-moncong senapan, bombardir tank-tank Zionis Israel. Lalu masihkah kita tidur nyenak dan makan enak melihat saudara-saudara sesama muslim di negeri anbiya itu dibantai? Lalu di mana letak kepedulian kita?
Insya Allah amanah Pembebasan Al-Aqsha ini haq, benar adanya, berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah. Kalau haq, jawaban kita adalah “Sami’na wa atho’na”. Kalaupun masih ada di antara kita yang belum siap berangkat jihad Membebaskan Al-Aqsha, ‘matahari’ tidak akan berhenti hanya karena seseorang. Tetapi akan terus berjalan seiring perjalanan waktu.
Solidaritas Al-Aqsha akan terus berjalan seiring perjalanan waktu sampai Masjid Al-Aqsha kembali ke pangkuan muslimin. Pembebasan Al-Aqsha ini tentu saja melibatkan seluruh kaum muslimin muslimat, besar kecil, tua muda, dan seluruh komponen lapisan masyarakat hingga Masjid Al-Aqsha serta kawasan Palestina dan sekitarnya bisa dibebaskan dari Zionis Israel, kembali ke pangkuan muslimin. “isy kariman aw mut syahidan”.
Di dalam hadits dinubuwwahkan kemenangan itu :
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ
Artinya : “ Tidak akan terjadi kiamat sehingga kaum Muslimin berperang dengan Yahudi, maka kaum Muslimin berhasil membunuh mereka sehingga Yahudi bersembunyi di balik pohon dan batu. Lalu batu atau pohon itu berkata : Wahai Muslim.. Wahai hamba Allah! ini Yahudi sembunyi di belakangku, maka segera bunuh dia, kecuali gharqad karena ia adalah dari pohon Yahudi. (HR Muslim).
Semoga kita menjadi bagian dari jihad pembebasan Masjid Al-Aqsha itu. Ruh semangat Isra Mi’raj semoga dapat memperjalankan jiwa dan raga kita untuk bergerak membebaskan Al-Aqsha. Amin Ya Robbal ‘Alamin. (T/R1/P02).
Mi’raj News Agency (MINA)