Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

OPOSISI TUNISIA BERHARAP TIRU KUDETA MESIR

Admin - Sabtu, 13 Juli 2013 - 12:30 WIB

Sabtu, 13 Juli 2013 - 12:30 WIB

421 Views ㅤ

Tunis, 6 Ramadhan 1434/13 Juli 2013 (MINA) – Oposisi sekuler pemerintah IslamTunisia berharap dapat meniru rekan-rekan mereka di Mesir, yang memiliki pengakuan kudeta militer terhadap Presiden Islam Muhammad Mursi.

Pada tahun 2011, Tunisia menentukan langkah, bangkit melawan pemimpin veteran dan Mesir menginspirasi rakyat mereka sendiri untuk keluar dalam pemberontakan populer, memicu yang lain di seluruh dunia Arab, Independent Online melaporkan yang dikutip Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj News Agency), Sabtu (13/7).

Penggulingan Mursi 3 Juli memiliki energi bagi kelompok oposisi sekuler Tunisia yang melihat kesempatan untuk menggulingkan sendiri pemerintah Islam yang dipilih secara bebas, tetapi tentara Tunisia telah menunjukkan tidak ada tanda-tanda  siap melakukan intervensi sebagaimana militer Mesir lakukan.

Aktivis muda Tunisia telah meluncurkan gerakan protes Tamarud versi mereka. Dikatakan mereka telah mengumpulkan 200.000 tanda tangan untuk petisi terhadap Ennahda, sebuah partai Islam moderat yang mirip dengan Ikhwanul Muslimin Mesir.

Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia

Mereka menyerukan aksi protes massa pada tanggal 25 Juli, Hari Nasional Tunisia, menuntut pemerintah sementara yang akan mengekang kalangan Islam dan memperbaiki perekonomian yang goyah.

Satu hari setelah pemecatan Mursi, Nida Touns, oposisi sekuler utama, mengucapkan selamat kepada Mesir atas “kemenangan”.

Pemimpin Nida Touns, Beji Caid Essebsi, mantan perdana menteri, menuduh kelompok Islam berusaha mengendalikan semua aspek negara dan mengkritik manajemen ekonomi dan politik mereka.

Nida Touns dan beberapa partai oposisi lainnya bertemu pada Selasa (9/7)untuk mencoba untuk membentuk front bersama.

Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20

Pengamat politik Tunisia, Youssef Ouaslati mengatakan bahwa  jika oposisi bersatu dan kerumunan besar terjadi pada tanggal 25 Juli, pemerintah yang mencakup dua partai sekuler, tampaknya tidak berada dalam bahaya kehancuran, mengingat keengganan militer Tunisia untuk ikut campur dalam politik.

Di Tunisia seperti di Mesir, tentara menolak untuk menekan demonstrasi yang sebagian besar damai yang mengakhiri kekuasaan Presiden Zine al-Abidine Ben Ali pada Januari 2011.

Tetapi tentara Tunisia tidak mau tetap tinggal dalam transisi politik yang dalam pemilu dimenangkan oleh Ennahda, yang kemudian berbagi kekuasaan dengan beberapa saingan sekuler. Para panglima militer mengundurkan diri bulan lalu dan penggantinya dilantik pekan ini.

Sebaliknya, militer yang kuat di Mesir, telah memasok semua presiden republik modern, mengambil alih dari Mubarak, kemudian membalik kekuasaan hanya setahun lalu ketika Mursi dari Ikhwanul Muslimin menjadi pemimpin pertama yang dipilih secara bebas di negara itu.

Baca Juga: Rwanda Kirim 19 Ton Bantuan Kemanusiaan ke Gaza   

Presiden sekuler Tunisia, Moncef Marzouki, mengutuk penggulingan Mursi itu, ia marah kepada pemerintah sementara di Kairo. Pemerintah koalisi telah selamat dalam ujian besar tahun ini, ketika pada 6 Februari  pembunuhan terhadap pemimpin oposisi Chokri Belaid memicu kerusuhan terburuk sejak jatuhnya Ben Ali.

Ennahda akhirnya berhasil menjinakkan kemarahan rakyat dengan membentuk pemerintahan baru yang mencakup sejumlah besar independen. Pendiri partai Islam itu, Rachid Ghannouchi, yang menghabiskan 22 tahun di pengasingan di Inggris, di mana ia mengatakan bahwa ia melihat bagaimana agama yang berbeda dapat beroperasi dalam sistem politik pluralis.

Rekan-rekannya di Mesir, di mana Ikhwanul Muslimin didirikan pada tahun 1928, ditekan dan sering dipenjarakan di bawah Mubarak. Namun demikian, meskipun Ennahda relatif pragmatisme dan moderasi, ia memiliki tugas berat dalam pemerintahan suatu negara, di mana ketegangan sosial dan kesulitan ekonomi telah tumbuh, seperti kelompok Islam Salafi yang ditakuti oleh oposisi.

Pengamat politik Sofian Ben Farhat mengatakan bahwa kekalahan Ikhwanul Muslimin di Mesir akan bergema di tempat lain. “Ini merupakan penurunan politik Islam di negara-negara Arab Spring setelah bencana kegagalan. Tunisia mungkin berikutnya,” katanya.

Baca Juga: Korban Tewas Ledakan Truk Tangki di Nigeria Tambah Jadi 181 Jiwa

Presiden Prancis Francois Hollande, yang mengunjungi Tunis seminggu lalu, mengatakan kepada tuan rumah bahwa Tunisia menuju ke arah yang benar, menggambar posisitif kontras dengan Libya, Mesir dan Suriah.

“Di Libya transisi telah dinodai oleh kekerasan, di Mesir transisi dihentikan setelah penghapusan presiden terpilih, dan di Suriah keinginan untuk perubahan menyebabkan perang,” kata Hollande.(T/P09/R2).

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Presiden Afsel Minta Dunia Tekan Israel Hentikan Serangan di Gaza

 

 

 

Baca Juga: Uni Eropa untuk Pertama Kali Kirim Vaksin Mpox ke Kongo

Rekomendasi untuk Anda