Jakarta, 22 Jumadil Akhir 1438/20 Februari 2017 (MINA) – Ketua Dewan Pendiri Network for South East Asian Studies (NSEAS) Muchtar Effendi Harahap mengatakan, Aksi Bela Islam 212 pada Selasa 21/1 besok yng didepan merupakan bentuk partisipasi masyarakat madani untuk menuntut agar pemerintahan Jokowi memenuhi tuntutan mereka.
“Aksi ini tentu saja tak terlepas dari dinamika politik umat Islam menuntut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kasus penodaan agama dipenjarakan dan diadili. Kini sudah diadili namun belum dipenjarakan,” kata Muchtar dalam keterangan Pers di Jakarta, Ahad (19/2).
Dia mengatakan tuntutan Ahok dipenjarakan rupanya belum juga berhenti dari gerakan suara kritis umat Islam. Rencana aksi mengambil tempat di Gedung DPR, sebuah lembaga negara resmi perwakilan rakyat.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Berpotensi Hujan Sore Hari Ini
Menurutnya, pilihan tempat aksi di DPR menunjukkan kualitas aksi semakin meningkat tidak lagi sekadar bentuk doa atau zikir bersama di luar lembaga negara seperti Tugu Monas dan Masjid Istiqlal.
“Aksi 212 mendatang di DPR itu sangat strategis karena telah mengakui DPR sebagai komponen strategis dan sinerjik untuk memperjuangkan tuntutan dan kepentingan umat Islam,” tegas Muchtar.
Hal senada dikatakannya, rencana aksi sudah berkembang tidak lagi isu Ahok menista agama dan menolak pemimpin kafir tetapi sudah menyangkut prilaku otoritarian dan polisional rezim kekuasaan atas kriminalisasi ulama bahkan pemimpin Islam yang dihadapi terutama sejak aksi bela Islam 2 Desember tahun 2016 lalu dan juga penangkapan aktivis mahasiswa beberapa hari lalu.
“Jadi kriminalisasi dan penangkapan ini sungguh menjadi unik pada rencana aksi Selasa depan karena bukannya kualitas aksi semakin menurun tetapi meningkat. Pilihan tempat aksi di gedung DPR mendekatkan aksi melibatkan lembaga-lembaga negara untuk menekan dan memperjuangkan tuntutan aksi,” ujar Muchtar.
Baca Juga: Dr. Nurokhim Ajak Pemuda Bangkit untuk Pembebasan Al-Aqsa Lewat Game Online
Muchtar menambahkan, kualitas aksi juga bisa membawa dampak politik terhadap eksistensi rezim jika rezim tidak kelola dan menyikapi aksi ini secara kompromistis. Dinamika politik kekuasaan nasional bisa lebih menghangat dalam situasi konflik sesama kekuataan politik jika rezim kekuasan tetap saja mengabaikan tuntutan aksi, khususnya penjarakan Ahok.
“Bisa jadi jumlah peserta aksi tidak sebanyak Aksi Bela Islam 411 dan 212 lalu, tetapi kualitas dan militanisme para pemimpin aksi kian meningkat. Sepertinya mereka sudah memperkirakan risiko terbesar, yakni dituduh makar atau melanggar UU ITE, lalu dijadikan tersangka secara hukum,” tegas Muchtar..
Alumnus Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, tahun 1982 ini mengatakan perubahan karakteristik para pemimpin umat saat aksi Selasa depan bagaimanapun juga sesuai dengan kemauan umat di lapisan massa dari berbagai kota.
“Yakni sudah harus ada eksekusi atau pelaksanaan di lapangan, tidak hanya sekadar aksi zikir seperti beberapa aksi sebelumnya. Situasi menuntut bentuk aksi harus sudah lebih nyata dan dapat dieksekusi,” jelas Muchtar.
Baca Juga: Cinta dan Perjuangan Pembebasan Masjid Al-Aqsa Harus Didasari Keilmuan
Forum Umat Islam (FUI) akan kembali menggelar aksi damai di Jakarta Selasa (21/2) Massa dari berbagai organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam akan berdemonstrasi di Gedung DPR menuntut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dipenjara karena kasus dugaan penistaan agama dan dicopot dari jabatannya. (L/R03/P1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Lewat Wakaf & Zakat Run 2024, Masyarakat Diajak Berolahraga Sambil Beramal