Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lintasan-Lintasan Pikiran Yang Membinasakan

Rifa Arifin - Selasa, 9 Februari 2021 - 13:20 WIB

Selasa, 9 Februari 2021 - 13:20 WIB

110 Views ㅤ

Diterjemah oleh: Rifa Berliana Arifin, Jurnalis MINA

Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala yang telah menanamkan keimanan dan ketakwaan, menganugrahkan keteguhan dan ketajaman fikiran bagi orang-orang shalih. Mereka yang Allah berikan hidayah dan inayah dan keluasan hati dan fikiran selalu membuat kita takjub dan kagum, nasihat-nasihat mereka senantiasa memberi daya sentuh yang nikmat, membuka perasaan dan mencerahkan pandangan.

Ikhwan dan akhwat yang mengharap ampunan dan ridho-Nya..

Pada kesempatan ini, mari kita bersama sama menelusuri butir demi butir nasihat seorang ulama shalih Imaam Ibnul Qayyim al-Jauzi rahimahullah, nasihat yang ia tulis begitu indah dan menyentuh. Ia tuangkan dalam karyanya, Thariq Hijratain, (menuju jalan menggapai istiqomah dalam segala keadaan).

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah

Imaam Ibnul Qayyim merupakan salah satu dari para shalihin yang sangat piawai mengupas dinamika jiwa manusia. Dalam kitab tersebut ia tuangkan banyak dari pandangannya tentang jiwa yang mana dalam pembahasan ini, bagaimana ia memandang tentang sebuah hakikat yang menjadi pangkal perbuatan seseorang yaitu lintasan-lintasan pikiran (al-khathirah).

Lintasan pikiran, ia menyebut, bahwa semua perilaku manusia berasal dari khatirah yang pada akhirnya mengantarkan seseorang pada tahapan amal atau praktik.

Melihat ini, Ibnul Qayyim melihat dua landasan cukup penting untuk menguraikan betapa pentingnya lintasan pikiran. Pertama, bahwa tidak ada satu manusia pun di dunia ini yang dapat terlepas dari lintasan pikiran, lintasan itu muncul begitu saja, menjadi fitrah bagi siapapun yang memiliki panca indera, tidak ada manusia yang bisa berada dalam situasi dan kondisi tidak memiliki lintasan pikiran.

Dan begitu kuasanya Allah, bahwa ternyata Allah Maha Mengetahui apa yang tampak dan apa yang tersembunyi. Tentunya Allah mengetahui segala jenis lintasan pikiran kita, yang baik dan buruknya. Lintasan pikiran itu tersembunyi yang terahasiakan dari kedipan mata, lebih halus dari rasa hasad, dengki dan lainnya. Lintasan-lintasan itu bergerak di alam pikiran kita yang tanpa kita sadari Allah telah mengetahuinya.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh

Ikhwan dan akhwat yang mengharap ampunan dan ridho-Nya.

Setelah Ibnul Qayyim menjelaskan pentingnya lintasan pikiran, bahwa ia yang akan mengawali setiap perilaku dan perbuatan. Maka apabila lintasan-lintasan itu berisi kebaikan akan membawa seseorang menuju pada perbuatan dan amal yang baik, namun apabila lintasan itu berisikan keburukan, kekejian dan kemungkaran yang berasal dari bisikan-bisikan setan, maka itu yang membahayakan diri dan keimanannya.

Ibnul Qayyim mengatakan, buanglah lintasan pikiran syaithaniyah. Jika tidak engkau buang, ia akan menjadi fikrah. Buanglah fikrah itu. Jika tidak engkau buang, ia menjadi himmah. Buanglah himmah itu, jika tidak engkau buang ia akan menjadi amal perilaku. Buanglah perilaku itu, jika engkau tidak melakukannya ia akan menjadi kebiasaan.

Ikhwan dan akhwat yang mengharap ampunan dan ridho-Nya.

