Oleh: Hasanatun Aliyah, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam STAI Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jawa Barat
Nusaibah atau dipanggil Ummu Imarah atau Ummu Umarah, yang berarti ibunya para pemimpin, adalah sosok sahabat muslimah pemberani yang ikut berjihad di jalan Allah dalam Perang Uhud bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Bagaimanakah sepak terjangnya dalam perjuangan pada jaman Nabi?
Keluarga Nusaibah
Nusaibah merupakan puteri pasangan dari binti Ka’ab bin Amru bin Auf bin Mabdzul al-Anshaiyah dan Rabbab binti Abdullah bin Habib. Ia adalah seorang wanita suku Khazraj dari Bani Mazin an-Najar. Dia memiliki dua orang saudara, yaitu Abdullah bin Ka’ab dan Abu Laila Abdurrahman bin Ka’ab.
Baca Juga: Para Perempuan Pejuang Palestina yang Inspiratif
Nusaibah menikah dengan Zaid bin Asim al-Mazini An-Najjari, dan dari pernikahannya ia memiliki dua orang anak yaitu Abdullah dan Habib.
Setelah Zaid meninggal, Nusaibah menikah dengan Ghazyah al-Mazini an-Najjari dan dikaruniai seorang anak bernama Khaulah.
Ia adalah wanita yang bersegera masuk Islam atas ajakan dakwah Mush’an bin Umair. Nusaibah juga termasuk salah seorang dari dua wanita (satunya penduduk Mekkah bernama Ummu Maniq atau Asma binti Amru, ibunda Mu’adz bin Jabal), bersama 73 orang laki-laki utusan Anshar dari Madinah yang datang ke Mekah untuk melakukan bai’at kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dalam Bai’at Aqabah Kedua. Pada waktu itu, ia berbai’at bersama suaminya, Zaid bin Ashim, dan dua orang puteranya, Abdullah dan Habib.
Mereka waktu itu menjumpai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk melakukan bai’at atau sumpah setia.
Baca Juga: Sosok Abu Mohammed al-Jawlani, Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham
Bai’at Aqabah kedua ini merupakan sumpah setia kaum Muslimin Madinah untuk membela Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan membela Islam. Bai’at Aqabah kedua ini sering disebut dengan bai’at perang, di mana mereka siap membela dan melindungi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, saat Nabi nanti hijrah ke Madinah, sebagaimana mereka membela dan melindungi keluarganya.
Perjuangan Nusaibah
Nusaibah, di samping memiliki sisi keutamaan dan kebaikan, ia juga gemar berjihad, pemberani, ksatia, ahli berkuda, ahli pedang, ahli bedah medis, dan tidak pernah takut mati di jalan Allah.
Nusaibah ikut pegi berperang dalam Perang Uhud besama suaminya, Ghaziyah bin Amru, serta bersama kedua anaknya dari suami yang pertama, Zaid bin Ashim bin Amru.
Baca Juga: Abah Muhsin, Pendekar yang Bersumpah Jihad Melawan Komunis
Kisah kepahlawanan Nusaibah yang paling dikenang sepanjang sejarah adalah pada saat Perang Uhud, di mana ia dengan segenap keberaniannya membela dan melindungi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Pada perang itu, Nusaibah bergabung dengan pasukan Islam untuk mengerjakan tugas penting di bidang logistic danmedis. Bersama para wanita lainnya, Nusaibah ikut memberikan minum kepada para prajurit Muslim dan mengobati mereka yang terluka.
Pada saat itu Nusaibah menyaksikan pasukan musuh menerobos barisan Muslimin, sementara kaum Muslimin mulai tak karuan dalam barisan.
Karena saat itu kaum Muslimin dilanda kekacauan akibat para pemanah di atas bukit turun dari tempat penjagaannya, melanggar perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Baca Juga: Pangeran Diponegoro: Pemimpin Karismatik yang Menginspirasi Perjuangan Nusantara
Nyawa Nabi pun berada dalam bahaya. Sampai-sampai Nabi sendiri menangkis berbagai serangan musuh tanpa mengenakan perisai.
