Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengajar King Fahd University : Jadikan Islam Indonesia sebagai Barometer Islam Dunia

Fauziah Al Hakim - Kamis, 3 November 2016 - 21:24 WIB

Kamis, 3 November 2016 - 21:24 WIB

347 Views ㅤ

Bandar Lampung, 3 Safar 1438/3 November 2016 (MINA) – Pengajar di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Saudi Arabia, Sumanto Al-Qurtubi mengatakan, melalui forum Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ia berharap Indonesia bisa menjadi referensi dan barometer perkembangan pemikiran Islam di dunia karena modal dan potensinya cukup besar.

“Saya berharap melalui forum AICIS ini dapat memberikan konstribusi nyata yaitu perguruan tinggi keagamaan Islam gencar memasarkan citra Islam yang positif, ramah, toleran dan damai dalam setiap sendi kehidupan,” ujar Sumanto dalam forum AICIS 2016 di Lampung, Rabu (2/11). Demikian laman Ditjen. Pendidikan Islam Kemenag yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Sumanto memaparkan, kontribusi Islam Indonesia terhadap pemikiran Islam dunia menjadi transmisi epistimologis yang membanggakan. Sumbangsih para pemikir Islam (Islamic scholars) dalam khazanah intelektual keislaman begitu terasa di Timur Tengah.

“Tokoh-tokoh seperti Muhammad Nawawi bin Umar al-Bantani, Ahmad Khatib al-Minagkawabawi, Mahfudz at-Turmusi, Yasin al-Fadani, Zainudin al-Bawaeni, adalah deretan pemikir Islam yang kontribusinya tidak bisa diragukan lagi”, ujar Sumanto.

Baca Juga: Taiwan Rayakan 48 Tahun Kerja Sama Pertanian dengan Indonesia

Namun demikian, sebagai negara yang mayoritas Muslim, Indonesia belum berhasil mengekspos Islam Indonesia ke kancah global.

“Dunia tidak mengenal Indonesia sebagai negara muslim terbesar. Reputasi kita kalah dengan negara-negara seperti Mesir, Turki, Afghanistan dan India. Lalu, di mana besarnya Islam Indonesia?” tutur Sumanto.

Ia mencontohkan negara Turki. “Turki menyediakan dana besar untuk mempromosikan Turkis Studies. Semua orang didatangkan ke Turki untuk belajar tradisi, budaya, dan kehidupan masyarakat Turki. Hasilnya luar biasa,” tambahnya.

Sangat disayangkan Indonesia sebagai negara Muslim terbesar justru tidak mampu menciptakan sebuah iklim dinamis dan dialektis.

Baca Juga: Prof El-Awaisi: Makkah Tempat Hidayah, Madinah Tempat Rahmat, Baitul Maqdis Tempat Jihad

“Muslim Indonesia terlihat bangga hanya menjadi penggembira. Padahal jika mau berkontribusi dalam proses transmisi epistemologis dapat dilakukan dengan diseminasi hasil karya,” ujar Sumanto. (T/P006/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Cuaca Jakarta Diguyur Hujan Selasa Siang Hingga Sore Ini

Rekomendasi untuk Anda