Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٍ۬ وَٲحِدَةٍ۬ وَخَلَقَ مِنۡہَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡہُمَا رِجَالاً۬ كَثِيرً۬ا وَنِسَآءً۬ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبً۬ا
Artinya: “Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (Q.S. An-Nisaa’ [4]: 1).
Pada Surat An-Nisa ayat pertama ini disebutkan bahwa Allah memerintahkan makhluk-Nya untuk bertakwa kepada-Nya, yaitu beribadah hanya kepada Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Serta menyadarkan mereka tentang kekuasaan-Nya yang telah menciptakan mereka dari satu jiwa, yaitu Adam. Kemudian darinya Allah menciptakan isterinya, yaitu Hawa yang diciptakan dari tulang rusuk Adam.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Kemudian dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan dalam jumlah yang banyak, hingga kini. Semua anak cucu Adam-Hawa itu ditebarkan di berbagai pelosok penjuru dunia dengan perbedaan golongan, sifat, warna kulit dan bahasa mereka. Setelah itu, hanya kepada-Nya tempat kembali dan tempat berkumpul.
Allah pun selanjutnya menyebutkan agar anak cucu manusia itu bertakwa kepada Allah, yang dengan mempergunakan nama-Nya manusia saling meminta satu sama lain, dan melakukan hubungan silaturahim.
Imam Adh-Dhahhak menjelaskan bahwa maksudnya adalah bertakwalah kalian kepada Allah yang dengan-Nya kalian saling mengikat janji dan persetujuan, serta takutlah kalian memutuskan silaturahim. Berupayalah kalian untuk berbuat baik dan menyambungnya.
Sekaligus ayat ini menunjukkan dan mengingatkan bahwa asal penciptaan manusia itu adalah dari satu ayah dan satu ibu, agar sebagian mereka berkasih sayang dengan sebagian yang lainnya. Bukan saling bermusuhan apalagi sampai menumpahkan darah.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Sebab sesungguhnya semuanya adalah dalam penjagaan dan mengawasi Allah. Begitu bunyi akhir Surat An-Nisa ayat pertama tersebut.
Dalam riwayat Ahmad dari Ibnu Mas’ud disebutkan bahwa dalam khutbah akan nikah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam antara lain membaca ayat ini.
Memelihara Silaturahim
Pada Surat An-Nisa ayat pertama ini Allah memerintahkan, “Dan peliharalah hubungan silaturrahim.”
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Karena itu Imam Adh-Dahhak mengatakan, “Bertakwalah kalian kepada Allah yang dengan-Nya kalian saling mengikat janji dan persetujuan, serta takutlah kalian akan memutuskan hubungan silaturahim, dan berupayalah untuk berbuat baik dan menyambungnya.”
Adapun kata الأرحام (al-arhaam) di dalam ayat adalah bentuk jamak dari رحيم (rahiim) yaitu tempat peranakan atau rahim.
Di rahim inilah benih anak tinggal, tumbuh dan kenudian lahir, hingga selanjutnya berkembang biak.
Rahim adalah yang menghubungkan seseorang dengan yang lainnya, bahkan melalui rahim persamaan sifat, fisik dan psikis yang tidak dapat diingkari, kalaupun persamaan itu tidak banyak tetapi ia pasti ada.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Karena itu Allah mengancam orang yang memutuskan hubungan rahim (silaturrahim) dan sebaliknya menjanjikan keberkahan dan pengaruh atau usia panjang bagi siapa yang memeliharanya.
Seperti disebutkan di dalam hadits:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: “Siapa saja yang ingin diluaskan rezkinya dan dipanjangkan pengaruhnya, maka sambunglah tali persaudaraan” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dalam Shahih Bukhari dan Muslim disebutkan:
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
أَنَّ رَجُلًا قَالَ : يا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي بِمَا يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ وَيُبَاعِدُنِي مِنَ النَّارِ فَقَالَ النَّبِيُّ : لَقَدْ وُفِّقَ أَوْ قَالَ لَقَدْ هُدِيَ كَيْفَ قُلْتَ ؟ فَأَعَادَ الرَّجُلُ فَقَالَ النَّبِيُّ : تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ ذَا رَحِمِكَ فَلَمَّا أَدْبَرَ قَالَ النَّبِيُّ : إِنْ تَمَسَّكَ بِمَا أَمَرْتُ بِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
Artinya: “Bahwasanya ada seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ‘Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang bisa memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka.’ Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ‘Sungguh dia telah diberi taufik.’ Atau ‘Sungguh telah diberi hidayah, apa tadi yang engkau katakan?’ Lalu orang itupun mengulangi perkataannya. Setelah itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, menegakkan salat, membayar zakat, dan engkau menyambung silaturahmi.’ Setelah orang itu pergi, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ‘Jika dia melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi, pastilah dia masuk surga.’.”
Juga diriwayatkan, telah datang seorang lelaki kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُونِي وَأُحْسِنُ إِلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ إِلَيَّ وَأَحْلُمُ عَنْهُمْ وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ فَقَالَ لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمْ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللَّهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ
Artinya: “Wahai Rasulullah, aku mempunyai kerabat. Aku menyambung hubungan dengan mereka, akan tetapi mereka memutuskanku. Aku berbuat baik kepada mereka, akan tetapi mereka berbuat buruk terhadapku. Aku berlemah lembut kepada mereka, akan tetapi mereka kasar terhadapku.” Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Apabila engkau benar demikian, maka seakan engkau menyuapi mereka pasir panas, dan Allah akan senantiasa tetap menjadi penolongmu selama engkau berbuat demikan.” (H.R. Muttafaq ‘Alaihi).
Begitu pula firman Allah menegaskan:
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
وَالَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ ۙ أُولَٰئِكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ
Artinya: “Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (jahannam).” (Q.S. Ar-Ra’d [13]: 25).
Penutup
Pada akhir ayat disebutkan kalimat
إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبً۬ا
Artinya: “Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Ayat ini menunjukkan bahwa sesungguhnya Allah selalu mengawasi semua amal perbuatan dan motivasi yang ada dalam jiwa dan sikap kita. Semua tidak ada yang tersembunyi bagi Allah.
Ini merupakan arahan dan perintah dari Allah agar kita selalu merasa diawasi oleh Tuhan Yang Maha mengawasi. (P4/P001)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah