Panel Surya Atasi Krisis Listrik di Yaman

di atap rumah warga Yaman. (Foto: dok. Su-Kam)

 

Um Haitham, seorang ibu rumah tangga berusia 45 tahun di Sanaa, tidak lagi melihat lampu menyala di rumahnya. Saat malam tiba, dia hidup dalam kegelapan atau kadang-kadang duduk di samping sebuah lilin kecil.

Sejak perang di Yaman, keluarga Um Haitham belum pernah menonton TV atau bahkan mengoperasikan mesin cuci listriknya.

“Sangat menyedihkan hidup tanpa listrik. Kami menjalani hidup tanpa mengetahui apapun tentang apa yang terjadi di dunia ini,” katanya.

hanyalah salah satu dari sejumlah besar masalah serupa yang mempengaruhi sebuah negara yang dilanda perang berdarah sejak awal 2015.

Sebelum perang, pemadaman listrik biasa berlangsung beberapa jam. Namun saat ini, bulan dan tahun berlalu tanpa arus listrik di rumah Um Haitham.

Yaman meluncur ke dalam kekacauan setelah terjadi kebuntuan politik pada tahun 2014. Pada bulan Maret 2015, milisi yang didukung oleh Houthi dan pasukan sekutu lainnya menempatkan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi di bawah tahanan rumah, bersama dengan banyak pejabat pemerintah lainnya.

Peristiwa ini menyebabkan perang saudara dua tahun di negara tersebut. Secara bertahap mengarah pada lumpuhnya banyak layanan publik, termasuk sekolah dan rumah sakit. Terakhir muncul wabah kolera yang paling mematikan dalam sejarah Yaman.

Mohammed Al-Jumaei, seorang ekonom Yaman mengatakan, rakyat telah melupakan listrik yang diberikan oleh pemerintah. Situasi ini membuat warga negara menggunakan alat lain untuk menghasilkan listrik. Panel surya digunakan secara luas, terutama di Sanaa, Taiz, Ibb, Hodeida dan semua wilayah yang dikuasai Houthi, termasuk daerah pedesaan.

 

Krisis listrik diatasi dengan sinar matahari

Saleh Ahmed (50), ayah tujuh anak, telah tinggal di Sanaa selama 16 tahun. Sudah satu tahun ia menggunakan panel surya.

Sebelum membeli panel surya, ia harus menyalakan lilin setiap malam.

Kini, ia sudah nyaman menyalakan lampu saat malam tiba. Tenaga surya telah memecahkan masalah listrik di rumahnya.

Ahmed meletakkan panel di atap rumahnya, menghubungkannya ke baterai di kamarnya. Sekarang ia dapat mengisi baterai ponselnya, menyalakan lampu dan anak-anaknya dapat mengisi laptop mereka.

Ia menghabiskan 50.000 Rials Yaman (sekitar US$ 150) untuk membeli panel surya, baterai dan barang-barang relevan lainnya. Itu adalah beban keuangan, tapi malam yang gelap menjadi beban yang lebih besar.

Panel surya telah menjadi bisnis yang sedang berkembang di Yaman, karena pemerintah belum memperhatikan produksi listrik akibat perang yang sedang berlangsung. Masyarakat tidak memiliki pilihan kecuali memilih solusi surya.

Seorang pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Listrik mengatakan bahwa setidaknya 40 persen orang di Yaman saat ini mengandalkan energi matahari.

Pria 35 tahun bernama Nabil Abdulla di Sanaa, dulunya memiliki toko kosmetik, tapi saat ini toko tersebut berganti menjual panel surya.

Abdullah mengubahnya karena ada banyak permintaan untuk panel surya di Yaman. Sebagian orang hanya perlu mengisi baterai mobil atau laptopnya, sehingga mereka dapat membeli panel kecil dan menyelesaikan masalah listriknya.

Meskipun panel surya adalah alternatif energi yang efektif, tapi banyak orang Yaman telah mengalami situasi keuangan yang sulit. Sejak September tahun lalu saja, pegawai pemerintah, diperkirakan lebih dari satu juta orang, belum menerima gajinya.

Jutaan keluarga bergantung pada gaji dari pemerintah dan mereka tidak dapat membeli panel surya sekarang. Mereka terpaksa tetap dalam kegelapan.

Sementara perang berkecamuk di banyak wilayah di Yaman, panel surya terus menemukan jalannya ke negara ini. Panel surya sebagian besar berasal dari Cina dan India.

Sebelum perang sipil yang kacau, Pembangkit Listrik Marib adalah pemasok listrik utama di Yaman. Sekarang pembangkit itu tidak lagi memasok listrik ke banyak wilayah di negara ini.

Ez Al-Deen Albadani, pemilik sebuah toko pakaian, mengatakan bahwa bisnisnya telah berjuang selama tiga tahun. Kekurangan listrik telah mempengaruhi banyak bisnis karena sebagian besar bisnis bergantung pada ketersediaan listrik.

Ketersediaan ini tidak dapat sepenuhnya dipenuhi oleh tenaga surya saja, karena kekuatan energi yang diberikan terbatas.

“Saya akhir-akhir ini terpaksa membeli panel surya untuk menyalakan toko saja, tapi mesin jahit membutuhkan arus yang kuat. Saya telah menggunakan generator bensin untuk mengoperasikannya,” kata Albadani.

Kekurangan bahan bakar di Yaman telah membuat pasar gelap dan menambah penderitaan, kecuali mereka yang bisa memanfaatkan krisis tersebut.

Setelah hampir tiga tahun mengalami gejolak politik dan pertempuran sengit antara kelompok Houthi dan pasukan yang didukung Arab Saudi, Yaman telah disebut sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Menurut laporan PBB, 20 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan dan tujuh juta orang berada di ambang kelaparan.

Krisis listrik merupakan salah satu gambaran dalam serangkaian kesengsaraan di Yaman.

Albadani dan semua rakyat Yaman hanya bisa berharap perang itu segera berakhir, sehingga cahaya dan kedamaian akan kembali ke rumah dan negara mereka. (AT/RI-1/P2)

 

Sumber: tulisa Khalid Al-Karimi, seorang reporter dan penerjemah lepas. Dia adalah anggota staf Pusat Media Yaman yang berbasis di Sanaa, sebelumnya bekerja sebagai editor dan reporter penuh waktu untuk koran Yemen Times.

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.