Koalisi Masyarakat Sipil Dukung Kebijakan Baru Pengendalian Tembakau

(Foto: Rana/MINA)

Jakarta, MINA – Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian mendukung Peraturan Presiden Nomor 18/2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, berisikan kebijakan baru yang lebih ketat dalam .

Koordinator Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau, Ifdhal Kasim, menjelaskan dukungan dalam Kebijakan baru melalui keterkaitan stratregis itu antara lain meliputi pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok; dan penyederhanaan struktur tarif hasil Tembakau.

Selain itu, lanjut Ifdhal, perlunya revisi PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Dia menilai penerbitan PerPres N0. 18 Tahun 2020 tentang RPJMN yang terkait dengan pengendalian tembakau tersebut sangat sejalan dengan beberapa komitmen global pemerintah dan bangsa Indonesia.

“Kebijakan dalam Pengendalian Tembakau pada PerPres No. 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024 ini juga merupakan bukti dan wujud dukungan terhadap beberapa komitmen global dalam pembangunan dan kerjasama internasional,” kata Ifdhal saat konferensi pers yang digelar secara virtual di Jakarta, Jumat (17/7).

Dia menyatakan, pihaknya juga sangat mendukung substansi utama PerPres tersebut yang bernilai sangat strategis dalam pengendalian tembakau secara holistik dan komprehensif yang disebut “Perlindungan untuk Semua.”

“PerpPres juga sebagai bentuk dukungan upaya pengendalian tembakau terhadap strategi merespon Covid-2019,” imbuhnya.

Menurut Ifdhal, ancaman dan tekanan pandemi global Covid-19, di mana kebiasaan merokok yang mengandung nikotin di samping menyebabkan penyakit hipertensi, diabetes, obstruksi paru dan kanker, juga merupakan kondisi yang memperburuk imunitas dan kondisi penderita Covid-19 secara umum.

“Konsumsi rokok juga memperburuk perekonomian rakyat yang sudah terpuruk akibat Covid-19,” pungkasnya.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) Hafizh Syafa’aturrahman, mengatakan bahwa pentingnya pelarangan total iklan, promosi dan sponsor rokok untuk menurunkan prevalensi perokok pemula atau generasi muda.

Dia menyatakan, iklan rokok sangat terkait dengan pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku merokok anak, yang diindikasikan dengan kegagalan menurunkan prevalensi merokok anak pada RPJMN 2014-2019.

“Terlebih iklan rokok memang ditargetkan untuk menyasar perokok pemula sebagai pengganti generasi tua yang sudah sakit dan meninggal. Prevalensi merokok anak cenderung naik dan belum bisa turun sampai saat ini,” kata Hafizh.

Menurutnya, pelarangan iklan rokok dalam PerPres tersebut dipandang sangat tepat, karena sangat sesuai dengan Sasaran Ketiga (Goal 3) Tujuan-tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) tentang kesehatan untuk segala usia.

“Pelarangan iklan rokok ini sejalan dengan perlakuan terhadap NAPZA atau zat adiktif lain, yakni minuman keras, yang walaupun dikategorikan sebagai produk legal, namun total dilarang untuk diiklankan,” pungkas Hafizh.

Pembina Indonesia Institute For Social Development (IISD) Tien Sapartinah, mengatakan, kegagalan menurunkan prevalensi perokok pemula sebagaimana ditargetkan RPJMN 2014-2019 membuktikan, bahwa PP No. 109 Tahun 2012 sebagai peraturan turunan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, memang kurang dapat dilaksanakan dengan baik sebagai pengaturan pelaksanaan dalam pengendalian tembakau, sehingga dipandang perlu untuk diperbaiki dan direvisi.

“Perbaikan tersebut mencakup memperbesar Gambar Peringatan Kesehatan, Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebagai wahana perlindungan dan pendidikan masyarakat terhadap bahaya rokok, disamping penguatan penanganan secara holistik dan komprehensif,” kata Tien.

Menurutnya, materi PP No. 109 Tahun 2012 secara substantif sudah mengatur pengendalian lintas sektor, tapi tidak dikapitalisasi lebih lanjut sehingga semangat holistik, komprehensif serta harmonisasi lintas sektoral tersebut tidak berhasil diwujudkan dan dikembangkan secara optimal.

“Mengingat pengamatan dan pertimbangan tersebut, kami bahkan menganggap bahwa disamping dilaksanakannya revisi PP No. 109 Tahun 2012, kami juga memandang perlu dibentuknya semacam Badan Koordinasi Pengendalian Tembakau Nasional,” pungkas Tien.

Selain itu, Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Mukhaer Pakkanna, sangat mengapresiasi kebijakan penyederhanaan struktur tarif cukai rokok sebagaimana diatur dalam PMK No. 146/PMK.010/2017 tentang Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Hasil Tembakau yang dilaksanakan secara bertahap dari tahun 2018-2021.

“Terlebih bila difahami, bahwa memang cukai rokok pada dasarnya merupakan instrumen pengendalian rokok yang paling efektif, disamping tentu saja tidak hanya untuk menaikkan pendapatan negara,” ujarnya.

Mukhaer menambahkan, produk tembakau dan rokok memiliki eksternalitas negatif kepada kesehatan, lingkungan, anak-anak remaja, orang miskin, perokok pasif, buruh rokok, buruh industri, dan lainnya.

Pengendalian Tembakau (National Commission on Tobacco Control – NCTC) didirikan pada 1998, terdiri dari 23 organisasi dan individu terkemuka yang memiliki tujuan bersama, yaitu melindungi Bangsa Indonesia dari bahaya kecanduan merokok atau kecanduan lainnya berhubungan dengan tembakau.

tersebut juga bertujuan meningkatkan jumlah populasi yang bebas dari asap rokok.(L/R1/P1))

 

Mi’raj News Agency (MINA)