Mendikbud: Bukan Menghapus, Tapi Menyerap Bahasa Lokal

Jakarta, MINA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (), Muhadjir Effendy mengklarifikasi adanya isu  beredar yang mengatakan bahwa ia merencanakan akan menghapus bahasa lokal.

Menurutnya, isu itu tidak benar, ada oknum yang salah menangkap informasi kemudian diedarkan.

“Jadi ini klarifikasi. Bukan menghapus, saya langsung di maki-maki orang kalau menghapus bahasa lokal. Bukan menghapus tapi menyerap bahasa-bahasa yang disebut minor (bahasa local/ bahasa-bahasa yang penuturnya terbatas) atau andemik bahasa yang dikenal di wilayah tertentu saja. Itu kalau tidak diserap ke dalam mayor (bahasa utama yang diakui daerah), maka akan punah,” katanya saat ditemui di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kembudayan (Kemendikbud), Senayan, Senin (20/8).

Ia menjelaskan alasan untuk menyerap bahasa lokal ke bahasa daerah, agar bahasa tersebut tidak punah, sebagaimana amanat langsung Undang-Undang Dasar 1945 pasal 32 ayat (2) bahwa negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai salah satu warisan budaya.

“Sudah banyak yang punah, sekarang ini bahasa lokal tinggal dicatat saja bahwa dulu pernah ada bahasa ini tapi sekarang sudah hilang. Jadi pemerintah harus ada langkah-langkah serius untuk menyelamatkan bahasa minor, sebagaimana amanat Undang-Undang itu adalah tanggung jawab Pemerintah,” ujarnya.

Lebih lanjut ia menegaskan, menyerap bahasa lokal, bukan disederhanakan, karena menuruit historiolinguistik, semua bahasa pasti dari bahasa-bahasa lokal kemudian diserap menjadi bahasa daerah atau utama.

“Semua bahasa pasti dari bahasa-bahasa lokal kemudian diserap menjadi bahasa daerah, kemudian kebahasa utama yang diakui semua masyarakat. Bahasa lokal ini menjadi dialek, terserap, karena bukan hanya diserap tapi menyerap juga. Kita tahu Jawa itu ada dialek Tegal, Jawa Banyumas, Jawa Begelen, Jawa Madiun, Jawa Museng (Jawa Banyuwangi),” paparnya.

Terkait ini, pihaknya sedang menyusun dan membuat kurikulum bahasa lokal kedalam bahasa daerah untuk dijadikan mata pelajaran yaitu (Mulok).

“Misalnya sekarang ini kan belum ada bahasa Papua yang dimasukkan ke kurikulum lokal, jadi ke dalam muatan lokal (Mulok), tapi kan harus disiapkan mulai dari ahlinya sampe komposisi bahan ajarnya harus disusun. Apalagi sebagian besar adalah bahasa verbal bukan bahasa lisan, bukan bahasa tulis, jadi nanti harus mentranskripsikan dari bahasa lisan ke bahasa tulisan juga harus ada program-program tersendiri,” tambahnya. (L/R10/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.