Oleh Bahron Ansori / Redaktur MINA
Hari gini, mudah sekali melihat orang yang sedang pacaran. Anda bisa menemukannya di tempat-tempat umum sekalipun seperti di kampus, mal, gang-gang, bioskop (apalagi kale) bahkan di jalan-jalan umum. Di dukung sarana TV yang dengan vulgar menjadi media untuk mengompori pernyataan cinta lawan jenis yang didesain dengan aneka program.
Hari gini masih pacaran? Norak tahu. Pacaran, bagi mayoritas orang dianggap hal lumrah sebagai ajang penjajagan jodoh. Lumrah, karena mereka adalah orang-orang yang kenal dan faham terhadap syariat Allah SWT. Bahkan, pacaran bagi sebagian orang adalah bagaimana agar selalu berdua. Mulai dari makan berdua, nonton, curhat-curhatan, jalan-jalan dan seabrek aktifitas berdua-duan lainnya. Intinya pacaran itu just for fun berdua.
Sebenarnya bagaimana pandangan Islam tentang pacaran itu? Adakah pacaran dalam Islam? Meskipun tidak dijelaskan secara lugas, namun banyak sekali dalil yang dapat dijadikan rujukan untuk pelarangan pacaran tersebut. Sebagaimana diketahui, Islam adalah agama yang mengharamkan perbuatan zina, termasuk juga perbuatan yang mendekati zina.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta
Allah SWT berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan sesuatu jalan yang buruk.” (Qs. Al-Isra, 17 : 32).
Adapun perbuatan yang dipandang mendekati zina itu antara lain; saling memandang, merajuk atau manja, bersentuhan (berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, dll), termasuk berdua-duaan.Karena unsur-unsur ini dilarang dalam Islam, maka tentu saja hal-hal yang di dalamnya terdapat unsur tersebut juga terlarang. Termasuk aktifitas yang namanya”PACARAN”.
Tidak ada satu pun dari umat Muhammad SAW yang terbebas dari zina kecuali Allah SWT berkehendak menjaganya. Dari Ibnu Abbas ra dikatakan, “Tidak ada yang ku perhitungkan lebih menjelaskan tentang dosa-dosa kecil dari pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Allah telah menentukan bagi anak Adam bagiannya dari zina yang pasti dia lakukan. Zinanya mata adalah melihat (dengan syahwat), zinanya lidah adalah mengucapkan (dengan syahwat), zinanya hati adalah mengharap dan menginginkan (pemenuhan nafsu syahwat), maka farji (kemaluan) yang membenarkan atau mendustakannya.” (HR. Al-Bukhari dan ImamMuslim).
Dalil di atas diperkuat oleh beberapa hadits dan ayat Al-Qur’an lain sebagai berikut. Pertama, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan wanita kecuali bersama mahramnya.” (HR. Al-Bukhari dan Imam Muslim).
Kedua, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah seorang laki-laki sendirian dengan seorang wanita yang tidak disertai mahramnya. Karena sesungguhnya yang ketiganya adalah syaitan.” (HR. Imam Ahmad).
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari
Ketiga, “Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (Hadist Hasan, Thabrani dalam Mu’jam Kabir 20/174/386).
Keempat, “Demi Allah, tangan Rasulallah SAW tidak pernah menyentuh tangan wanita (bukan mahram) sama sekali meskipun dalam keadaan memba’iat. Beliau tidak memba’iat mereka kecuali dengan mangatakan: “Saya ba’iat kalian.” (HR. Al-Bukhari).
Kelima, “Sesungguhnya saya tidak berjabat tangan dengan wanita.” (HR. Malik, Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad). Keenam, telah berkata Aisyah r.a. “Demi Allah, sekali-kali dia (Rasul) tidak pernah menyentuh tangan wanita (bukan mahram) melainkan dia hanya membai’atnya (mengambil janji) dengan perkataaan.” (HR. Al-Bukhari dan IbnuMajah).
Ketujuh, “Wahai Ali, janganlah engkau meneruskan pandangan haram (yang tidak sengaja) dengan pandangan yang lain. Karena pandangan yang pertama mubah untukmu. Namun yang kedua adalah haram.” (HR. Abu Dawud, Ath-Tirmidzi dan dihasankan oleh Al-Albani).
Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman
Kedelapan, “Pandangan itu adalah panah beracun dari panah-panah iblis. Maka barang siapa yang memalingkan (menundukan) pandangannya dari kecantikan seorang wanita, ikhlas karena Allah, maka Allah akan memberikan di hatinya kelezatan sampai pada hari Kiamat.” (HR. Imam Ahmad).
Kesembilan, dari Jarir bin Abdullahr.a. dikatakan: “Aku bertanya kepada Rasulallah SAW tentang memandang (lawan-jenis) yang (membangkitkan syahwat) tanpa disengaja. Lalu beliau memerintahkan aku mengalihkan (menundukan) pandanganku.” (HR. Imam Muslim)
Kesepuluh, Allah SWT berfirman yang artinya, “Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidak-lah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk(merendahkan suara) dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab, 33 : 32).