Melihat hal itu, Nusaibah segera mempersenjatai dirinya dan bergabung dengan yang lainnya membentuk pertahanan untuk melindungi Nabi.
Seorang muslim berlari mundur sambil membawa perisainya. Maka seketika Nabi berseru kepadanya, “Berikan perisaimu kepada yang berperang!”. Kemudian, lelaki itu melemparkan perisainya, dan segera diambil oleh Nusaibah untuk melindungi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Nabi seketika memandang ke sebelah kanannya dan tampak olehnya seorang wanita tengah mengayun-ayunkan pedangnya dengan gagah dan cekatan serta melindungi Nabi dengan perisainya. Ketika Nabi menoleh ke kiri, dilihatnya lagi wanita tadi sudah bergeser ke kiri Nabi, dan wanita tersebut melakukan hal yang sama, menghadang bahaya demi melindungi sang Pemimpin orang-orang beriman.
Baca Juga: Pak Jazuli dan Kisah Ember Petanda Waktu Shalat
Setelah perang usai, Nabi memberikan kesaksian di hadapan sahabatnya, “Tidaklah aku melihat ke kanan dan ke kiri pada pertempuran Uhud, kecuali aku melihat Nusaibah binti Ka’ab berperang membelaku dengan gigih.”
Dalam perang tersebut, Nusaibah tercatat menerima 12 luka pada anggota tubuhnya, dan yang paling parah adalah luka di bagian lehernya. Namun hebatnya, Nusaibah tidak pernah mengeluh, mengadu apalagi bersedih.
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melihat luka di bagian leher di belakang telinga itu, Nabi berseru kepada putera Nusaibah, “Ibumu, … balutlah luka ibumu! Ya Allah…., jadikanlah mereka sahabatku di surga!”
Mendengar ucapan Nabi itu, Nusaibah berkata kepada anaknya, “Aku tidak perduli apa yang menimpaku di dunia ini.”
Baca Juga: Jalaluddin Rumi, Penyair Cinta Ilahi yang Menggetarkan Dunia
Keberanian Nusaibah binti Ka’ab sebagai wanita yang ikut berperang di jalan Allah, menjadi perisai Nabi, tentunya sangat luar biasa. Ini menunjukkan betapa cinta dan setianya Nusaibah kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Maka, iapun digelari dengan Perisai Nabi (Difaaun Nabiy).
Selain Perang Uhud, Nusaibah bersama suami dan putera-puteranya juga ikut dalam peristiwa Hudaibiyah, Perang Khaibar, Perang Hunain dan Perang Yamamah zaman Khalifah Abu Bakar.
Akhir Hayat Nusaibah
Setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam wafat, sebagian kaum Muslimin banyak yang murtad, enggan berzakat bahkan ada yang kemudian memproklamirklan dirinya sebagai Nabi, yaitu Musailamah.
Baca Juga: Al-Razi, Bapak Kedokteran Islam yang Mencerdaskan Dunia
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq saat itu segera membentuk pasukan untuk memerangi mereka. Abu Bakar mengirim surat teguran kepada Musailamah Al-Kadzdzab dan menunjuk Habib putera Nusaibah, sebagai utusannya.
Namun, Musailamah justru menyiksa Habib dengan memotong-motong anggota tubuhnya satu persatu sampai syahid. Berita syahidnya sang putera dengan cara seperti itu, meninggalkan luka mendalam dan kesedihan luar biasa di hati Nusaibah.
Lalu Abu Bakar pun memberikan komando perang yang disebut dengan Perang Yamamah, karena berlangsung di daerah bernama Yamamah, Jazirah Arab.
Khalifah Abu Bakar membentuk 11 korps pasukan untuk menumpas pemberontak. Abu Bakar antara menugaskan Khalid bin Walid sebagai panglima perang, Ikrimah binti Abu Jahal salah satu kepala korps, dan termasuk ikut ambil bagian dalam perang adalah Nusaibah dan puteranya Abdullah.
