KOALISI NASIONAL PENGENDALIAN TEMBAKAU INGATKAN JOKOWI TENTANG KUASA INDUSTRI ROKOK

Press Conference "Koalisi Nasional Masyarakat Sipil" di Jakarta (29/12). Dokumentasi Nur Rahma Az-Zahra.
Press Conference “Koalisi Nasional Masyarakat Sipil” di Jakarta (29/12). Dokumentasi Nur Rahma Az-Zahra.

Jakarta, 18 Rabi’ul Awwal 1437/29 Desember 2015 (MINA) – Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk (KNMS PT) mengingatkan pemerintah Jokowi-JK  tentang kuasa industri rokok.

Ifdhal Kasim, Ketua KNMS PT menyatakan, harus ada perubahan kebijakan terhadap industri rokok seperti yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar dan Nawacita yang digagas oleh pemerintahan Jokowi-JK. Katanya saat ditemui Miraj Islamic News Agency (MINA) dalam konferensi pers di Jakarta.

Dalam Nawacita pemerintahan Jokowi-JK, salah satu butirnya menyebutkan, negara harus melindungi bangsa dan meningkatkan kualitas hidup rakyat Indonesia. Namun, bertolak belakang dengan semua itu.

Pemerintah lebih berpihak kepada industri rokok dalam berbagai kebijakannya. Hal itu dibuktikan dengan revisi peta jalan industri tembakau oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang menargetkan pertumbuhan industri rokok sebesar lima sampai 7,4 persen tiap tahunnya.

Kebijakan tersebut akan mendorong peningkatan konsumsi dan produksi rokok di Indonesia menjadi 524 miliar batang pada tahun 2020. Kondisi ini diperparah dengan penerimaan investasi Phillip Morris di Indonesia senilai lebih dari dua miliar dolar AS.

KNMS PT menilai peningkatan konsumsi rokok memicu konsumsi alkohol dan narkoba. Hal ini memberikan dampak negatif di bidang sosial, ekonomi, kesehatan, dan moral.

Sudibyo Markus, perwakilan dari Muhammadiyah bidang kesehatan mengatakan, “Indonesia terjebak dalam peningkatan produktivitas tetapi semu.” Pemerintah menargetkan keuntungan dari industri rokok, namun kerugian yang diderita (dalam bidang sosial dan kesehatan) lebih tinggi dibanding keuntungannya.

Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau (KNMS PT) dibentuk agar pemerintah mempercepat ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control/Konvensi Internasional Pengendalian Tembakau (FCTC). Selain itu, bertujuan untuk menjaga kepentingan publik di bidang kesehatan sehingga harus ada instrumen teknis pengendalian tembakau, seperti FCTC.

Koalisi ini digagas oleh organisasi yang bergerak di bidang pengendalian tembakau dan beberapa lembaga swadaya masyarakat, seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (), Indonesian Corruption Watch (), Human Right Working Group (), Raya Indonesia (Rumah Kajian dan Advokasi Kerakyatan), International Institute for Sustainable Development (IISD), Majelis Pembina Kesehatan Umum ().

Lima Solusi KNMS PT untuk Pemerintah

Menurut Herry Chariansyah, Direktur Raya Indonesia (Rumah Kajian dan Advokasi Kerakyatan), terdapat lima langkah solusi yang harus diambil pemerintah terkait pengendalian tembakau.

Pertama, segera aksesi dan ratifikasi FCTC. Kedua, larang iklan dan promosi rokok secara menyeluruh. Ketiga, naikkan cukai rokok dan larang jual secara eceran. Keempat, jadikan kawasan tanpa rokok (KTR) seratus persen. Kelima, efisiensi peringatan kesehatan bergambar pada kemasan rokok sebesar 75 persen dan tidak boleh ditutupi gambar apapun.

“Memang merokok merupakan hak asasi manusia, namun dampak dari rokok sangat berbahaya bagi kesehatan. Oleh karena itu, pemerintah juga harus memperhatikan hak kesehatan dari masyarakat Indonesia,” kata Rafendi Djamin, anggota HRWG.

Indonesia adalah salah satu penggagas FCTC, namun hingga saat ini belum meratifikasi instrumen tersebut.(L/M01/M02-P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Admin

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.