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam

Seperti itulah asal muasal perilaku jahat yang bermula pada lintasan pikiran. Bersyukurlah kepada Allah atas kekuatan bashirah yang diberikan kepada Ibnul Qayyim. Karena Ibnul Qayyim bukan hanya menyampaikan penting dan mendesaknya kita mengetahui tahapan-tahapan itu, tapi ia pun lalu mengajarkan cara menjaga lintasan pikiran kita dan bagaimana supaya dapat menghempas pikiran negatif dalam sepuluh langkah :

Pertama, yakin dengan seyakinnya bahwa Allah mengawasi segala gerak gerik kita, lintasan pikiran dan perasaan yang begitu terperinci Allah mengetahuinya.

Kedua, menghadirkan rasa malu setelah mengetahui bahwa Allah mengawasi kita.

Ketiga, menghadirkan keagungan Allah dalam hati dan rumah kita.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan

Keempat, menghadirkan rasa takut kepada Allah sehingga lintasan pikiran negatif itu dapat diantisipasi.

Kelima, menempatkan Allah pada posisi paling utama untuk dicintai.

Keenam, takut akan lintasan pikiran negatif yang dapat menyebabkan hilangnya rasa cinta dan iman kepada Allah tanpa kita sadari.

Ketujuh, seseorang mengetahui bahwa lintasan itu ibarat umpan yang siap disantap oleh pikiran tanpa kita sadari.

Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina

Kedelapan, seseorang merasa bahwa lintasan pikiran buruk dan keji, tidak akan pernah bisa menyatu dengan lintasan pikiran yang dipenuhi keimanan, kecintaan kepada Allah. Kedua lintasan itu saling berlawanan dari semua sisi dan berusaha saling mendominasi untuk bisa menempati posisi pada hati tersebut.

Kesembilan, seseorang mengetahui bahwa lintasan seperti lautan khayalan yang tiada ujungnya. Jika hati tenggelam di dalam dasar kegelapannya maka akan sulit untuk dapat keluar darinya. Hati yang dipenuhi lintasan pikiran dan khayalan akan jauh dari keberuntungan dan tersibukkan dengan hal yang sia-sia.

Kesepuluh, lintasan pikiran itu adalah lembah kebodohan dan sumber harapan palsu, tidak akan membuahkan apapun kecuali penyesalan dan nestapa, dan memenjarakannya dalam ketidakberdayaan dalam waktu yang panjang.

Ikhwan dan akhwat yang mengharap ampunan dan ridho-Nya.

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-1] Amalan Bergantung pada Niat

Maka marilah kita menjauhi lintasan pikiran yang negatif tersebut dengan memikirkan ayat-ayat Allah yang diturunkan dalam Al Quran, memahami maksud tujuannya. Kedua, mentadaburi tentang ayat-ayatnya yang terlihat dan ambillah pelajaran darinya dikaitkan dengan nama dan sifat-Nya. Mengagungkan atas ketinggian, kebaikan, kemurahan-Nya kepada makhluk-Nya meliputi seluruh nikmat, kasih sayang dan ampunan-Nya yang sangat luas. Juga tidak kalah penting untuk menyadari kekurangan dan aib diri sendiri dan sedikit melakukan amal shalih.

Insya Allah, ketika kita menghadirkan perasaan dan pemikiran tersebut akan dapat meluluhkan nafsu yang mengajak keburukan dan akan menghidupkan jiwa menjadi tenang.

Yang terakhir marilah kita mencoba untuk membandingkan kelezatan mendekat kepada Allah dengan kelezatan mendekat pada hal-hal maksiat yang kotor. Mari kita bandingkan antara kelezatan dosa dengan kelezatan hati yang memelihara diri dari dosa.

Mari ikhwan dan akhwat. kita pasti bisa menjadi hamba Allah yang shalih, Aaminn allahumma Aaamiin. (T/RA1/P1)

Baca Juga: Enam Langkah Menjadi Pribadi yang Dirindukan

Miraj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Pemberantasan Miras, Tanggung Jawab Bersama

Rekomendasi untuk Anda

Palestina
Tausiyah
Breaking News
Breaking News
Tausiyah