PESANTREN telah lama dikenal sebagai pusat pendidikan Islam yang melahirkan para ulama, da’i, dan penjaga nilai-nilai agama Islam. Namun di era modern, tuntutan zaman berubah. Selain menjadi penjaga akhlak, santri juga dituntut untuk menjadi pelopor kemandirian dan kemajuan umat, salah satunya melalui jalur kewirausahaan.
Inilah yang melahirkan konsep Santripreneur, yaitu santri yang memiliki jiwa entrepreneur, berdagang dengan adab, dan membangun usaha dengan semangat kebermanfaatan.
Mereka tidak hanya menghafal Al-Quran, berzikir di sepertiga malam, tetapi juga berpikir keras di siang hari untuk menciptakan solusi ekonomi bagi masyarakat. Minimal untuk warga sekitar pondok pesantren.
Santripreneur mengacu pada santri yang memiliki mental wirausaha, kreatif, mandiri, inovatif, dan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dalam setiap aktivitas ekonomi.
Baca Juga: Pentingnya Husnuzan: Melatih Pikiran Positif ala Nabi Muhammad SAW
Jiwa santripreneur perlu ditumbuhkan, mengaingat kemandirian umat tidak mungkin lahir dari ketergantungan ekonomi. Salah satu jiwa pesantren itu sendiri adalah kemandirian.
Dalam jangkauan lebih luas, ketika umat Islam mampu berdikari secara finansial, mereka akan lebih leluasa dalam berdakwah, membela nilai-nilai Islam, dan mengangkat derajat sesama.
Bagaimana menumbuhkan jiwa santripreneur? Berikut di antaranya:
- Integrasikan Kurikulum Kewirausahaan
Pesantren perlu mulai memasukkan materi kewirausahaan dalam kurikulum. Santri bisa dikenalkan pada konsep dasar bisnis, keuangan syariah, manajemen usaha, hingga pemasaran digital. Tujuannya bukan semata menjadi pedagang, tapi melatih daya pikir kreatif dan jiwa mandiri.
Baca Juga: 5 Alasan Mengapa Umat Islam Harus Kaya, Bukan Miskin
- Libatkan Santri dalam Unit Usaha Pesantren
Pengalaman langsung adalah guru terbaik. Santri bisa dilibatkan dalam pengelolaan koperasi pesantren, toko kitab, peternakan, pertanian, kerajinan tangan, hingga produk olahan makanan.
Dari sini, para santri belajar tentang manajemen, pelayanan, hingga pentingnya kejujuran dalam berdagang.
- Tanamkan Pola Pikir Kontributif
Jiwa santripreneur lahir dari kesadaran untuk memberi manfaat. Santri diajarkan bahwa usaha bukan sekadar untuk keuntungan pribadi, tapi sebagai sarana menyejahterakan umat dan memberdayakan masyarakat.
Santri mendasrkan kegiatannya sesuai arahan Nabi, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (H.R. Ahmad).
Baca Juga: Dunia Makmur, Akhirat Terjaga: Rahasia Menjadi Bahagia dan Berhasil
- Ciptakan Ekosistem Kreatif
Pesantren bisa membuka ruang kreatif seperti: Workshop kerajinan tangan, pelatihan konten digital Islami, Kelas desain produk UMKM, Inkubator bisnis berbasis syariah, dsb.
Ekosistem ini akan mendorong inovasi dan membuat santri siap bersaing secara sehat di pasar umum tanpa kehilangan identitasnya.
- Kuatkan Spiritual dalam Bisnis
Yang membedakan santripreneur dari pengusaha biasa adalah akar nilai spiritual. Santripreneur menanamkan Niat ibadah dalam setiap usaha, amanah dan kejujuran dalam transaksi, etos kerja Islami, dan adanya Kepedulian sosial (zakat, infaq, dan sedekah dari hasil usahanya).
Di beberapa pesantren sudah mulai tumbuh upaya memberdayakan santri-santrinya dalam unit-unit usaha, sehingga pesantren tak hanya mengandalkan bantuan, tapi justru menjadi agen pemberdayaan ekonomi umat.
Baca Juga: Hidup Terlalu Singkat untuk Menyesal
Dengan wirausaha, santri bisa menjadi penyokong pesantren, mendirikan lembaga sosial, hingga membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.
Dengan semangat santripreneur, pesantren tidak hanya mencetak ahli fikih, tapi juga mencetak pengusaha halal yang amanah, pendidik ekonomi umat, inisiator UMKM Islami dan pemimpin ekonomi berbasis tauhid.
Demikianlah, menumbuhkan jiwa santripreneur bukan sekadar membentuk pedagang. Ini adalah langkah strategis untuk mencetak generasi Islam yang kuat secara spiritual dan ekonomi. Dunia butuh lebih banyak pengusaha yang adil, jujur, dan berakhlak mulia, dan pesantren adalah tempat terbaik untuk memulainya.
Dalam lanjut studi, diharapkan ada santri yang melanjutkan kuliahnya ke program studi yang terkait dengan ekonomi Islami.
Baca Juga: Tanpa Jasa Orang Lain, Kamu Hanya Nol Besar
Santri boleh tinggal di pondok, tapi pikirannya harus menjangkau dunia. Karena Islam butuh kekuatan spiritual dan ekonomi untuk kembali Berjaya, berlandaskan nilai-nilai akidah, akhlakul karimah dan etos kerja Islami.
Mari lahirkan generasi santri yang tak hanya kuat dalam doa, tapi juga tangguh dalam daya cipta. Santri berdaya, umat sejahtera. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Jamaah Umrah KBIH Al-Fatah Kunjungi Kota Badr, Kenang Perjuangan Rasulullah