Bila menyimak dalil-dalil di atas, maka bagi orang-orang yang berakal, tentu jelas hukum pacaran adalah haram karena bisa menjerumuskan pada jurang kebinasaan baik di dunia maupun di akhirat dengan menerima azab dari Allah SWT.
Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah
Pacaran atau Ta’aruf
Bagi mereka yang tertutup mata hatinya, akan mengatakan pacaran hanya sarana ketemu jodoh. Pacaran seolah dianggap sebagai penjajagan untuk mendapatkan jodoh. Padahal Islam mempunyai solusi yang jitu untuk urusan jodoh ini dengan nama TA’ARUF yang artinya perkenalan.
Pertama, ta’aruf itu sebenarnya hanya untuk penjajagan sebelum menikah. Jadi kalau salah satu atau keduanya tidak merasa sreg bisa menyudahi ta’arufnya. Ini lebih baik daripada orang yang pacaran lalu putus. Biasanya orang yang pacaran hatinya sudah bertaut sehingga kalau tidak cocok sulit putus dan terasa menyakitkan. Tapi ta’aruf, yang Insya Allah niatnya untuk menikah lillahi ta’ala, kalau tidak cocok bertawakal saja, mungkin bukan jodoh. Tidak ada pihak yang dirugikan maupun merugikan.
Kedua, ta’aruf itu lebih arif. Masa penjajagan diisi dengan saling tukar informasi mengenai diri masing-masing baik kebaikan maupun keburukannya. Bahkan kalau tidurnya sering ngorok, misalnya, sebaiknya diberitahukan kepada calon agar tidak menimbukan kekecewaan di kemudian hari. Begitu pula dengan kekurangan-kekurangan lainnya, seperti mengidap penyakit tertentu, tidak bisa masak, atau yang lainnya. Informasi bukan hanya dari si calon langsung, tapi juga dari orang-orang yang mengenalnya (sahabat, murabi, atau orang tua si calon).
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
Jadi si calon tidakbias mengaku-ngaku dirinya baik. Ini berbeda dengan orang pacaran yang biasanya semu dan penuh kepura-puraan. Yang perempuan akan dandan habis-habisan dan malu-malu (sampai makan pun jadi sedikit gara-gara takut dibilang rakus). Yang laki-laki meskipun tak punya uang, tetap berlagak kaya traktir ini itu (padahal uangnya dapat pinjam teman atau pemberian orang tua).
Ketiga, dengan ta’aruf kedua lawan jenis itu bisa berusaha mengenal calon dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Hal ini bisa terjadi karena kedua belah pihak telah siap menikah dan siap membuka diri baik kelebihan maupun kekurangan. Bukankah ini lebih hemat, daripada pacaran? Orang pacaran yang sudah lama pacarannya sering tetap merasa belum bisa mengenal pasangannya. Bukankah pacaran sia-sia belaka?
Keempat, melalui ta’aruf seseorang boleh mengajukan kriteria calon yang diinginkan. Jika ada hal-hal yang cocok alhamdulillah, tapi sebaliknya jika ada yang kurang sreg bisa dipertimbangan dengan memakai hati dan pikiran yang sehat. Keputusan akhir pun tetap berdasarkan dialog dengan Allah melalui sholat istikharah. Berbeda dengan orang yang mabuk cinta dan pacaran. Kadang hal buruk pada pacarnya, misalnya pacarnya suka memukul, suka mabuk, tapi tetap bisa menerima padahal hati kecilnya tidak menyukainya. Tapi karena cinta (atau sebenarnya nafsu) terpaksa menerimanya.
Kelima, jika ada kecocokan, biasanya jangka waktu ta’aruf ke khitbah (lamaran) dan ke akad nikah tidak terlalu lama. Ini bisa menghindarkan dari berbagai macam zina termasuk zina hati. Selain itu tidak ada perasaan “digantung” pada pihak perempuan. Karena semuanya sudah jelas tujuannya adalah untuk memenuhi sunah Rasulullah SAW yaitu menikah.
Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis
Keenam, dalam ta’aruf tetap dijaga adab berhubungan antara laki-laki dan perempuan. Biasanya ada pihak ketiga yang memperkenalkan. Jadi kemungkinan berkhalwat (berdua-duaan) kecil yang artinya kita terhindar dari zina.
Jadi, ternyata ta’aruf banyak kelebihannya dibanding pacaran dan insya Allah diridhai Allah. So, ikhawan akhwat, mau mencari kebahagian dunia akhirat dan menggapai ridha-Nya atau mencari kesulitan, mencoba-coba melanggar dan mendapat murka-Nya? Silahkan pilih, PACARAN atau TA’ARUF. (T/R2/E01)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Selamatkan Palestina sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan Global