Baca Juga: Abdullah bin Mubarak, Ulama Dermawan yang Kaya
Dalam pertempuran, satu per satu pemimpin pemberontak berhasil dikalahkan Khalid bin Walid. Musailamah al-Kazzab berhasil melarikan diri bersama dengan pasukannya, sekitar 7.000 orang, ke benteng pertahanan terakhir. Pada akhirnya Musailamah dapat ditombak oleh Wahysi bin Harb, dan seluruh pasukannya dapat dikalahkan dalam pertempuran tersebut. Sebelum masuk Islam, Wahsyi adalah orang yang membunuh Hamzah bin Abdul Muthallib, paman Nabi, dalam Perang Uhud.
Beberapa saat setelah Perang Yamamah, Nusaibah wafat menghadap Sang Pencipta, pada tahun ke-13 Hijriyah masa Khalifah Abu Bakar.
Sungguh luar biasa kesetiaan yang diberikan oleh Nusaibah binti Ka’ab dalam jihad di jalan Allah.
Pantaslah ia dijuluki Ummu Umarah, ibunya para pemimpin, dan Difaaun Nabi, Perisai Nabi. Ahli sejarah juga ada yang menyebut semangat dan keberanian Nusaibah setara dengan seribu laki-laki biasa.
Baca Juga: Behram Abduweli, Pemain Muslim Uighur yang Jebol Gawang Indonesia
Di samping keberanianya itu, Nusaibah juga penggemar ilmu, dan termasuk salah satu perawi hadis di saming ‘Aisyah. Hadits-hadits yang ia riwayatkan, dapat dijumpai dalam riwayat Imam At-Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah.
Saat bersama Nabi, Nusaibah pernah berkata, ”Di dalam Al-Qur’an sering menyebutkan laki laki. Lalu di mana posisi kita sebagai wanita?”
Maka, dengan sebab perkataan Nusaibah itulah, turun ayat ke-35 dari surat Al Ahzab:
إِنَّ ٱلۡمُسۡلِمِينَ وَٱلۡمُسۡلِمَـٰتِ وَٱلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَـٰتِ وَٱلۡقَـٰنِتِينَ وَٱلۡقَـٰنِتَـٰتِ وَٱلصَّـٰدِقِينَ وَٱلصَّـٰدِقَـٰتِ وَٱلصَّـٰبِرِينَ وَٱلصَّـٰبِرَٲتِ وَٱلۡخَـٰشِعِينَ وَٱلۡخَـٰشِعَـٰتِ وَٱلۡمُتَصَدِّقِينَ وَٱلۡمُتَصَدِّقَـٰتِ وَٱلصَّـٰٓٮِٕمِينَ وَٱلصَّـٰٓٮِٕمَـٰتِ وَٱلۡحَـٰفِظِينَ فُرُوجَهُمۡ وَٱلۡحَـٰفِظَـٰتِ وَٱلذَّٲڪِرِينَ ٱللَّهَ كَثِيرً۬ا وَٱلذَّٲڪِرَٲتِ أَعَدَّ ٱللَّهُ لَهُم مَّغۡفِرَةً۬ وَأَجۡرًا عَظِيمً۬ا
Artinya: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”. (QS Al-Ahzab[33]: 35).
Baca Juga: Suyitno, Semua yang Terjadi adalah Kehendak Allah
Nah, salah satu upaya mengenang Nusaibah, ada lembaga tahfidz Al-Quran di Jubail, Arab Saudi, diberi nama Madrasah Nusaibah binti Ka’ab li Tahfidz Al-Quran.
Semoga Allah mencurahkan rahmat kepada Nusaibah binti Ka’ab al-Anshariyah dengan curahan rahmat-Nya yang luas, menyambutnya dengan keridhaan, serta memuliakan kedudukannya. Serta wanita-wanita Muslimah kemudian, melanjutkan semangat jihadnya dalam membela Islam. Dari berbagai sumber. (T/hna/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)